Program Beasiswa Santri Berprestasi dalam Lintasan Sejarah

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Duapuluh tahun yang lalu tepatnya tahun 2005, sebuah gagasan besar, yang di inisiasi oleh Ahmad Qadri Abdillah Azizy, Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam (Ditjen Bagais), lahir. Memberikan akses kepada kaum santri untuk mengenyam Pendidikan Tinggi S1 untuk mengambil sains dan teknologi.
Ditjen Bagais menggandeng Institut Pertanian Bogor (IPB) agar para santri se-Indonesia mengambil studi ilmu-ilmu pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan, tata ruang, bahkan sebagian diantaranya ilmu statistika. Pada saat yang sama, dengan UIN Jakarta para santri diarahkan untuk studi pada Pendidikan Dokter dan Kesehatan Masyarakat.
Advertisement
Dari Bogor dan Jakarta inilah lembaran baru, cerita kaum santri kuliah dengan beasiswa dimulai. Berangkat dari keragu-raguan kaum intelektual PT, kini mereka yakin akan kemampuan santri studi pada ilmu-ilmu selain Islamic Stidies.
Sang Dirjen meyakini, kaum santri mampu untuk studi pada ilmu-ilmu sains dan teknologi, hanya saja, akses yang dimiliki sangat terbatas, termasuk pembiayaan. Digagasnya program beasiswa tersebut awalnya mendapat tantangan serius, kini semua mengakui dan dianggap sebagai program yang brilliant.
Kehadiran negara menjadi sangat penting pada komunitas pondok pesantren. Karena kyai, ustadz dan santri telah berjasa ikut mewujudkan Indonesia merdeka. Memanggul bambu runcing dan senjata seadanya, yang berpadu padan dengan semangat kebangsaan, buah dari teologi pesantren.
Ketulusan kalangan pondok pesantren berjuang sejak Indonesia merdeka sampai saat ini, memasuki revolusi industry 4.0 dan society 5.0, menjadi tauladan. Mereka tidak ingin dibalas jasanyanya, tetapi negaralah yang harus hadir melalui pelbagai layanan kebijakan dan program-programnya.
Tema negara hadir pada komunitas pesantren tersebut, dirumuskan dengan sangat apik oleh Kementerian Agama, dengan nama Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB). Melalui Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren (Pekapontren), yang kini berubah menjadi Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Pdpontren), PBSB dianggap berhasil, tidak hanya meningkatkan akses tetapi sekaligus mutu pondok pesantren.
Tiga Latar
Setidaknya ada tiga hal yang melatar belakangi lahirnya PBSB, sebagai perahu para santri mengarungi dunia intelektual yang kala itu masih langka. Dunia baru, keilmuan baru dan tradisi baru yang kini mereka sandang sebagai mahasiswa di kiampus umum.
Pertama, menebus dosa sejarah negara atas komunitas pondok pesantren. Istilah menebus dosa sejarah saya kutip dari Drs. KH. Maftuh Basyuni Menteri Agama kala itu, saat Halaqah 500 Kiai Pesantren dengan Civitas Akademika UGM Jogjakarta.
Menurut Maftuh, negara berhutang dan mungkin berdosa, karena belum memberikan balasan atas jerih payah atas peran kyai, ustadz dan santri merebut Indonesia Merdeka dari tangan penjajah.
“Kini saatnya kita (pemerintah) menebus dosa Sejarah, agar komunitas pesantren duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan anak bangsa lainnya di negeri ini”, demikian ungkapnya kala itu.
Halaqah Kiai Pesantren itu menjadi tonggak sejarah, dibukanya kerjasama Kementerian Agama dengan UGM dalam bentuk pemberian beasiswa santri untuk studi ke UGM. Rektor kala itu Sofyan Effendi menyambut baik ajakan Pak Maftuh membuka jalan lempang ke surga.
“Pak Sofyan apakah panjenengan ingin masuk surga dengan jalan yang lempang? Terimalah kaum santri belajar di UGM insya Alloh menjadi jalan yang lempang ke surga”, demikian kata Pak Rektor mengutip ajakan Pak Maftuh.
Kedua, mengejar ketertinggalan kalangan pondok pesantren pada sains dan teknologi, yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan. Sains dan teknologi menjadi pra syarat terbangunnya tata kehidupan yang bahagia dan sejahtera.
“Semua rukun Islam dari mulai syahadat hingga haji membutuhkan dukungan sains dan teknologi, dan santri harus mengambil peran ini”, kata Dr. Imam Safe’i, M.Pd orang yang sejak awal menjadi bidan lahirnya PBSB bersama Dr. Amin Haedari, M.Pd Direktur Pekapontren dan Dr. Rohadi Abdul Fatah, M.Ag Kasubdit Kerjasama Kelembagaan dan Pengembangan Potensi Pontren kala itu.
Bijak bestari sering menyemangati kita dengan kata-kata Mutiara yang sangat terkenal: “Dengan ilmu hidup menjadi mudah, dengan agama hidup menjadi terarah dan dengan seni hidup menjadi indah”.
Para santri dari pelbagai pesantren se-Nusantara dijaring melalui seleksi yang ketat, untuk mengambil program studi sains dan teknologi. Karena dengan ilmu tersebut sumber daya alam pesantren dan juga SDM pesantren akan dapat dikelola dengan baik. Hadirnya lapisan dari kaum intelektual pesantren ini menjadi dambaan semua orang.
Ketiga, PBSB akan mencetak profil sarjana berkarakter sekaligus professional. Melalui pemberian beasiswa di PTU Ternama di Indonesia seperti IPB, UGM, ITS, UNAIR, UI, ITB dan UIN maka akan lahir tenaga-tenaga yang professional di bidangnya sekaligus memiliki karakter yang kuat.
Berpadunya antara moralitas dan karakter di satu sisi dengan kecakapan professional di sisi yang lain, yang dimiliki kaum santri, akan mengubah dunia. Dimulai dari pesantren, digodok dalam kawah candradimuka perguruan tinggi maka manfaatnya akan dirasakan tidak hanya oleh pesantren sendiri, tetapi oleh bangsa Indonesia dan dunia.
Nelson Mandela pejuang Afrika Selatan pernah mengatakan pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan itu Anda dapat mengubah dunia. Bilik kecil tempat menghafalkan bait-bait imriti dan alfiyah akan berubah ke dalam dunia modern di kampus-kampus dengan menghafalkan rumus-rumus fisika, kimia dan statistika.
Kini para muassis PBSB telah tiada dan sebagian sudah pensiun. Tinggal satu dua yang masih menjabat di Kemenag. Tugas para pendahulu telah selesai, kini tinggal kita yang meneruskan untuk memaknai PBSB dengan lebih baik lagi. Cerita Panjang dan berliku, kini menjadi kenangan yang bernilai bagi generasi selanjutnya.
PBSB Kini
Lahirnya Pusat Pembiayaan Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (PUSPENMA), sebuah lembaga di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Agama melalui Sekretaris Jenderal, menjadi babak baru pengelolaan beasiswa pada Kemenag termasuk PBSB.(PMA 33 Tahun 2024).
Transformasi manajemen kelembagaan dari semula PBSB ditangani oleh Direktorat Pdpontren melalui PMU Dana Abadi Pesantren (DAP), kini secara manajerial ditransformasikan ke dalam Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) yang di kelola oleh PUSPENMA Setjen Kementerian Agama.
Dalam masalah pendanaan, yang semula dengan anggaran Rupiah Murni termaktub dalam DIPA-APBN Ditjen Pendidikan Islam, kini melalui anggaran Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) buah dari Beasiswa Kolaboratif antara LPDP-Kemenag.
Transformasi tersebut juga menyentuh aspek SDM. Para pengelola PBSB yang semula berlatar belakang dari Ditjen Pendidikan Islam, kini ditangani oleh SDM dari PUSPENMA, yang insya Alloh bukan orang baru, tetapi personil lama pada Ditjen Pendis sebagai pengelola, kini melanjutkan lagi dalam lembaga baru.
Tentu dengan lahirnya UU Pesantren, akan semakin memperkuat proses pengembangan pondok pesantren yang diarahkan pada tiga matra. Pesantren sebagai pengembangan keagamaan (tafaqquh fiddin), pondok pesantren sebagai lembaga pengembangan pendidikan dan pesantren sebagai pengembangan social kemasyarakatan (social transformation). Salah satunya melalui penguatan layanan pembiayaan beasiswa.
Secara teknis PUSPENMA akan terus berkolaborasi dengan Direktorat Pdpontren Ditjen Pendidikan Islam, untuk melakukan pemetaan kebutuhan SDM. Melalui BIB Kemenag akan dihasilkan sumber daya manusia yang benar-benar dibutuhkan oleh pondok pesantren, Kementerian Agama dan Indonesia.
Pada saat yang sama, perlunya dukungan kebijakan dan penganggaran yang cukup agar hajat strategis komunitas pesantren, dapat berjalan dengan baik. Demikian kilas balik sejarah tentang PBSB, sebagai sejarah yang brillian, karena harus kita teruskan.
Saya akhiri dengan pesan dari seorang penulis kontroversial, Robert A. Heinlein: “Generasi yang mengabaikan sejarah tidak memiliki masa lalu dan tidak memiliki masa depan".
***
*) Oleh : Dr. H. Ruchman Basori, Kepala Pusat Pembiayaan Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (PUSPENMA) Sekretariat Jenderal, Kementerian Agama RI.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |