Kopi TIMES

Lima Maklumat Ansor Jatim, Jaga Marwah Ulama NU

Selasa, 27 Mei 2025 - 14:32 | 59.68k
H Musaffa Safril, Ketua PW GP Ansor Jawa Timur.
H Musaffa Safril, Ketua PW GP Ansor Jawa Timur.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Dalam Mukadimah Peraturan Dasar Gerakan Pemuda (GP) Ansor dinyatakan secara tegas bahwa kelahiran dan perjuangan Gerakan Pemuda Ansor merupakan bagian yang tak terpisahkan dari upaya dan cita-cita Nahdlatul Ulama untuk berkhidmat kepada perjuangan bangsa menuju terwujudnya masyarakat yang demokratis, adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. 

Artinya, eksistensi GP Ansor, berikut dengan Barisan Ansor Serbaguna (Banser), bertali-temali bahkan melekat dengan entitas di atasnya: Nahdlatul Ulama. 

Advertisement

Secara organisatoris, GP Ansor dan Banser senantiasai memegang teguh mandat historis untuk menjaga keutuhan bangsa dan martabat ulama, terutama para kiai NU yang menjadi panutan umat. 

Bagi GP Ansor dan Banser, menjaga kehormatan Nahdlatul Ulama merupakan bagian integral dari upaya menjaga stabilitas sosial dalam dinamika kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara. 

GP Ansor dan Banser bukan sekadar “pasukan” pengamanan bagi Nahdlatul Ulama atau ulama-ulama Ahlussunnah wal Jama’ah. GP Ansor dan Banser adalah penjaga warisan, pemelihara tradisi, dan pengawal para ulama warotsatul anbiya’. 

Oleh sebab itu, GP Ansor dan Banser tidak dapat membiarkan para ulama, terlebih pimpinan atau pemegang otoritas tertinggi di Jam’iyyah Nahdlatul Ulama, marwah dan martabatnya dihinakan bahkan dicaci-maki tanpa adab. 

Sebagaimana beredar video ceramah salah satu ormas Perjuangan Walisongo Indonesia-Laskar Sabilillah (PWI-LS) beberapa waktu lalu yang menyinggung Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar. 

Dalam video tersebut, oknum pendakwah dari ormas PWI-LS tersebut menuduh Rais Aam PBNU telah menabrak syariat Islam dan menggiring opini untuk memprovokasi publik. Tentu ini adalah pernyataan yang keji. 

Hujatan terhadap sesepuh NU tidak hanya menyalahi etika, melaikan juga keluar dari akhlak keulamaan yang selama ini menjadi standar moral dan tradisi yang dijunjung tinggi oleh para nahdliyyin. Mencintai ulama dan ahlul bait (habaib, syarif, sayyid) merupakan tradisi NU. 

GP Ansor dan Banser menyadari betul bahwa perbedaan adalah rahmat Allah Swt: ikhtilaf al-aimmah rahmah. Perbedaan pendapat dalam hal-hal yang bersifat furu’ adalah sesuatu yang wajar dan bahkan bisa jadi memberikan bermanfaat lebih bagi umat Islam.

Dalam tradisi ilmiah dan keorganisasian, perbedaan menjadi hal yang biasa. Namun mencaci maki sesepuh, apalagi tokoh sekelas Rais Aam PBNU, KH. Miftachul Akhyar, tidak dapat dibenarkan dan bukan bagian dari tradisi NU.

Provokasi dan tindakan nir-etika ditambah lagi dengan klaim dari ormas PWI-LS yang selama ini masih mengaku-mengaku sebagai bagian dari Nahdlatul Ulama. 

Padahal, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah resmi menerbitkan aturan tentang Penegasan Posisi Perangkat Perkumpulan NU yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor: 3391/PB.01/A.II.10.44/99/01/2025 pada 7 Januari 2025. 

Dalam Surat Edaran tersebut jelas dan tegas bahwa ormas PWI-LS bukan bagian dari Nahdlatul Ulama dan sanad-nya tidak bersambung (terputus) dengan arah perjuangan Nahdlatul Ulama.

Oleh karena itu, GP Ansor dan Banser yang dalam sejarah pendirinnya bukan semata-mata sebagai organisasi paramiliter, tetapi sebagai manifestasi dari semangat keislaman yang berpijak pada prinsip-prinsip nasionalisme dan tradisi keulamaan. 

GP Ansor dan Banser bukan milik individu atau kelompok tertentu. Ia adalah alat perjuangan NU untuk menjaga stabilitas umat, keamanan pesantren, dan ketertiban masyarakat dari berbagai ancaman, baik fisik maupun ideologis. 

Loyalitas GP Ansor dan Banser sejak awal adalah kepada ulama NU, khususnya kepada Rois Am sebagai pemimpin tertinggi dalam struktur keulamaan. Ketika loyalitas itu mulai goyah, maka arah perjuangan GP Asnor dan Banser pun terancam menyimpang.

Saya tadi menyebut, GP Ansor dan Banser bukanlah sekadar pasukan pengamanan. Tugas utamanya adalah menjaga warisan, tradisi, dan pengawal para ulama sebagai Warasatul Anbiya’. Sebab, dalam tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah yang dipegang teguh oleh NU, ulama memiliki kedudukan istimewa. 

Mereka bukan hanya pengajar agama, tetapi penjaga moralitas umat, penuntun arah hidup masyarakat, dan pengawal spiritual bangsa. Maka menjaga ulama adalah bagian dari menjaga agama dan peradaban.

Rois Am PBNU bukan sekadar jabatan struktural, tetapi posisi moral dan spiritual tertinggi dalam struktutal Jam’iyyah NU. Menyerang Rois Am berarti merusak kesatuan umat dan memecah wibawa ulama. 

GP Ansor dan Banser harus berdiri paling depan dalam menghadapi kelompok-kelompok yang ingin meruntuhkan otoritas keulamaan NU, baik secara fisik, wacana, maupun simbolik.

Keterlibatan kader-kader GP Ansor dan Banser dengan organisasi apapun yang menyerang otoritas keulamaan NU merupakan bentuk pengkhianatan terhadap khittah perjuangan. 

Kader GP Ansor dan Banser harus senantiasai waspada terhadap infiltrasi dan tidak tergoda oleh narasi-narasi keras serta upaya mobilisasi emosi umat yang hanya berujung pada menebar kebencian terutama kepada para ulama. 

Oleh sebab itu, saya selaku Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur menyerukan dan menginstruksikan kepada seluruh kader GP Ansor dan Baser se-Jawa Timur untuk: 

Pertama, Kembali ke khittah perjuangan. Kita harus selalu ingat sumpah dan niat awal saat menjadi bagian dari kader GP Ansor dan Banser. Bahwa, setiap langkahmu adalah untuk membela ulama, menjaga pesantren, dan merawat NKRI.

Kedua, Jauhi kelompok yang memecah belah umat seperti PWI-LS. Kader GP Ansor dan Banser tidak perlu terlibat, apalagi fanatik terhadap kelompok yang mencaci maki Rais Aam PBNU. Tak ada perjuangan suci yang lahir dari kedurhakaan terhadap ulama.

Ketiga, Rawat tradisi, jaga adab. Kader GP Ansor dan Banser harus menjadi garda terdepan dalam menjaga adab kepada ulama. Kita tidak boleh tergoda oleh narasi keras dan ajakan konfrontatif yang hanya menebar kebencian.

Keempat, Tingkatkan loyalitas kepada NU dan para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah. Perkuat kembali ikatan batin dan struktural dengan NU. 

Kelima, Tegakkan komando dan disiplin organisasi. Jangan bergerak di luar garis intruksi dan komando organisasi. GP Ansor dan Banser adalah entitas disiplin. Menjunjung tinggi arahan dari pimpinan organisasi serta selalu menjaga kesatuan barisan.

Terakhir, kader GP Ansor dan Banser adalah penjaga warisan para kiai. Jangan biarkan warisan itu direbut atau dihancurkan oleh kelompok yang tak memahami nilai-nilainya. Jalan kita adalah jalan pengabdian, bukan jalan kekuasaan atau ambisi pribadi. 

Jalan kita adalah jalan para santri, jalan pengikut ulama, bukan jalan para pembangkang yang merasa lebih tahu dari guru-gurunya. Mari kita bersatu kembali, menegakkan komando, dan menjaga marwah ulama NU dengan sepenuh hati.

***

*) Oleh : H. Musaffa Safril, Ketua PW GP Ansor Jawa Timur.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim. 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES