Kopi TIMES

Bahaya Sifat Madzmumah dalam Kehidupan Sehari-hari

Sabtu, 26 April 2025 - 15:55 | 11.99k
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Sifat adalah sesuatu yang melekat pada pribadi individu, ia tidak akan terlepas kecuali ketika individu itu sirna. Karena sifat itu identik dengan sesuatu yang melekat, maka ia akan menjadi bagian dari individualitas seorang dalam kehidupan sosial pada ukuran standar-standar yang digunakan oleh masyarakat untuk menentukan sesuatu.

Terutama pola relasi yang dibangun antar individu, tegaknya kehidupan individual bermuara pada kebaikan sifat individu, tentunya hal ini akan mengejawantah menjadi sesuatu yang nyata, pengejawantahan ini diaplikasikan dalam konteks sosial kehidupan masyarakat.

Advertisement

ika demikian maka sifat-sifat tercela tentu memiliki pengaruh yang buruk dalam kehidupan sosial, karena tatanan-tatanan sosial itu perlu dibangun melalui sifat-sifat yang terpuji.

Dalam sejarah kita pernah menemukan bagaimana Rasulullah membangun suatu masyarakat dengan pondasi moralitas, hal ini tercermin melalui sikap Rasulullah terhadap orang-orang yang berbeda agama, terutama ketika kita membaca perjanjian Madinah atau piagam Madinah kita akan mema-hami secara mendalam bahwa pondasi-pondasi kehidupan bermasyarakat hanya akan tegak apabila dibangun atas dasar sifat-sifat yang terpuji (Sikharja, 2014).

Termasuk dari sunatullah kehidupan yang diberikan oleh Tuhan adalah adanya pluralitas dalam segala sesuatu, bukan berarti Allah tidak mampu untuk menyamakan semua perbedaan, namun memang hal demikianlah yang dikehendaki oleh Tuhan sehingga antara satu dengan yang lain akan saling memenuhi, akan selalu mengisi, dan akan saling memperbaiki.

Fakta pluralitas kehidupan inilah yang harus kita sadari sedari awal, ada dua cara yang digunakan oleh setiap orang untuk mendekati masalah pluralitas itu sendiri, tentu pendekatan ini bukanlah sebuah saran namun penulis akan melakukan deskripsi terkait pengamatan terhadap realitas sosial.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Pertama, pendekatan dogmatis. Pendekatan ini berangkat dari asumsi awal bahwa pluralitas kehidupan mampu dipersatukan dengan cara menyamakan dogma-dogma religius, bentuk, dan berbagai macam cara dan teknik yang bervariasi, misionaris dari golongan Kristen maupun itu dari golongan Islam adalah salah satu cerminan untuk menyatukan pluralitas dengan menggunakan pendekatan dogma. Tetapi dalam hal tersebut ada beberapa kekurangan yang sering kita saksikan, bahwa pendekatan dogmatis dalam menyatukan pluralitas kerap kali dan acap kali masuk ke ranah pemaksaan sehingga hal ini pun tidak sesuai dengan kode etik maupun sifat-sifat yang terpuji.

Kedua, pendekatan religius etik. Pendekatan ini lebih mengutamakan etika dalam menyatukan perbedaan dan pluralitas kehidupan, pendekatan ini sebenarnya berangkat dari asumsi bahwa ada suatu nilai yang mampu diterima oleh setiap individu biarpun mereka berawal dari bermacam-macam latar belakang yang tak sama yaitu adalah etika.

Etika di sini kita artikan sebagai pengejawantahan dari sifat-sifat terpuji, pendekatan religius etik sangat menitikberatkan kepada moralitas kemanusiaan itu sendiri, dalam hal ini misalnya keadilan adalah termasuk dari sifat terpuji (Budiono, 2009).

Keadilan merupakan bagian dari etika, setiap masyarakat yang memiliki perbedaan budaya, ras, dan kultural pasti mengakui adanya keadilan itu sendiri, inilah yang penuh disebut dengan nilai universalitas, suatu nilai yang diakui oleh berbagai macam kalangan, dalam konteks ini menyatukan pluralitas sama halnya dengan menarik benang merah di antara perbedaan-perbedaan itu sehingga kita mampu menyatu bersama tanpa harus berbenturan satu sama lain.

Dari paparan di atas serta uraian-uraian terkait masalah pendekatan-pendekatan yang kerap kita saksikan, tentu kita akan mengambil satu bentuk kesimpulan di antara kedua pendekatan tersebut, manfaat serta fungsi dari sifat-sifat terpuji itu akan tercermin ketika kita berhadapan dengan berbagai macam latar belakang yang tak sama sehingga kehidupan sosial akan menjadi sebuah kehidupan yang dinamis serta koheren dengan segala perbedaan yang ada.

Fungsi terbesar kedatangan Rasul adalah salah satunya adalah untuk menyempurnakan sifat-sifat terpuji serta menghilangkan sifat-sifat tercela, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak akhlak yang baik", maka dari itu pengajaran akhlak terpuji ialah salah satu cara untuk menyukseskan misi kenabian Muhammad itu sendiri, menciptakan tatanan sosial yang stabil peserta seimbang harus dibangun dengan pondasi yang kuat, pondasi yang paling kokoh dalam membangun kehidupan sosial masyarakat untuk kestabilan sosial adalah mengaplikasikan sifat-sifat yang baik dan menjauhi sifat-sifat yang buruk. 

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES