
TIMESINDONESIA, JEMBER – Saat ini, perbincangan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali mencuat. Meski telah lama diusulkan, pengesahannya oleh DPR RI belum juga terealisasi. Namun, RUU ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah 2025–2029.
Tulisan ini akan mengulas RUU tersebut dari sudut pandang keadilan dan politik. Belakangan ini, berbagai kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik terus terungkap dan menjadi sorotan media. Hal ini menunjukkan perlunya regulasi yang kuat untuk menanggulangi korupsi secara efektif.
Advertisement
Perspektif Keadilan
Keadilan harus ditegakkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, diperlukan aturan yang mengikat untuk menangani kasus-kasus korupsi di Indonesia. RUU Perampasan Aset bertujuan memberikan efek jera kepada para koruptor yang merugikan negara dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
RUU ini memungkinkan negara merampas aset hasil tindak pidana korupsi tanpa harus menunggu putusan pidana, terutama dalam kasus di mana tersangka meninggal dunia, melarikan diri, atau tidak dapat ditemukan.
Hal ini sejalan dengan Pasal 54 ayat (1) huruf c UNCAC 2003, yang mendorong negara untuk memiliki regulasi komprehensif dalam perampasan aset tanpa melalui mekanisme pidana.
Perspektif Politik
Di sisi lain, RUU Perampasan Aset dapat menjadi alat politik baru bagi penguasa oligarki untuk menjatuhkan lawan politik, baik di sektor politik, industri, maupun pemerintahan. Namun, setiap keputusan memiliki risiko. Oleh karena itu, semua pihak harus berkomitmen untuk menegakkan ketegasan dan kebenaran.
Diperlukan sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga penegak hukum untuk memastikan bahwa RUU ini tidak disalahgunakan. Integritas para hakim yang berwenang mengadili juga harus diuji kembali agar tidak mudah tergoyahkan oleh materi.
RUU Perampasan Aset harus segera disahkan dengan aturan yang tepat sasaran, sehingga tidak dimanfaatkan oleh pihak berkepentingan untuk memperkuat kekuasaan mereka. Regulasi ini bertujuan untuk mengamankan dan meminimalisir korupsi yang hingga kini belum dapat diatasi dengan baik di Indonesia.
Masyarakat, pegiat media sosial, dan aktivis keadilan harus bersatu menyuarakan pengesahan RUU ini untuk menjerat para koruptor yang merusak tatanan dan kepercayaan publik. Jika pengawasan terhadap hal ini hilang, negara akan terus menjadi alat untuk memperkaya diri sendiri, tersembunyi di balik jabatan-jabatan yang seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat.
Penulis berharap sila kelima Pancasila, yaitu "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia," benar-benar terwujud dan terlaksana dengan baik. Hukum di Indonesia terbentuk karena adanya kejahatan dan kesadaran sosial bahwa negara memerlukan aturan baku untuk menjadi negara yang berkeadilan dan berperikemanusiaan.
Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi negara maju dan bermartabat, serta disegani oleh negara-negara lain. Jika RUU Perampasan Aset segera disahkan, diharapkan korupsi dapat diberantas hingga tuntas di bumi Indonesia. Salam keadilan untuk Indonesia maju.
***
*) Oleh : Muhtar Hanafi, S.H., Lulusan Hukum Ekonomi Syariah di Universitas Islam Negeri kh. Ahmad siddiq Jember.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |