Kopi TIMES

Karbon Biru dalam Mendukung Perikanan Berkelanjutan

Selasa, 08 April 2025 - 09:35 | 33.52k
Abdul Halim: Indonesia Stakeholder Steering Group (ISSG) Southeast Asia Framework for Ocean Action on Mitigation (SEAFOAM), Climateworks Centre - Monash University.
Abdul Halim: Indonesia Stakeholder Steering Group (ISSG) Southeast Asia Framework for Ocean Action on Mitigation (SEAFOAM), Climateworks Centre - Monash University.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Perubahan iklim merupakan ancaman nyata yang berdampak luas terhadap kehidupan di bumi. Dampaknya mencakup bencana seperti banjir, perubahan pola musim, hingga hilangnya keanekaragaman hayati. Dalam sektor kelautan, perubahan iklim berkontribusi terhadap pemutihan terumbu karang, kenaikan permukaan air laut, peningkatan suhu laut, serta ancaman terhadap ekosistem pesisir dan laut yang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan menunjang kehidupan masyarakat pesisir. Namun, laut tidak hanya menjadi korban dari perubahan iklim ia juga menawarkan solusi dalam upaya mitigasi.

Sebagai salah satu ekosistem terbesar di dunia, laut berfungsi dalam menyerap sekitar 25% emisi karbon dioksida serta 90% panas berlebih yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Selain itu, ekosistem laut seperti mangrove dan padang lamun memiliki kemampuan luar biasa dalam menyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar. Tidak hanya itu, ekosistem karbon biru juga berperan penting dalam mendukung ketahanan pangan, khususnya di sektor perikanan. Mangrove dan padang lamun tidak hanya menyerap karbon, tetapi juga menjadi tempat pemijahan, pembesaran, dan perlindungan bagi berbagai spesies ikan serta biota laut lainnya. Dengan menjaga ekosistem pesisir tetap sehat, Indonesia dapat memastikan keberlanjutan sumber daya ikan yang menjadi tumpuan hidup bagi jutaan masyarakat pesisir.

Advertisement

Karbon memiliki peran vital dalam kehidupan di bumi, terutama dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan iklim melalui siklus karbon. Namun, jika jumlah karbon di atmosfer terlalu tinggi akibat pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi, dampaknya dapat mempercepat laju perubahan iklim. Dalam konteks ini, laut menjadi komponen penting dalam strategi mitigasi perubahan iklim. Oleh karena itu, perlindungan dan restorasi ekosistem laut harus menjadi prioritas utama dalam agenda perubahan iklim Indonesia.

Konsep karbon biru merujuk pada karbon yang diserap dan disimpan dalam ekosistem pesisir seperti mangrove, padang lamun, dan rawa payau. Menurut laporan Climateworks Centre, hutan mangrove mampu menyerap karbon hingga lima kali lebih banyak dibandingkan dengan hutan daratan. Sementara itu, padang lamun tidak hanya menyerap karbon tetapi juga berkontribusi dalam meningkatkan kualitas perairan dengan menstabilkan sedimen dasar laut. Namun, meskipun manfaat karbon biru telah banyak dikenal, implementasi perlindungan dan restorasi ekosistem pesisir masih menghadapi tantangan besar.

Alih fungsi lahan untuk industri, pertambakan yang tidak berkelanjutan, serta pencemaran laut terus mengancam keberadaan mangrove dan padang lamun. Selain itu, kurangnya pemahaman serta keterbatasan pendanaan dalam proyek konservasi juga menjadi kendala utama dalam pelestarian ekosistem karbon biru di Indonesia.

Sebagai negara yang memiliki lebih dari 3 juta hektare ekosistem mangrove terbesar di dunia Indonesia memiliki potensi besar dalam memanfaatkan karbon biru sebagai strategi pengurangan emisi gas rumah kaca. Namun, tantangan yang dihadapi cukup kompleks, mulai dari alih fungsi lahan yang menyebabkan pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer, degradasi habitat hewan dan tumbuhan akibat pembangunan, hingga kurangnya insentif ekonomi bagi masyarakat pesisir untuk menjaga kelestarian hutan mangrove. Oleh karena itu, kebijakan berbasis sains yang melibatkan masyarakat menjadi kunci dalam memastikan pengelolaan karbon biru yang efektif.

Selain sebagai penyerap karbon, ekosistem pesisir juga memainkan peran penting dalam mendukung sektor perikanan berkelanjutan. Hutan mangrove, misalnya, menjadi habitat utama bagi berbagai jenis ikan dan invertebrata bernilai ekonomi tinggi. Namun, praktik perikanan yang tidak berkelanjutan seperti penangkapan ikan berlebihan (overfishing) dan metode destruktif tidak hanya mengancam stok ikan, tetapi juga dapat merusak dasar laut, yang berpotensi melepaskan karbon tersimpan ke atmosfer. Oleh karena itu, pendekatan berbasis ekosistem dalam pengelolaan perikanan menjadi krusial. Praktik perikanan yang bertanggung jawab tidak hanya dapat membantu menjaga kesehatan ekosistem laut, tetapi juga memastikan kesejahteraan nelayan dalam jangka panjang.

Sektor perikanan memainkan peran krusial dalam perekonomian nasional, baik sebagai sumber pangan maupun sebagai komoditas ekspor bernilai tinggi. Beberapa komoditas utama yang berasal dari ekosistem karbon biru di pesisir, seperti udang, kepiting, kakap, dan kerapu, memiliki permintaan tinggi di pasar global. Namun, meskipun potensi perikanan Indonesia sangat besar, sektor ini juga menghadapi tantangan signifikan, termasuk eksploitasi berlebihan, degradasi habitat, serta dampak perubahan iklim yang mengancam produktivitas perikanan. Oleh karena itu, pendekatan berbasis ekosistem yang mengintegrasikan perlindungan ekosistem karbon biru dengan praktik perikanan berkelanjutan menjadi langkah strategis dalam menjaga ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Untuk mengoptimalkan manfaat karbon biru, inovasi teknologi dan investasi dalam konservasi menjadi elemen penting. Pemanfaatan teknologi seperti drone dan citra satelit dapat membantu pemantauan kondisi ekosistem pesisir secara lebih akurat dan real-time. Selain itu, metode restorasi inovatif seperti bio-rock dan propagul mangrove berbasis kultur jaringan dapat meningkatkan keberhasilan rehabilitasi hutan mangrove yang telah mengalami degradasi. Dari sisi ekonomi, skema perdagangan karbon berbasis laut dapat dikembangkan agar sektor swasta berkontribusi dalam rehabilitasi ekosistem pesisir sebagai bagian dari komitmen net-zero emission.

Dengan meningkatnya urgensi perubahan iklim dan dampaknya yang semakin nyata, sudah saatnya laut tidak hanya dipandang sebagai sektor yang rentan, tetapi juga sebagai solusi utama dalam mitigasi iklim. Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan kekayaan ekosistem laut yang luar biasa, memiliki posisi strategis untuk mengoptimalkan karbon biru dalam kebijakan perubahan iklimnya.

“Dibutuhkan kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah, organisasi penelitian, sektor swasta, dan masyarakat dalam memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya berbasis ilmiah, tetapi juga berkelanjutan secara ekonomi dan sosial. Dengan pendekatan yang terintegrasi, inovatif, dan berbasis komunitas, kita dapat memastikan bahwa laut tetap menjadi sumber kehidupan, bukan hanya bagi masyarakat pesisir, tetapi juga bagi planet kita secara keseluruhan.”

***

*) Oleh: Abdul Halim: Indonesia Stakeholder Steering Group (ISSG) Southeast Asia Framework for Ocean Action on Mitigation (SEAFOAM), Climateworks Centre - Monash University.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES