
TIMESINDONESIA, MALANG – Kementerian Agama (Kemenag) baru-baru ini mengumumkan rencana untuk mengadakan kursus calon pengantin sebagai syarat sebelum menikah. Kebijakan ini menuai berbagai tanggapan dari masyarakat, mulai dari dukungan hingga kritik.
Namun, di balik pro dan kontra tersebut, Kemenag memiliki alasan kuat yang mendasari rencana ini. Tujuannya adalah untuk membekali calon pengantin dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam membangun keluarga harmonis dan tangguh. Dalam konteks masyarakat yang semakin kompleks, kursus calon pengantin diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengurangi permasalahan rumah tangga, seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, dan ketidakharmonisan keluarga.
Advertisement
Salah satu alasan utama Kemenag mengusulkan kursus calon pengantin adalah tingginya angka perceraian di Indonesia. Data dari Mahkamah Agung menunjukkan bahwa angka perceraian di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Banyak perceraian terjadi karena kurangnya pemahaman pasangan tentang tanggung jawab pernikahan, komunikasi yang buruk, dan ketidaksiapan mental dalam menghadapi konflik rumah tangga. Dengan mengikuti kursus calon pengantin, pasangan diharapkan dapat memahami hak dan kewajiban dalam pernikahan, serta memiliki keterampilan untuk menyelesaikan masalah secara sehat dan konstruktif.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Selain itu, Kemenag juga melihat bahwa banyak pasangan yang menikah tanpa persiapan yang matang, baik secara finansial, emosional, maupun spiritual. Pernikahan sering kali dipandang sebagai sekadar acara seremonial, tanpa mempertimbangkan tanggung jawab besar yang menyertainya. Kursus calon pengantin dirancang untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang makna pernikahan dalam Islam, termasuk pentingnya niat yang tulus, kesiapan finansial, dan keselarasan visi hidup antara calon suami dan istri. Dengan demikian, pasangan dapat memasuki kehidupan pernikahan dengan persiapan yang lebih matang dan realistis.
Alasan lain yang mendasari kebijakan ini adalah upaya untuk mengurangi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). KDRT masih menjadi masalah serius di Indonesia, dengan banyak kasus yang tidak terlaporkan karena stigma sosial dan ketidaktahuan korban tentang hak-hak mereka. Melalui kursus calon pengantin, Kemenag berharap dapat memberikan pemahaman tentang pentingnya menghormati pasangan, menghindari kekerasan fisik maupun verbal, dan membangun hubungan yang saling mendukung. Pasangan juga akan diajarkan tentang hak dan kewajiban suami-istri dalam Islam, sehingga dapat menciptakan hubungan yang seimbang dan adil.
Kursus calon pengantin juga diharapkan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan pemahaman tentang kesehatan reproduksi dan keluarga berencana. Banyak pasangan muda yang kurang memahami pentingnya perencanaan keluarga dan dampaknya terhadap kesejahteraan rumah tangga. Dengan memberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, Kemenag berharap dapat mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi oleh ibu dan anak, serta membantu pasangan dalam merencanakan jumlah dan jarak kelahiran anak sesuai dengan kemampuan mereka. Hal ini sejalan dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga Indonesia.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Di sisi lain, kebijakan ini juga mendapat dukungan dari berbagai kalangan, termasuk tokoh agama dan praktisi keluarga. Mereka berpendapat bahwa kursus calon pengantin dapat menjadi langkah preventif untuk mengurangi permasalahan rumah tangga yang sering terjadi. Dengan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan, pasangan diharapkan dapat menghadapi tantangan pernikahan dengan lebih siap dan bijaksana. Selain itu, kursus ini juga dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang untuk membangun generasi yang lebih baik, karena keluarga yang harmonis akan melahirkan anak-anak yang sehat secara fisik, mental, dan spiritual.
Namun, tidak sedikit juga yang mengkritik kebijakan ini. Beberapa pihak berpendapat bahwa kursus calon pengantin dapat menjadi beban tambahan bagi masyarakat, terutama dari segi biaya dan waktu. Mereka khawatir bahwa kebijakan ini akan membuat proses pernikahan menjadi lebih rumit dan mahal, sehingga dapat mengurangi minat masyarakat untuk menikah secara resmi. Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa kursus ini akan dijadikan sebagai syarat administratif yang kaku, sehingga mengurangi esensi dari pernikahan itu sendiri.
Menanggapi kritik tersebut, Kemenag menegaskan bahwa kursus calon pengantin tidak dimaksudkan untuk mempersulit proses pernikahan, melainkan untuk memberikan manfaat yang lebih besar bagi pasangan dan masyarakat. Kemenag juga berencana untuk menyelenggarakan kursus ini secara fleksibel, baik dari segi waktu maupun biaya, sehingga dapat diakses oleh semua kalangan. Selain itu, materi kursus akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat, dengan melibatkan berbagai pihak, seperti tokoh agama, psikolog, dan ahli keluarga.
Dalam perspektif Islam, pernikahan adalah ikatan suci yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Rasulullah SAW bersabda, "Nikahilah perempuan yang penyayang dan subur, karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku di hadapan para nabi pada hari kiamat." (HR. Abu Dawud). Hadits ini mengajarkan bahwa pernikahan bukan hanya tentang hubungan antara suami dan istri, tetapi juga tentang tanggung jawab untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah (tenang, penuh cinta, dan kasih sayang). Kursus calon pengantin diharapkan dapat menjadi sarana untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut.
Rencana Kemenag untuk mengadakan kursus calon pengantin adalah langkah yang patut diapresiasi. Meskipun masih menuai pro dan kontra, kebijakan ini memiliki potensi besar untuk mengurangi permasalahan rumah tangga dan membangun keluarga yang harmonis. Dengan persiapan yang matang, pasangan dapat memasuki kehidupan pernikahan dengan penuh keyakinan dan tanggung jawab. Semoga kursus calon pengantin ini dapat menjadi langkah awal untuk menciptakan generasi yang lebih baik dan memperkuat pondasi keluarga Indonesia. ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |