
TIMESINDONESIA, MALANG – Hikmah dan pelajaran yang diberikan oleh Nabi Ibrahim dalam mengarungi keteguhan iman merupakan gambaran bahwa esensi dalam menjalani kehidupan ini tidak lain adalah kalibrasi diri atas ujian demi ujian yang Allah berikan.
Peristiwa Nabi Ibrahim yang harus meninggalkan Bunda Siti Hajar dan anaknya Ismail yang masih bayi ditempat yang tidak ada kehidupan disitu merupakan ujian terberat yang bisa jadi tidak ada orang yang bisa mengemban ujian tersebut selain beliau. Perintah Allah SWT untuk menyembelih Ismail anak kesayangannya yang telah ditinggal lama, juga merupakan ujian, ujian bagi Nabi Ibrahim, ujian bagi Ismail, ujian bagi Bunda Siti Hajar.
Advertisement
Peristiwa Idul Adha atau yang biasa dikenal dengan hari raya Qurban merupakan penggalan peristiwa sejarah yang pernah ada dalam perjalanan kehidupan manusia. Sebuah peristiwa bersejarah dan sebuah pelajaran yang patut kita pelajari dan ambil hikmahnya menjadi sikap perilaku bagi kita dalam menjalani hari-hari kehidupan.
Seorang psikolog berkebangsaan Amerika Serikat Profesor Angela Duckworth menterjemahkan dalam sebuah teorinya tentang hal ini yang berjudul “Grit”. Menurutnya jalan sukses, bahagia dan berhasil bagi seseorang itu bukan ditentukan oleh bakat alami yang diturunkan secara genetis, akan tetapi kekuatan passion dan kekuatan kegigihanlah yang menjadi penentu bagi keberhasilan seseorang.
Kesuksesaan adalah kegigihan dan gairah yang membara untuk meraih tujuan atau cita-cita dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karenanya, untuk mencapai kesuksesan dibutuhkan stamina seperti orang yang berlari marathon bukan stamina layaknya orang yang berlari sprint.
GRIT itu adalah “Guts” yang berarti nyali atau keberanian, “Resiliency” yang berarti sikap mental kembali bangkit ketika gagal atau jatuh, “Intensity” yang berarti kekuatan yang menyala secara terus menerus dan fokus pada tujuan, “Tenacity” yang berarti kegigihan terus menerus apapun yang terjadi sampai berhasil.
Keempat sikap mental inilah kira-kira wujud dari visualisasi hikmah dari hari raya Qurban, hari raya yang bukan hanya menjadi ritualisme menyembelih hewan Qurban, namun menjadi pelajaran bagi kita semua tentang hakikat dan makna mendalam yang tersirat dalam peristiwa tersebut.
Perjalanan ketangguhan iman yang dilakoni oleh Nabi Ibrahim AS sejak beliau diperintahkan untuk meninggalkan istrinya tercinta dan putranya Ismail tersayang ditengah padang pasir yang tidak ada kehidupan disana merupakan iman dan kesabaran yang diberikan Allah SWT.
Tidak hanya itu, perintah Allah SWT untuk menyembelih Ismail putra kesayangannya yang telah lama ditinggalkan yang menjadi satu-satunya harapan juga merupakan kalibrasi iman dan kesabaran yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim, Istrinya dan anaknya Ismail itu sendiri.
Seolah dari peristiwa ini Allah SWT ingin memberikan pelajaran dan pesan, bahwa kita semua yang terlahir sebagai mahkluk ciptaan Allah memiliki fungsi dan peran fundamental untuk menjalankan semua apa yang diperintahkan-Nya, namun yang juga harus difahami bahwa kasih sayang dan karunia Allah itu begitu luas, seluas langit dan bumi, bagi manusia yang terus memiliki kesabaran, keberanian, ketabahan, dan semangat serta optimisme.
Hari raya qurban yang juga digunakan untuk menggenapi dan memungkasi perjalanan ibadah Haji ini juga syarat akan makna. Ibadah haji adalah ibadah akumulasi dari ketangguhan iman seseorang, karena bukan hanya kesiapan iman dan islam, namun kesiapan mental dan finansial yang juga dipertaruhkan. Tahapan demi tahapan dalam rukun ataupun sunnah ibadah haji adalah rangkaian perjalanan yang penuh makna, yang sekaligus menjadi kalibrasi akan keberanian, resiliency, intensity dan tenacity.
Idul Adha dan Ibadah Haji mengajarkan kepada kita tentang perjuangan, pengorbanan, keteguhan, kesetiaan dan kesabaran. Sebagaimana yang Allah SWT Firmankan dalam Al-Quran surat Baqarah Ayat 155 ; “Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar”.
Ibadah Haji mengajarkan bahwa memiliki mentalitas baja, karakater kuat, kinerja hebat dan kompetensi terbaik merupakan syarat bagi sebuah tujuan dan cita-cita. Sekaligus isyarat bahwa kita jangan menjadi generasi yang lemah. Idul Adha mengajarkan bahwa tidak ada yang perlu dibuat sedih, karena begitu luas dan bermakna setiap takdir yang diberikan oleh Allah SWT.
Allah SWT berfirman “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
QS. Al-An’am[6]:162
Usia harapan hidup kita tidak panjang hanya 77 tahunan, waktu kita tidak banyak untuk menumpuk amal ibadah dan kebaikan, maka menjadikan setiap penggal waktu, jam, hari yang kita miliki untuk memperbanyak deposito amal adalah hal yang harus kita lakukan.
Bahwa ujian itu pasti ada dan menyertai dalam perjalana hidup ini sebagai bahan uji seberapa sabar dan tangguh diri ini agar memiliki kelayakan untuk menaiki tangga baru dan level baru dalam pencapaian dan kesuksesan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 286 bahwa “Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya”. Hal yang sama juga ditegaskan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi bahwa “Manusia dengan cobaan terberat adalah para nabi, lalu yang semisalnya, dan yang semisalnya, masing-masing diuji sesuai kadar imannya. Barang siapa kuat imannya maka berat ujiannya, dan barang siapa lemah imannya maka ringan ujiannya. Semua orang pasti akan diuji sehingga gugur dosa-dosanya”.
Ditengah situasi ekonomi yang sepi, PHK dimana-mana, daya beli turun, ekonomi melemah, kesusahan hidup semakin tidak terbendung sudah selayaknya kita merenung, mengembalikan kesemuanya pada kekuasaan Ilahi Rabbi.
Bahwa masalah dan cobaan yang menimpa kita hari ini, entah himpitan ekonomi, ataupun masalah yang lainnya harus dimaknai sebagai alat kalibrasi yang Allah design untuk kita, bahwa kita harus yakin cobaan hidup yang sedang menimpa kita, berarti Allah menaruh kepercayaan bahwa kita bisa melewatinya. Mari teladani bagaimana Nabi Ibrahim, bagaimana Nabi Ismail dan bagiamana bunda Siti Hajar memanajemeni semua cobaan tersebut.
Idul Adha mengajarkan kepada kita akan makna pengrobanan dan kekuatan diri, Idul Adha adalah simbol kalibrasi diri, Bahwa kesuksesan dan keberhasilan seseorang bukan ditentukan darimana dan berasal dari siapa kita dilahirkan, akan tetapi perpaduan istimewa antara hasrat (passion) dan kegigihan (perseverence) atau yang disebut dengan grit (ketabahan) adalah yang menentukan seseorang akan sampai pada level keberhasilan dan kesuksesan yang dia harapkan.
***
*) Oleh : Dr. H. Puguh Pamungkas, MM, Presiden Nusantara Gilang Gemilang, Anggota DPRD Jawa Timur.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |