Kopi TIMES

Evaluasi Dapur Makan Bergizi Gratis di Kalibata yang Kolaps

Sabtu, 19 April 2025 - 14:53 | 12.25k
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Dapur program makan bergizi gratis di Kalibata akhirnya tumbang. Setelah beberapa bulan beroperasi, program yang digadang-gadang sebagai solusi ketahanan pangan ini terpaksa dihentikan lantaran menumpuknya tunggakan pembayaran mencapai Rp1 miliar kepada penyedia catering. Kasus ini memantik pertanyaan serius tentang efektivitas program bantuan sosial di Indonesia.

Program yang sempat menjadi tumpuan ratusan warga kurang mampu ini sebenarnya menunjukkan hasil positif di awal pelaksanaan. Setiap hari, antrean panjang terlihat di lokasi distribusi makanan. Bagi banyak keluarga, program ini menjadi penyelamat di tengah melambungnya harga bahan pangan. Namun di balik manfaat yang dirasakan masyarakat, masalah pendanaan justru menjadi batu sandungan utama.

Advertisement

Sumber masalahnya terletak pada sistem pengelolaan yang amburadul. Pihak penyelenggara mengaku masih menunggu pencairan dana dari pemerintah daerah, sementara pemda menyatakan laporan pertanggungjawaban belum memenuhi syarat. Saling lempar tanggung jawab ini akhirnya berujung pada kerugian vendor catering yang terpaksa menanggung biaya operasional selama berbulan-bulan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Persoalan ini sebenarnya bisa diantisipasi sejak awal. Idealnya, sebelum program diluncurkan harus ada kepastian pendanaan dan mekanisme pencairan yang jelas. Transparansi penggunaan anggaran juga mutlak diperlukan untuk mencegah penumpukan utang. Sayangnya, niat baik membantu masyarakat justru dikelola dengan cara yang tidak profesional.

Dampaknya pun semakin luas. Selain memutus akses masyarakat terhadap makanan bergizi, kasus ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap program bantuan sosial. Vendor catering yang dirugikan mungkin akan enggan berpartisipasi dalam program serupa di masa depan. Yang lebih memprihatinkan, masyarakat penerima manfaat justru menjadi korban dari ketidakprofesionalan pengelolaan program.

Evaluasi menyeluruh harus segera dilakukan. Pertama, pemerintah perlu menyelesaikan tunggakan yang ada sebagai bentuk tanggung jawab. Kedua, perlu dibuat mekanisme pengawasan yang ketat untuk program sejenis, termasuk sistem pelaporan real-time. Ketiga, program bantuan sosial seharusnya tidak hanya bersifat karitatif, tetapi juga memberdayakan masyarakat untuk mandiri.

Kasus Kalibata ini harus menjadi pelajaran berharga. Bantuan sosial memang penting, tetapi yang lebih penting adalah sistem pengelolaan yang transparan dan akuntabel. Jangan sampai niat baik membantu rakyat justru berujung pada masalah baru yang lebih rumit. Pemerintah harus belajar bahwa efektivitas program tidak diukur dari seberapa besar dana yang digelontorkan, melainkan dari seberapa baik dana tersebut dikelola untuk manfaat berkelanjutan.

Selain persoalan dana, program ini juga memunculkan pertanyaan lain: apakah bantuan langsung seperti ini solusi jangka panjang, atau justru menciptakan ketergantungan? Selama berjalan, banyak warga yang mengandalkan program ini sebagai sumber makanan utama, tanpa upaya mandiri untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga.

Memang, di situasi darurat, bantuan langsung sangat diperlukan. Namun, jika tidak diiringi dengan program pemberdayaan—seperti pelatihan keterampilan atau bantuan modal usaha—maka masyarakat hanya akan terjebak dalam siklus ketergantungan. Alih-alih menjadi solusi, program ini bisa jadi hanya bersifat sementara dan tidak berkelanjutan.

Terhentinya program makan bergizi gratis di Kalibata seharusnya menjadi pelajaran berharga. Niat membantu masyarakat tidak cukup jika tidak diiringi dengan perencanaan matang, pengelolaan dana yang transparan, dan strategi keberlanjutan. Pemerintah dan pihak terkait harus segera mengevaluasi program ini, menyelesaikan tunggakan, dan memastikan bahwa bantuan sosial di masa depan tidak berakhir dengan cara yang sama.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES