Kopi TIMES

Nikmat Terbesar Adalah Anugerah Iman dan Islam

Selasa, 20 Mei 2025 - 15:33 | 10.52k
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Kita bersyukur kepada Allah Swt. sebagai makhluk ciptaan dan hamba yang terpilih. Bagaimana tidak? Ada lebih dari 7 miliar manu sa di dunia ini dan, dari sekian miliar umat manusia itu, umat yang beragama Islam tidak sampai setengahnya. Dan, alhamdulilah dari sekian banyak umat manusia, Allah memilih kita, memberikan hidayah taufik kepada kita sehingga kita menjadi muslim.

Selanjutnya, kita juga sangat bersyukur kepada Allah Swt. karena bukan sekadar Islam secara zahir atau sekadar Islam KTP. Lebih dari itu, Allah juga menganugerahkan kemantapan, keimanan, dan keyakinan kepada kita. Faktanya, ada beberapa orang yang mengaku Islam, tetapi malas melakukan salat dan sering melanggar syariat karena kurang mantap serta masih ragu dengan kebenaran Allah dan Rasulullah saw.

Advertisement

Kita juga bersyukur kepada Allah Swt. karena dianugerahi al-baladil amin (negara yang aman). Banyak bangsa lain yang memang mereka Islam dan iman, namun, lantaran negara mereka sedang bergejolak dan perang saudara, mereka saling membunuh sesama anak bangsa, saling membunuh sesama muslim sekalipun; akhirnya mereka tidak bisa Jumatan, hari ini mereka mungkin tidak dapat melaksanakan salat Idul adha, termasuk tidak bisa menikmati daging kurban, tidak bisa mendi-dik anak-anaknya di madrasah, di pesantren, dan yang lain.

Kita patut dan harus bersyukur kepada Allah Swt. karena bangsa Indonesia dianugerahi semua itu. Allah memberikan kita Islam dan iman. Lebih dari itu, kita juga dianugerahkan nikmat aman, al-baladil amin. Andai negara kita perang saudara, tentu segala aktivitas menjadi serba sulit, makan akan sulit, bekerja sulit, mendidik anak juga sulit, dan Jumatan pun sulit.

Sebagai contoh, kita meyakini bahwa tawasul itu boleh, diajarkan dan disunahkan oleh Rasulullah saw. Dan ternyata memang itu yang diajarkan Rasulullah saw. Keterangan ini dapat di lihat dalam kitab Shahih Bukhari no. 1009 dan 1010. Kemudian, kita meyakini bahwa zikir jahr (keras) atau wiridan bakda salat itu boleh, bahkan sunah.

Namun, sebagian orang yang di luar Ahlussunnah wal Jamaah, pada-hal beragama Islam, justru mengharamkan itu. Bagaimana ajaran Nabi Muhammad saw.? Dalam hadis sahih Bukhari di kitab Fathul Bari hal. 324 diriwayatkan bahwa dari dulu Nabi dan para sahabat berzikir bakda salat dan dibaca keras sebagaimana yang telah kita amalkan hingga saat ini.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Alhamdulilah, kita menjadi muslim yang Ahlussunnah wal Jamaah, kita meyakini bahwa membaca al-Fatihah dengan basmalah. Ada beber-apa orang di luar golongan Ahlussunnah wal Jamaah tidak mau memb-aca basmalah. Bagaimana Rasulullah saw.? Rasul senantiasa mengeras-kan bacaan basmalah. Golongan Ahlussunnah wal Jamaah terbiasa menggunakan terbang atau rebana dalam momentum tertentu. Sebab, hal ini memang digemari oleh Rasulullah saw.

Dalam riwayat hadis Bukhari no. 4001 diterangkan bahwa ketika ada perempuan-perempuan di Madinah sedang memukul rebana, Nabi pun menikmati, senang, dan mendengarkannya. Akhir-akhir ini, semua itu ada tantangan. Dalam berislam, ada tantangan Kristenisasi; dalam menjalankan syariat Islam, ada tantan-gan paham liberalisme; dalam menjaga negara ada tantangan dari kaum radikal. Kita harus mampu menjaga semua itu. Dan, harus mau mengor-bankan apa pun demi menjaga iman, Islam, dan negara yang aman ini.

Ibadah kurban disyariatkan untuk mengingatkan sekaligus memberi pelajaran bagi kita. Oleh karena itu, kita harus mau dan berani berkorban. Kita harus mau kehilangan sesuatu, demi menjaga dan mempertahankan sesuatu yang lebih mahal itu, yakni iman, Islam, akidah Ahlussunnah wal Jamaah.

Orang di luar Islam, demi mempertahankan keyakinan yang sejat inya keliru, mau berkorban. Orang di luar Ahlussunnah wal Jamaah demi mempertahankan, menyebarkan, dan memperjuangkan ajaran-nya yang sejatinya juga menyimpang, mereka mau berkorban. Akankah kita sebagai pengikut ajaran Islam yang murni, kita yakin benar, lalu kita enggan berkorban? Oleh karenanya, kita harus berkor-ban, meskipun sedikit. Misalnya, membelikan pulsa atau kuota untuk anak-anak kita yang sedang belajar daring. Apa pun bentuk pengorba-nan yang dilakukan untuk tujuan menjaga iman dan Islam serta akidah Ahlussunnah wal Jamaah.

Kita mesti mau berkorban, baik dengan jumlah sedikit maupun banyak untuk mengeluarkan harta demi lingkungan kita. Mungkin ada tetangga atau anak yatim yang butuh bantuan, kalau bukan kita yang membantu, khawatir mereka akan dibantu orang yang beragama lain, atau berakidah lain, akhirnya si yatim dan si miskin itu mengikuti akidah atau agama lain itu lantara kita tidak mau berkorban.***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES