Kopi TIMES

Urgensi Kesehatan Mental dan Reformasi Pendidikan di Banyuwangi

Minggu, 23 Maret 2025 - 15:22 | 45.59k
Shofiatina Qurrota Ayun, M.Psi, Psikolog Pendidikan
Shofiatina Qurrota Ayun, M.Psi, Psikolog Pendidikan
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Fenomena bunuh diri di Banyuwangi dalam dua tahun terakhir menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Bahkan, dalam dua hari terakhir masyarakat digegerkan dengan dua peristiwa bunuh diri sekaligus. 

Pertama peristiwa bunuh diri terjadi di Desa Bunder, Kecamatan Kabat, pada Sabtu 22 Maret 2025, seorang wanita lanjut usia (74) ditemukan tewas gantung diri di teras rumahnya. Diduga kejadian tersebut disebabkan karena korban menderita sakit menahun dan memiliki tanggungan hutang. 

Advertisement

Kasus serupa juga terjadi di Cungking, Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan Giri, pada Jumat 21 Maret 2025. Pria beruia 35 tahun ditemukan gantung diri dengan dugaan karena depresi. 

Setahun sebelumnya, tepatnya pada Senin 22 januari 2024 warga Banyuwangi juga dikagetkan dengan penemuan anak kelas 5 madrasah ibtidaiyah (MI) berusia 11 tahun di Desa Sumberkencono, Kecamatan Wongsorejo ditemukan gantung diri di kandang sapi dekat rumahnya. 

Aksi bunuh diri tersebut diduga karena depresi, di handphone miliknya ditelusuri korban sering melihat konten berjudul menaklukan iblis terkuat dan menjadi murid tak terkalahkan. 

Kejadian serupa juga pernah terjadi di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran anak berusia 11 tahun juga ditemukan tewas karena bunuh diri pada Senin 27 Februari 2023. Siswa kela 4 SD tersebut bunuh diri diduga karena bullying.

Bahkan, PLT kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi pada Kamis 28 November 2024 mengungkapkan bahwa kasus bunuh diri di Banyuwangi ada 23 kasus pada tahun 2024, sementara tahun 2023 ada 3 kasus.

Menurutnya sudah dilakakukan survei yang hasilnya ada beberapa faktor yang menyebabkan kasus bunuh diri yakni, depresi akibat sakit kronis, persoalan ekonomi, persoalan asmara dan problem keluarga.

Fenomena ini tidak dapat dianggap sebagai peristiwa individual semata, melainkan merupakan refleksi dari kondisi psikososial yang lebih luas. Oleh karena itu, intervensi yang menyeluruh harus dilakukan dengan pendekatan multidisiplin, termasuk dari sisi kesehatan mental dan sistem pendidikan.

Memahami Faktor-Faktor Pemicu Bunuh Diri

Bunuh diri merupakan tindakan kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis, sosial, dan ekonomi. Dari kasus-kasus yang terjadi di Banyuwangi, setidaknya terdapat empat faktor utama yang berperan dalam meningkatnya angka bunuh diri.

Pertama, depresi dan gangguan mental yang tidak tertangani. Banyak kasus bunuh diri terjadi akibat depresi berat yang dialami korban. Pada individu lanjut usia, depresi dapat diperparah oleh penyakit kronis dan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan mental. 

Sementara itu, pada individu dewasa, tekanan hidup yang berkaitan dengan ekonomi dan pekerjaan dapat memicu stres berkepanjangan yang berujung pada keputusan ekstrem.

Kedua, minimnya dukungan sosial. Kasus bunuh diri pada lansia sering kali berkaitan dengan kesepian dan keterasingan dari lingkungan sekitar. Faktor ini juga berpengaruh pada individu dewasa yang mengalami krisis ekonomi atau tekanan keluarga tanpa adanya sistem pendukung yang memadai.

Ketiga, pengaruh negatif lingkungan digital pada anak-anak. Salah satu kasus bunuh diri yang terjadi pada anak usia sekolah menunjukkan adanya keterkaitan dengan konsumsi konten digital yang tidak sesuai usia. 

Kemudahan akses terhadap konten yang mempromosikan tindakan berbahaya dapat membentuk pola pikir yang menyimpang pada anak-anak yang masih dalam tahap perkembangan psikologis.

Keempat, kegagalan sistem pendidikan dalam menangani permasalahan psikososial siswa. Kasus perundungan yang berujung pada bunuh diri di Banyuwangi menunjukkan bahwa mekanisme perlindungan siswa di sekolah masih belum berjalan dengan efektif. 

Minimnya tenaga konselor profesional dan kurangnya edukasi kesehatan mental dalam kurikulum menyebabkan anak-anak yang mengalami tekanan psikologis tidak mendapatkan bantuan yang dibutuhkan.

Strategi Penanganan dari Perspektif Psikologi dan Manajemen Pendidikan

Mengatasi lonjakan kasus bunuh diri memerlukan strategi yang komprehensif, baik dari sisi intervensi kesehatan mental maupun reformasi dalam sistem pendidikan.

Dari perspektif psikologi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperluas akses terhadap layanan kesehatan mental. Pemerintah daerah harus mendirikan pusat layanan psikologi di setiap kecamatan, sehingga masyarakat yang mengalami tekanan psikologis dapat mengakses bantuan secara cepat dan mudah. 

Layanan ini tidak hanya berfungsi untuk memberikan terapi, tetapi juga untuk melakukan deteksi dini terhadap individu yang berisiko tinggi melakukan bunuh diri. Setidaknya, harus ada psikolog profesional di setiap puskesmas yang ditunjuk yang bisa diakses secara gratis oleh warga kecamatan tersebut. 

Selain itu, kampanye edukasi kesehatan mental harus diperkuat. Masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa kesehatan mental adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kesejahteraan individu. Stigma terhadap gangguan psikologis harus dikurangi, sehingga individu yang mengalami masalah mental tidak merasa malu untuk mencari bantuan.

Dari perspektif manajemen pendidikan, sekolah memiliki peran yang sangat krusial dalam mencegah bunuh diri pada anak-anak dan remaja. Reformasi kurikulum untuk memasukkan pendidikan kesehatan mental harus segera dilakukan bukan hanya dalam kata-kata yang di tempel di sudut-sudut sekolah tetapi implementasi rill harus segera dilakuakn. 

Perlu ada evaluasi secra menyeluruh motto sekolah ramah anak ini apakah benar-benar terimplementasi dengan baik atau hanya sekedar kegiatan formalitas semata? Setiap siswa perlu diberikan pemahaman tentang cara mengenali dan mengatasi stres, membangun ketahanan mental, serta mencari bantuan saat menghadapi tekanan emosional yang berat.

Peran bimbingan konseling di sekolah harus diperkuat. Setiap sekolah wajib memiliki tenaga konselor yang tidak hanya bertugas untuk menangani masalah akademik, tetapi juga memberikan pendampingan psikologis kepada siswa yang mengalami tekanan sosial atau emosional.

Guru BK harus benar-benar menjadi rumah yang aman bagi siswa untuk bercerita berbagai problem yang dialami siswa. Pendidik dan Guru BK juga harus diberikan pendampingan secara profesional dan berkala. 

Lebih lanjut, pengawasan terhadap aktivitas digital anak harus ditingkatkan. Orang tua juga perlu diberikan edukasi tentang pentingnya literasi digital agar dapat mendampingi anak dalam mengakses informasi yang sehat dan bermanfaat.

Rekomendasi untuk Pemerintah Banyuwangi

Melihat tingginya angka bunuh diri di Banyuwangi, pemerintah daerah harus segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi krisis ini. Beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan antara lain:

Pertama, Mendirikan pusat layanan kesehatan mental di setiap kecamatan yang memberikan layanan psikologi gratis bagi masyarakat.

Kedua, Mengembangkan program pelatihan bagi tenaga pendidik agar mampu mendeteksi dan menangani permasalahan psikologis siswa.

Ketiga, Mewajibkan sekolah untuk memiliki tenaga konselor profesional yang dapat memberikan pendampingan psikologis bagi siswa yang mengalami perundungan atau tekanan emosional lainnya.

Keempat, Menyusun regulasi yang lebih ketat terhadap akses konten digital berbahaya, serta mengadakan program literasi digital bagi orang tua dan siswa.

Kelima, Membentuk tim intervensi cepat yang terdiri dari psikolog, pekerja sosial, dan aparat keamanan untuk menangani kasus-kasus individu yang berisiko tinggi melakukan bunuh diri.

Kasus bunuh diri di Banyuwangi bukan hanya sekadar fenomena individual, tetapi merupakan cerminan dari berbagai problematika sosial yang belum terselesaikan.

Untuk menanggulangi hal ini, diperlukan intervensi yang bersifat multidisiplin dengan mengedepankan pendekatan psikologi dan manajemen pendidikan. 

Dengan memperkuat layanan kesehatan mental, mereformasi sistem pendidikan, dan meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas digital anak, diharapkan angka bunuh diri dapat ditekan dan kesejahteraan psikologis masyarakat Banyuwangi dapat meningkat secara signifikan.

***

*) Oleh : Shofiatina Qurrota Ayun, M.Psi, Psikolog Pendidikan

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES