Kopi TIMES

Masa Bani Abbasiyah Bait-al-Hikmah

Senin, 14 April 2025 - 15:54 | 19.97k
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Bait al-Hikmah merupakan perpusatakaan yang juga berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Bait al-Hikmah, yang didirikan pada masa Kekhalifahan Bani Abbasiyah di Baghdad, adalah salah satu institusi intelektual paling terkenal dalam sejarah Islam dan dunia.

Bait al-Hikmah, yang secara harfiah berarti "Rumah Kebijaksanaan," didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid dan mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan putranya, Al-Ma'mun. Pada masa Harun al-Rasyid, institusi ini bernama Khizanah al-Himah (khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.

Advertisement

Dilaporkan bahwa khalifah al-Rasyid mengirim utusan ke Raja Leon dan Bizantium untuk mencari manuskrip manuskrip Yunani. Sejak 815 M., al-Ma'mun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah. Pada masa ini, Bait al-Hikmah dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan Etiopia dan India. Di bawah kekuasaan al-Ma'mun, Bait al-Hikmah tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan, tetapi juga sebagai pusat kegiatan studi dan riset astronomi dan matematika.

Sejak pertengahan abad ke-19, Bait al-Hikmah dikuasai oleh satu mazhab penerjemah di bawah bimbingan Hunayn ibn Ishaq. Mereka menerjemahkan karya-karya keilmuan lain dan Galen serta karya-karya filsafat dan metafisika Aristoteles dan Plato. Di Bait al-Hikmah terdapat juga observatorium astronomi untuk meneliti perbintangan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Selain penerjemahan, Bait al-Hikmah juga menjadi pusat penelitian di mana para ilmuwan Muslim tidak hanya mempelajari karya-karya yang diterjemahkan, tetapi juga mengembangkan teori dan inovasi baru. Ilmuwan seperti Al-Khwarizmi, bapak aljabar, dan Al-Razi, ahli kedokteran terkemuka, menghasilkan karya-karya orisinal yang memberikan kontribusi signifikan bagi ilmu pengetahuan dunia.

Peran Bait al-Hikmah sangat penting dalam masa keemasan Islam karena menjadi tempat yang mendorong kolaborasi lintas budaya dan agama. Warisannya menjadi fondasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa selama Renaisans, menunjukkan betapa pentingnya institusi ini dalam membangun jembatan antara peradaban kuno dan modern.

Keberadaan Bait al-Hikmah mencerminkan kecerdasan dan visi intelektual yang luar biasa dari para pemimpin Bani Abbasiyah. Institusi ini bukan hanya tempat untuk mempelajari dan menyimpan ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi simbol dari semangat eksplorasi intelektual yang lintas budaya dan agama. Para ilmuwan yang bekerja di Bait al-Hikmah tidak hanya berfokus pada penerjemahan dan pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga menciptakan dialog intelektual yang menghubungkan peradaban-peradaban besar yang ada pada masa itu.

Begitu banyak karya-karya warisan Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Karena penerjemahan tersebut dilakukan secara besar-besaran, tidak heran jika Bernard Lewis menyatakan bahwa Islam adalah pewaris pustaka Hellenisme ketiga setelah Greek dan Latin Christendom.

Demikian juga pada masa Bani Abbasiyah banyak melahirkan ulama baik di bidang filsafat maupun bidang hukum Islam. Dalam bidang filsafat, para filsuf kepercayaan dan pemikiran baik secara teoretis maupun secara praktis, kemanusiaan maupun ketuhanan yang dianggap oleh umat Islam perlu untuk dijawab sebagai pegangan hidup keseharian maupun untuk keselamatan yang lebih tinggi.

Para ulama Islam berusaha menjawab persoalan-persoalan umat Islam yang berkaitan dengan filsafat seperti Yaqub ibn Ishaq al-Kindi, Abu Nasr Muhammad al-Farabi, Ibn Majah, Ibn Tufail dan Tim Rusyd menjelaskan pemikiran-pemikirannya dengan menggunakan contoh, metafor, analogi, dan gambaran imajinatif. Dalam bidang hukum Islam, karya pertama yang diketahui adalah Majmu' al-Fiqh karya Zeid bin Ali yang berisi tentang Fiqih Syiah Zaidiyah.

Hakim agung yang pertama adalah Abu Hanifah, sebagai konseptor tunggal mazhab Hanafi. Beberapa pendiri mazhab lain yaitu al-Auza'i, Sufyan al-Thawn, Malik ibn Anas, Muhammad ibn Idris as-Syafi'i, dan Ahmad ibn Hanbal.

Demikian kegiatan penerjemahan telah mampu melahirkan generasi-generasi pemikir dan penulis muslim orisinil. Mereka tidak hanya sekadar menerjemahkan, tetapi juga telah mengembangkannya dengan melakukan perenungan, pengamatan ilmiah, dan memadukannya dengan ajaran-ajaran Islam, sehingga menghasilkan karya-karya umat Islam murni dan asli.

Kontribusi Bait al-Hikmah terus memengaruhi peradaban manusia selama berabad-abad. Proses penerjemahan yang dimulai di Bait al-Hikmah menjadi dasar bagi banyak inovasi ilmiah yang kemudian diadopsi oleh dunia Barat. Selain itu, institusi ini juga menjadi model bagi lembaga-lembaga penelitian di berbagai belahan dunia. Bait al-Hikmah menunjukkan bagaimana investasi dalam ilmu pengetahuan dan pendidikan dapat menghasilkan kemajuan yang monumental bagi peradaban manusia, menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya.

Masa kejayaan Bait al-Hikmah di bawah Kekhalifahan Abbasiyah menjadi bukti bahwa ilmu pengetahuan dan kolaborasi adalah kunci untuk membangun dunia yang lebih baik. Hingga kini, semangat yang ditanamkan oleh Bait al-Hikmah tetap menjadi warisan yang tak ternilai.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES