
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah atau lembaga pendidikan sering kali memunculkan dampak yang berbeda bagi berbagai lapisan masyarakat. Salah satu contoh nyata dari ketimpangan yang timbul akibat kebijakan adalah kebijakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di kampus-kampus di Indonesia.
Kebijakan ini memengaruhi akses pendidikan bagi sebagian mahasiswa, di mana hanya sebagian orang yang mampu untuk melanjutkan pendidikan mereka, sementara yang lain harus terpaksa berhenti karena ketidakmampuan finansial.
Advertisement
Filsuf Yunani kuno, Aristoteles, dalam karyanya Nicomachean Ethics dan Politics, mengajukan konsep keadilan yang relevan untuk memahami permasalahan ini. Menurut Aristoteles, keadilan berarti memberikan setiap orang sesuai dengan haknya.
Dalam konteks kebijakan UKT, kenaikan biaya kuliah yang tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi mahasiswa dapat dianggap sebagai kebijakan yang tidak adil, karena tidak semua orang mampu untuk membayar biaya kuliah yang semakin tinggi.
Aristoteles membedakan dua jenis keadilan: keadilan distributif dan keadilan korektif. Keadilan distributif mengacu pada pembagian sumber daya yang adil berdasarkan kebutuhan dan kontribusi seseorang terhadap masyarakat.
Dalam hal ini, kebijakan UKT yang meningkat tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa dari keluarga kurang mampu dapat dianggap sebagai ketidakadilan distributif.
Kenaikan tersebut menciptakan ketimpangan, di mana mahasiswa yang kurang mampu terhambat untuk melanjutkan pendidikan mereka, sementara yang lebih mampu tetap bisa mengakses pendidikan tinggi.
Sementara itu, keadilan korektif adalah keadilan yang berusaha mengoreksi ketidakseimbangan atau kerugian yang timbul akibat ketidakadilan. Dalam konteks kebijakan UKT, hal ini bisa diterapkan dengan memberikan opsi penyesuaian UKT berdasarkan kemampuan finansial orang tua mahasiswa atau dengan memperkenalkan lebih banyak beasiswa untuk mahasiswa yang kurang mampu. Kebijakan seperti ini akan membantu mengoreksi ketidakadilan yang tercipta akibat kenaikan UKT yang tidak merata.
Sebagai contoh, banyak mahasiswa yang terpaksa berhenti kuliah karena tidak mampu membayar UKT yang tinggi, padahal mereka telah berusaha keras untuk dapat masuk ke perguruan tinggi. Kebijakan yang memperhatikan kondisi ekonomi mahasiswa akan lebih mencerminkan prinsip keadilan yang diajukan oleh Aristoteles.
Misalnya, universitas bisa menerapkan sistem UKT yang dapat disesuaikan dengan penghasilan orang tua mahasiswa, sehingga mereka yang kurang mampu tetap dapat melanjutkan pendidikan mereka.
Melihat lebih jauh, kebijakan pendidikan di Indonesia harus mengutamakan akses yang setara bagi semua lapisan masyarakat. Kenaikan UKT yang tidak memperhatikan latar belakang ekonomi mahasiswa justru memperburuk ketimpangan sosial.
Sebagai solusinya, pemerintah dan lembaga pendidikan bisa merancang kebijakan yang lebih inklusif, seperti memberikan subsidi biaya pendidikan bagi mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu atau memperbanyak peluang beasiswa untuk mereka.
Secara keseluruhan, kebijakan pendidikan yang adil harus bisa memberikan akses pendidikan tinggi bagi semua kalangan tanpa melihat status ekonomi. Pendekatan yang berbasis pada prinsip keadilan distributif dan korektif akan memastikan bahwa semua mahasiswa.
Terlepas dari latar belakang mereka, memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. Kebijakan yang adil seperti ini akan menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan dapat mengurangi ketimpangan sosial di masyarakat.
Dalam hal ini, kebijakan yang baik adalah kebijakan yang tidak hanya menguntungkan sebagian orang dan merugikan yang lainnya, melainkan yang dapat memberikan manfaat yang merata bagi seluruh masyarakat.
Kebijakan pendidikan yang memperhatikan kemampuan ekonomi mahasiswa adalah langkah menuju keadilan yang lebih besar, sejalan dengan pandangan Aristoteles tentang keadilan yang tidak hanya memberikan distribusi yang adil, tetapi juga memperbaiki ketidakseimbangan yang ada.
***
*) Oleh : Muhammad Zidan Ramdani, Mahasiswa Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |