Kopi TIMES

Anak di Luar Nikah: Menembus Batas Stigma dan Keadilan

Sabtu, 03 Mei 2025 - 19:41 | 18.62k
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Fenomena anak yang lahir di luar pernikahan resmi kembali menjadi sorotan publik. Data dari Pengadilan Agama Bojonegoro menunjukkan bahwa pada tahun 2024, terdapat 395 anak yang mengajukan dispensasi kawin, dengan 72 di antaranya karena hamil di luar nikah. Fenomena serupa juga terjadi di Ponorogo, di mana 191 anak mengajukan dispensasi kawin, sebagian besar karena kehamilan di luar nikah. ​

Kasus-kasus ini mencerminkan realitas sosial yang kompleks, di mana anak-anak lahir dari hubungan yang tidak diakui secara hukum negara. Mereka sering kali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan akta kelahiran, hak waris, dan perlindungan hukum lainnya. Padahal, mereka adalah korban dari keadaan, bukan pelaku.​

Advertisement

Status hukum anak di luar nikah telah mengalami perkembangan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Putusan ini menyatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan memiliki hubungan perdata dengan ibu dan ayah biologisnya, sepanjang dapat dibuktikan secara ilmiah. Artinya, anak tersebut berhak atas nafkah, warisan, dan perlindungan hukum dari kedua orang tuanya. ​

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Namun, pandangan ini berbeda dengan hukum Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa Nomor 11 Tahun 2012 menyatakan bahwa anak hasil zina hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya. Anak tersebut tidak memiliki hak waris, perwalian, dan nafkah dari ayah biologisnya. ​

Perbedaan pandangan ini menimbulkan kebingungan di masyarakat, terutama dalam hal pencatatan kelahiran dan hak-hak keperdataan anak. Di satu sisi, hukum negara memberikan pengakuan dan perlindungan, sementara di sisi lain, norma agama dan sosial masih memandang anak di luar nikah dengan stigma negatif.​

Terlepas dari perdebatan hukum dan agama, penting untuk menegaskan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan dan kasih sayang. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.​

Anak-anak yang lahir di luar nikah tidak boleh didiskriminasi atau diperlakukan berbeda hanya karena status kelahiran mereka. Mereka berhak atas identitas, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari kekerasan dan eksploitasi.​

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa hak-hak anak terpenuhi tanpa memandang status hukum orang tuanya. Ini termasuk memberikan kemudahan dalam pencatatan kelahiran, akses terhadap layanan publik, dan perlindungan hukum dari segala bentuk diskriminasi.​

Stigma terhadap anak di luar nikah masih kuat di masyarakat. Mereka sering kali dijauhi, diolok-olok, atau bahkan dianggap sebagai aib keluarga. Stigma ini tidak hanya melukai perasaan anak, tetapi juga menghambat perkembangan psikologis dan sosial mereka.​ Untuk mengatasi hal ini, perlu ada edukasi dan kampanye publik yang menekankan bahwa anak di luar nikah adalah korban, bukan pelaku. Masyarakat harus diajak untuk lebih empati dan menerima mereka sebagai bagian dari komunitas.​

Selain itu, lembaga pendidikan dan keagamaan perlu memberikan pemahaman yang seimbang antara hukum negara dan nilai-nilai agama, sehingga tidak terjadi diskriminasi terhadap anak di luar nikah.​ Anak di luar nikah adalah realitas sosial yang tidak bisa diabaikan. Mereka berhak atas perlindungan, kasih sayang, dan kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang. Perbedaan pandangan antara hukum negara dan agama tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan hak-hak anak. Sebaliknya, perlu ada sinergi antara keduanya untuk menciptakan sistem yang adil dan manusiawi.​ Mari kita menembus batas stigma dan memberikan ruang bagi anak di luar nikah untuk hidup dengan martabat dan harapan. (*)

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES