Tinjauan Kritis Kasus 1200 Visa Haji Furoda Ditolak Arab Saudi

TIMESINDONESIA, MALANG – Sekitar 1.200 calon jamaah haji asal Indonesia melalui skema haji furoda (haji mandiri) dilaporkan gagal berangkat karena visa mereka tidak kunjung keluar dari Pemerintah Arab Saudi. Kejadian ini menimbulkan kekecewaan besar, tidak hanya bagi jamaah yang sudah mempersiapkan diri secara finansial dan spiritual, tetapi juga bagi biro perjalanan haji (BPIH) yang mengurus proses administrasi mereka.
Lantas, apa sebenarnya penyebab visa haji furoda tidak keluar, bagaimana dampaknya bagi berbagai pihak, dan upaya apa yang bisa dilakukan untuk mencegah masalah serupa di masa depan?
Advertisement
Penyebab utama tidak terbitnya visa haji furoda umumnya terkait dengan kebijakan kuota dan regulasi ketat dari Pemerintah Arab Saudi. Setiap tahun, Arab Saudi menetapkan kuota haji untuk setiap negara, termasuk Indonesia. Kuota ini dibagi menjadi dua skema: haji reguler (melalui Kementerian Agama RI) dan haji furoda (mandiri melalui biro travel). Masalah muncul ketika jumlah pendaftar haji furoda melebihi kuota yang disediakan, sementara proses seleksi oleh otoritas Saudi seringkali tidak transparan.
Selain itu, ada beberapa faktor teknis yang menyebabkan visa tertunda atau ditolak, antara lain: ketidaklengkapan dokumen, kesalahan data, atau perubahan kebijakan mendadak dari Arab Saudi. Misalnya, pada tahun ini, Arab Saudi menerapkan verifikasi lebih ketat terhadap jamaah haji furoda, termasuk pemeriksaan kesehatan dan latar belakang keuangan. Banyak jamaah yang tidak memenuhi persyaratan ini sehingga visa mereka tertahan atau dibatalkan.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Faktor lain adalah ketidaksesuaian antara slot penerbangan dan ketersediaan akomodasi di Arab Saudi. Beberapa biro travel dikabarkan menjual paket haji sebelum memastikan slot visa dan hotel, sehingga ketika kuota penuh, jamaah terpaksa gagal berangkat.
Bagi jamaah, gagalnya pemberangkatan haji tentu menjadi pukulan finansial dan emosional. Mereka sudah mengeluarkan biaya puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk persiapan haji, termasuk pembayaran paket travel, vaksinasi, dan perlengkapan ibadah. Selain itu, banyak jamaah yang sudah mengambil cuti dari pekerjaan atau bahkan menjual aset untuk memenuhi biaya haji. Ketika visa tidak keluar, uang mereka sulit dikembalikan sepenuhnya karena biro travel biasanya sudah mengeluarkan biaya operasional.
Sementara bagi biro travel, masalah ini merusak reputasi dan berpotensi menimbulkan konflik hukum. Jamaah yang merasa dirugikan bisa melaporkan biro travel ke pihak berwajib dengan tuduhan penipuan atau wanprestasi. Beberapa biro travel juga terancam sanksi dari Kementerian Agama jika terbukti lalai dalam mengurus dokumen jamaah.
Di tingkat bilateral, insiden ini bisa memengaruhi hubungan Indonesia dan Arab Saudi sebagai mitra haji. Selama ini, Indonesia dikenal sebagai salah satu penyumbang jamaah haji terbesar dunia, sehingga ketidakpastian visa bisa mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem haji furoda. Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini berpotensi memicu pembatasan kuota atau regulasi lebih ketat dari Arab Saudi di masa depan.
Menyadari besarnya dampak masalah ini, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri telah mengambil beberapa langkah. Pertama, Kemenag berkoordinasi dengan otoritas Arab Saudi untuk meminta kejelasan alasan penolakan visa dan memperjuangkan opsi tambahan kuota jika memungkinkan. Kedua, pemerintah mengimbau biro travel untuk lebih transparan dalam menyampaikan risiko kepada calon jamaah, termasuk kemungkinan visa tidak keluar.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Selain itu, Kemenag juga meningkatkan pengawasan terhadap biro travel, terutama yang sering bermasalah dalam pengurusan visa. Beberapa travel yang terbukti lalai bisa terkena sanksi, mulai dari teguran hingga pencabutan izin. Pemerintah juga memfasilitasi mediasi antara jamaah dan biro travel untuk penyelesaian refund atau penjadwalan ulang pemberangkatan. Di sisi diplomasi, KBRI Riyadh aktif memantau perkembangan kebijakan haji Arab Saudi dan memberikan informasi terkini kepada calon jamaah di Indonesia. Upaya ini diharapkan bisa meminimalkan kesalahpahaman dan membantu jamaah mempersiapkan dokumen dengan lebih baik.
Agar masalah serupa tidak terulang, keterbukaan informasi sejak awal antara calon jamaah dan biro travel menjadi kunci. Jamaah harus menyadari bahwa haji furoda memiliki risiko lebih tinggi dibanding haji reguler, termasuk kemungkinan visa tidak keluar. Sementara itu, biro travel wajib menjelaskan secara jujur tentang proses seleksi visa yang tidak sepenuhnya bisa dikendalikan, serta memberikan opsi refund atau penggantian paket jika visa gagal terbit.
Selain itu, calon jamaah disarankan untuk memilih biro travel yang terdaftar resmi di Kemenag dan memiliki rekam jejak baik. Kemudian memastikan dokumen lengkap dan valid, termasuk paspor, sertifikat vaksin, dan bukti finansial serta juga mempersiapkan rencana cadangan, seperti asuransi perjalanan atau kesepakatan tertulis dengan biro travel mengenai pengembalian dana.
Di sisi lain, biro travel harus menghindari praktik overbooking dan lebih selektif dalam menerima jamaah. Mereka juga perlu bekerja sama dengan pihak Saudi untuk memastikan kuota dan akomodasi benar-benar tersedia sebelum menjual paket.
Kasus gagalnya 1.200 visa haji furoda menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan pengawasan, sementara biro travel harus meningkatkan transparansi dan profesionalisme. Bagi calon jamaah, penting untuk memahami risiko haji mandiri dan mempersiapkan diri sebaik mungkin. Dengan kerja sama dan komunikasi yang baik, diharapkan masalah serupa bisa diminimalkan di masa depan, sehingga ibadah haji bisa berjalan lancar tanpa menimbulkan kerugian bagi siapa pun.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |