Menjadi Influencer Tak Cukup Bermodal Kamera dan Follower

TIMESINDONESIA, MALANG – Fenomena influencer semakin mendominasi ruang digital. Banyak yang tergoda untuk masuk ke dunia ini karena menjanjikan popularitas dan peluang ekonomi. Namun, menjadi influencer bukanlah perkara sepele yang cukup diselesaikan dengan kamera canggih dan jumlah pengikut yang fantastis. Di balik layar ponsel, ada proses panjang yang menuntut konsistensi, kredibilitas, dan etika.
Salah satu kekeliruan yang sering terjadi adalah fokus berlebihan pada angka pengikut. Memang, follower bisa menjadi indikator awal keberhasilan, tetapi bukan segalanya. Pengaruh tidak dibangun dari jumlah semata, melainkan dari kepercayaan yang ditanamkan secara berkelanjutan. Pengikut akan tetap setia jika merasa terhubung secara emosional dan percaya pada nilai yang dibawa oleh influencer tersebut.
Advertisement
Membangun persona digital menjadi langkah awal yang penting. Setiap individu memiliki keunikan, dan itulah yang seharusnya dijadikan kekuatan. Persona bukan sekadar citra buatan, melainkan refleksi dari kepribadian, kebiasaan, atau keahlian yang dikemas secara konsisten di media sosial. Keaslian menjadi aset utama yang membedakan antara influencer yang berpengaruh dengan mereka yang sekadar viral sesaat.
Namun, persona saja tidak cukup. Komunikasi dua arah dengan audiens adalah elemen penting dalam membangun komunitas. Banyak yang hanya fokus mengunggah konten, lalu berhenti di sana. Padahal, interaksi—seperti membalas komentar, menyapa pengikut, atau menanggapi kritik—adalah bentuk apresiasi yang dapat meningkatkan engagement secara alami. Interaksi menciptakan hubungan yang lebih personal dan mendorong loyalitas audiens.
Terkait jenis konten, tidak ada formula tunggal yang pasti berhasil. Setiap influencer perlu memahami niche atau segmen pasar yang ingin dituju. Kejelian dalam membaca minat audiens akan menentukan apakah konten yang dibuat relevan atau justru tenggelam di tengah banjir informasi. Untuk itu, perencanaan menjadi penting. Penggunaan kalender konten bisa membantu menjaga konsistensi dan meminimalkan kebingungan saat merancang strategi komunikasi.
Sementara itu, iklan berbayar (ads) memang bisa mempercepat penyebaran konten, tetapi bukanlah satu-satunya jalan. Dalam banyak kasus, konten yang menyentuh secara emosional, edukatif, atau inspiratif justru lebih efektif menarik perhatian tanpa harus mengandalkan promosi berbayar. Iklan bisa habis dalam sehari, tetapi nilai dan kedekatan emosional dengan audiens bisa bertahan lebih lama.
Yang tak kalah penting adalah soal etika. Dunia digital seringkali abu-abu dalam hal batasan moral. Banyak yang tergoda mengambil jalan pintas—meniru, memprovokasi, atau menyebarkan informasi yang belum tentu benar—demi mendapatkan atensi. Padahal, tanpa etika, semua pencapaian digital bisa runtuh hanya karena satu kesalahan. Etika menjadi pondasi dalam membangun pengaruh yang bertanggung jawab.
Influencer, pada akhirnya, bukan hanya soal menjadi terkenal, tapi juga soal menjadi panutan. Apa yang diunggah, diucapkan, dan disebarkan akan dikonsumsi oleh ribuan, bahkan jutaan orang. Maka, tanggung jawab moral harus berjalan seiring dengan popularitas. Kreativitas boleh tanpa batas, tapi tetap harus berpijak pada adab.
Menjadi influencer bukan tentang seberapa sering muncul di layar orang lain, tapi seberapa dalam pengaruh yang ditinggalkan. Jika dunia digital adalah panggung, maka kredibilitas dan etika adalah naskah yang tak boleh diabaikan.
***
*) Oleh : Arum Martikasari, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Rizal Dani |