
TIMESINDONESIA, MALANG – Menurut Hasan 'Abd al-'Ai, seorang ahli pendidikan Islami alumni Universitas Thantha, dalam tesisnya menyebutkan tujuh lembaga pendidikan yang telah berdiri pada masa Bani Abbasiyah terutama pada abad ke-4 Hijriah. Ketujuh lembaga itu adalah:
1) Lembaga pendidikan dasar (al-Kuttab)
Advertisement
2) Lembaga pendidikan masjid (al-Masjid)
3) Kedai pedagang kitab (al-Bawanit al-Waraqin)
4) Tempat tinggal para sarjana (Manazil al-Uama)
5) Sanggar seni dan sastra
6) Perpustakaan (Daar al-Kutub wa Daar al-Ilm)
7) Lembaga pendidikan sekolah (al-Madrasah)
Semua institusi itu memiliki karakteristik tersendiri dan kajian masing-masing. Sungguhpun demikian, secara umum seluruh lembaga pendidikan itu dapat diklasifikasikan menjadi tiga tingkat. Pertama, tingkat rendah yang terdiri dari kuttab rumah, toko, pasar, dan istana. Kedua, tingkat sekolah menengah yang mencakup masjid, sanggar seni, dan ilmu pengetahuan, sebagai lanjutan pelajaran di kuttab. Ketiga, tingkat perguruan tinggi yang meliputi madrasah dan perpustakaan seperti Bait al-Hikmah di Baghdad dan Dar al-Ulum di Kairo.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Pada tingkat pertama, yakni tingkat pendidikan rendah, kurikulum yang diajarkannya meliputi:
1) membaca al-Quran dan menghafalnya;
2) pokok-pokok agama, seperti wudhu, shalat dan puasa,
3) menulis
4) kisah orang-orang besar,
5) membaca dan menghafal syair-syair,
6) menghitung,
7) pokok-pokok nahwu dan sharaf alakadarnya.
Sungguhpun demikian, kurikulum seperti ini tidak dapat dijumpai di seluruh penjuru, tetapi masing-masing daerah terkadang berbeda. Seperti pendapat Ibn Khaldun yang dikutip oleh Hasan 'Abd al-'Al, bahwa di Maroko (Maghribi) hanya diajarkan al-Quran, menulis, dan syair (tulisan)-nya. Di Andalusia diajarkan al-Quran, menulis, syair, pokok-pokok nahwu dan sharaf, serta tulisan indah (khath). Di Tunisia (Afriqiah) diajarkan al-Quran, al-Hadits, dan pokok-pokok ilmu agama, tetapi lebih mementingkan hafalan al-Quran.
Waktu belajar di Kuttab dilakukan pada pagi hari hingga waktu shalat Ashar, mulai hari Sabtu sampai dengan hari Kamis. Sementara hari Jum'at merupakan hari libur. Selain hari Jum'at, hari libur juga pada setiap tanggal 1 Syawal dan tiga hari raya Idul Adha. Jam pelajaran biasanya dibagi tiga yaitu: pertama, pelajaran al-Quran dimulai dari pagi hari hingga waktu Dhuha; kedua, pelajaran menulis dimulai pada waktu Dhuha hingga waktu Dzuhur Setelah itu anak-anak diperbolehkan pulang untuk makan siang, ketiga, pelajaran ilmu lain seperti nahwu, bahasa Arab, syair, berhitung, dan lainnya, dimulai setelah Dzuhur hingga siang (Ashar) 36 Pada tingkat rendah ini, tidak menggunakan sistem klasikal, tanpa bangku, meja, dan papan tulis. Guru mengajar murid-muridnya dengan berganti-ganti satu persatu. Begitu juga tidak ada standar buku yang dipakai.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Pada jenjang pendidikan dasar, metode yang dipakai adalah metode pengulangan dan hafalan. Artinya, guru mengulang-ulang bacaan al-Quran di depan murid, dan murid mengikutinya yang kemudian diharuskan hafal bacaan-bacaan itu. Bahkan, hafalan ini tidak terbatas pada materi-materi al-Quran dan Hadits, tetapi juga pada ilmu-ilmu lain. Tak terkecuali untuk belajar syair dan lagu (wazn) yang paling mudah, sehingga murid mampu menghafalkannya dengan cepat.
Pada jenjang pendidikan menengah disediakan pelajaran sebagai berikut: a) al-Quran, b) bahasa Arab dan kesusasteraan; c) fiqih; d) tafsir, e) hadits, f) nahwu/sharaf/balaghah, g) ilmu-ilmu eksak, h) mantiq, i) falak, j) tarikh, k) ilmu-ilmu kealaman, 1) kedokteran, dan m) music. Seperti halnya pendidikan rendah. kurikulum jenjang pendidikan menengah di beberapa daerah mengalami perbedaan.
Menurut Hasan 'Abd al-Al, metodologi pengajaran disesuaikan dengan materi yang bersangkutan. Menurutnya, secara garis besar metode pengajaran dibedakan menjadi dua. Pertama, metode pengajaran bidang keagamaan (al-Manhaf al Dinly al-Adabiy) yang diterapkan pada materi-materi berikut: a) fiqih (Ilm al-Fiqh); b) tata bahasa (Ilm al-Nahw); c) teologi (Ilm al-Kalam); d) menulis (al-Kitabah); e) lagu (arudh); f) sejarah (Ilm al-Akhbar terutama tarikh). Kedua, metode pengajaran bidang intelektual (Ilm Manhaf al Ilmiy al-Adabiy) yang meliputi olah raga (al-Riyadhah), ilmu-ilmu eksakta (al-Thabi'iyah), filsafat (al-Falasufah), kedokteran (Thibb), dan musik yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, serta ilmu-ilmu kebahasaan dan keagamaan yang lain.
Menurut Xharles Michael Sianton, sebelum guru menyampaikan materi, ia terlebih dahulu menyusun ta'liqah. Ta'liqah ini memuat silabus dan uraiannya yang disusun oleh masing-masing tenaga pengajar berdasarkan catatan perkuliahannya ketika menjadi mahasiswa, hasil bacaan dan pendapatnya tentang materi yang bersangkutan.
Taliqah mengandung rincian-rincian materi pelajaran dan dapat disampaikan untuk jangka waktu 4 tahun. Mahasiswa menyalın talıqah itu dalam proses dikte, bahkan kebanyakan mereka betul-betul menyalin. Namun sebagian yang lain menambahkan pada salinan ta'liqah ini dengan pendapatnya sendiri-sendiri sehingga ta'liqanya merupakan refleksi pribadi tentang materi perkuliahan yang disampaikan gurunya.
Menurut Hasan 'Abd al-'A1, metode pendidikan dilakukan pada jenjang tingkat tinggi ini meliputi metode-metode sebagai berikut:
1) Metode Ceramah (al-muhadlarah)
2) Metode Diskusi (al-muhadzarah)
3) Metode Koresponden jarak jauh (al-Ta’lim bi al-Murasilah)
4) Metode Rihlah Ilmiah ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |