Kopi TIMES

Wacana Pensiun ASN 70 Tahun

Senin, 26 Mei 2025 - 12:34 | 14.39k
Heru Wahyudi, Dosen di Prodi Administrasi Negara Universitas Pamulang.
Heru Wahyudi, Dosen di Prodi Administrasi Negara Universitas Pamulang.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, TANGERANG – Wacana menaikkan batas usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) hingga 70 tahun tengah jadi perbincangan hangat. Usulan resmi ini datang dari Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) melalui surat kepada Presiden, DPR, dan Menteri PANRB, tertanggal 15 Mei 2025. 

Alasannya? Jumlah harapan hidup orang Indonesia terus meningkat. Menurut data BPS 2024, usia rata-rata wanita adalah 74,21 tahun, dan usia rata-rata pria yakni 70,32 tahun.

Advertisement

Korpri menilai, sudah saatnya usia pensiun ASN disesuaikan. Tak hanya demi keadilan biologis, selebihnya untuk membuka ruang lebih luas bagi pengembangan keahlian dan karier ASN, khususnya di jabatan fungsional utama. Jika ASN masih sehat, produktif, dan dibekali pengalaman mumpuni, mengapa harus pensiun dini?

Dalam usulannya, Korpri membagi usia pensiun berdasarkan jenjang jabatan. Sebagian besar pejabat pimpinan tinggi utama disarankan untuk pensiun pada usia 65 tahun, madya 63 tahun, pratama 62 tahun, administrator dan pengawas 60 tahun. Yang paling mencolok: pejabat fungsional ahli utama bisa bertahan hingga 70 tahun.

Tentu saja, banyak yang melihat ini sebagai peluang strategis. Bagi ASN yang sudah lama mengabdi dan memiliki kompetensi tinggi, perpanjangan masa kerja bukan sekadar angka. Setidaknyahal ini soal bagaimana negara menghargai SDM yang sudah dibina selama puluhan tahun.

Pertama, perpanjangan masa kerja memberi napas baru untuk karier ASN, khususnya mereka di jalur fungsional yang kerap terbentur formasi piramida. Banyak ASN harus “pensiun di puncak” padahal masih punya tenaga dan keahlian. Padahal, investasi negara untuk pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi mereka tak sedikit.

Kedua, ini bisa menjadi solusi bagi kebutuhan birokrasi akan pengalaman. Di tengah gelombang transformasi digital dan tantangan global, kehadiran ASN berpengalaman tetap urgen. Konsistensi dan keberlanjutan pelayanan publik juga lebih terjaga dengan tenaga senior yang kompeten.

Ketiga, usulan ini bisa jadi jawaban atas keresahan post power syndrome yang sering menghantui ASN pasca pensiun. Masa transisi menuju kehidupan baru tak selalu mudah, apalagi bagi mereka yang hidupnya sangat melekat dengan peran di pemerintahan. Masa kerja yang lebih panjang bisa memberi ruang persiapan mental dan sosial yang lebih baik.

Sekalipun, tentu saja, masa kerja lebih panjang juga idealnya dibarengi dengan peningkatan kualitas kerja. Jangan sampai malah jadi zona nyaman bagi yang tidak produktif. Hal ini sejatinya jadi momentum menguatkan meritokrasi dan pelayanan publik.

APBN Tekor

Tapi, mari realistis. Menambah usia pensiun jelas membawa implikasi fiskal yang tak kecil. Di satu sisi, ini memang bisa menunda pembayaran pensiun. Tapi di sisi lain, dengan jumlah ASN yang mencapai jutaan, beban jangka panjangnya tetap vital.

Data Kemenkeu menyebut, belanja pensiun terus naik. Bahkan sudah melebihi belanja modal negara, meningkat dari 50 triliun pada tahun 2010 menjadi 164,4 triliun pada tahun 2024. Ditaksir, pada 2029 jumlah penerima pensiun tembus 4,2 juta orang. Tanpa reformasi sistem, pada 2050 beban pensiun bisa melonjak ke Rp540 triliun!

Pensiun ASN sepenuhnya dibiayai oleh APBN, sehingga sistem saat ini masih bergantung pada skema pay-as-you-go. Pastinya ini jadi sinyal soal urgensi reformasi ke skema fully funded, yaitu sistem dana pensiun berbasis iuran antara ASN dan negara. Tanpa itu, risiko fiskalnya terlalu besar.

Kebijakan Adaptif, Tapi Jangan Tergesa

Secara regulasi, saat ini usia pensiun ASN memang berjenjang, diatur dalam PP 17/2020 dan UU ASN 2023. Usia pensiun bervariasi antara 58 hingga 65 tahun, tergantung jabatan. Sudah jelas bahwa usulan Korpri membutuhkan perubahan, terutama untuk jabatan fungsional utama.

Kendati, revisi regulasi ini mesti berbasis kajian yang intens. Kekuatirannya ada di soal regenerasi birokrasi dan seleksi yang tidak berbasis kompetensi. Bila masa kerja diperpanjang tanpa asesmen selektif, bisa terjadi stagnasi jabatan. 

Dari kacamata hukum administrasi negara, kebijakan pensiun bukan hanya soal usia, setidaknya tentang bagaimana negara mengelola SDM secara adil dan efisien. Usulan memperpanjang usia pensiun hingga 70 tahun sah saja, asal dibarengi prinsip meritokrasi dan efisiensi birokrasi.

Jangan sampai negara membayar pegawai yang tak lagi produktif, sementara ASN muda kehilangan kesempatan naik jenjang. Kebijakan ini bisa jadi peluang emas untuk menguatkan birokrasi atau malah jadi beban baru jika tak dikelola dengan tepat.

***

*) Oleh : Heru Wahyudi, Dosen di Prodi Administrasi Negara Universitas Pamulang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

 

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES