Kopi TIMES

Menyoal 100 Hari Subandi-Mimik untuk Sidoarjo

Senin, 02 Juni 2025 - 16:14 | 92.39k
Nanang Haromain, Institute Research Public Development (IRPD).
Nanang Haromain, Institute Research Public Development (IRPD).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SIDOARJO – Tanggal 30 Mei 2025 menandai 100 hari pertama kepemimpinan Bupati Sidoarjo Subandi dan Wakil Bupati Mimik Idayana. Momentum ini menjadi sorotan publik, sebagaimana lazimnya tradisi penilaian awal terhadap kinerja kepala daerah di berbagai daerah di Indonesia.

Tradisi “100 Hari Kerja” sebenarnya bukan konsep baru. Ia berakar dari sejarah politik Amerika Serikat, tepatnya pada masa Presiden Franklin D. Roosevelt pada 1933, yang kala itu meluncurkan berbagai program darurat pasca-depresi besar. 

Advertisement

Seiring waktu, gagasan ini ditiru banyak negara, termasuk Indonesia. Di era reformasi, konsep ini mulai dipopulerkan oleh presiden dan kepala daerah sebagai bentuk komitmen awal menjalankan program-program prioritas.

Di Indonesia, meski tidak memiliki dasar hukum dalam sistem ketatanegaraan, tradisi 100 hari kerja telah menjadi semacam “lagu wajib” dalam dunia politik. Ia digunakan sebagai tolok ukur publik untuk menilai keseriusan pemimpin dalam merealisasikan janji-janji kampanye dan menangani persoalan mendesak di masyarakat.

Lebih dari Sekadar Seratus Hari

Namun, menjadikan 100 hari kerja sebagai satu-satunya parameter dalam menilai keberhasilan atau kegagalan kepala daerah, tentu perlu disikapi secara bijak.

Durasi 100 hari sejatinya merupakan waktu yang sangat pendek dalam siklus pemerintahan lima tahunan—yang setara dengan 1.824 hari masa jabatan. Dampak dari sebuah kebijakan publik tidak selalu dapat dirasakan dalam hitungan minggu atau bulan. Bahkan, beberapa program membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menunjukkan hasil yang signifikan.

Karena itu, menilai berhasil atau gagalnya seorang kepala daerah hanya dari 100 hari kerjanya berisiko menyesatkan arah kebijakan. Kepala daerah bisa saja terjebak pada program-program populis jangka pendek demi mengejar simpati publik, alih-alih merancang kebijakan yang berkelanjutan dan berpihak pada kepentingan jangka panjang masyarakat.

Menjaga Arah, Mendengar Kritik

Dalam konteks ini, Bupati Subandi dan Wakil Bupati Mimik Idayana diharapkan mampu menjaga arah kepemimpinannya sesuai dengan visi besar yang telah mereka usung sejak awal: Menata Desa, Membangun Kota.

Visi ini bukan sekadar slogan, melainkan komitmen untuk mewujudkan Sidoarjo sebagai kota metropolitan yang inklusif, berdaya saing, sejahtera, dan berkelanjutan.

Komitmen tersebut disampaikan dalam pidato penyambutan keduanya di Pendopo Kabupaten Sidoarjo pada Senin (3/3/2025), saat memulai hari pertama masa tugas mereka sebagai kepala daerah.

Namun, komitmen saja tidak cukup. Dalam negara demokratis, peran masyarakat sebagai kekuatan pengontrol kebijakan menjadi sangat penting. Catatan kritis dari warga harus dilihat sebagai bentuk partisipasi publik, bukan sebagai serangan terhadap pemerintah. 

Justru melalui masukan-masukan tersebut, kepala daerah bisa mengukur efektivitas program dan memastikan adanya transparansi serta akuntabilitas dalam pelaksanaan kebijakan.

Refleksi Bukan Evaluasi Akhir

Seratus hari pertama pemerintahan Subandi-Mimik idealnya menjadi ruang refleksi: apa yang sudah dikerjakan, apa yang belum, dan apa yang perlu diprioritaskan. Refleksi ini juga menjadi bekal bagi pemimpin daerah untuk mengkonsolidasikan program, menyusun roadmap kebijakan jangka menengah-panjang, serta membangun komunikasi yang kuat dengan publik.

Rakyat Sidoarjo tentu berharap, di sisa lebih dari 1.700 hari masa jabatan ke depan, duet kepemimpinan ini mampu menunjukkan arah yang jelas dan konsisten. Bukan hanya menyelesaikan pekerjaan rumah di bidang infrastruktur, pengangguran, dan pelayanan publik, tetapi juga membangun tata kelola pemerintahan yang inklusif, partisipatif, dan adaptif terhadap perubahan zaman.

Karena pada akhirnya, keberhasilan kepala daerah tidak hanya ditentukan oleh seberapa cepat ia bekerja, tetapi seberapa tepat arah dan seberapa besar dampak yang ia tinggalkan bagi masyarakat.

***

*) Oleh : Nanang Haromain, Institute Research Public Development (IRPD).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES