Kopi TIMES

Kepemimpinan Perempuan Transformasi Nyata

Sabtu, 07 Juni 2025 - 22:42 | 9.70k
Raden Siska Marini, Aktivis Pengarustamaan Gender dan Pembangunan Pedesaan.
Raden Siska Marini, Aktivis Pengarustamaan Gender dan Pembangunan Pedesaan.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Diskursus tentang kepemimpinan perempuan telah mengalami pergeseran penting dalam dua dekade terakhir. Jika sebelumnya keberadaan perempuan dalam posisi strategis lebih banyak dibicarakan dalam kerangka representasi—yakni soal angka dan keterwakilan—kini wacana tersebut bergerak menuju substansi: soal efektivitas, keberdayaan, dan kontribusi nyata terhadap perubahan sosial. 

Dalam konteks ini, kepemimpinan perempuan tidak lagi cukup dipahami sebagai simbol emansipasi, tetapi sebagai kekuatan transformasional yang menawarkan pendekatan baru dalam tata kelola dan pelayanan publik.

Advertisement

Berbagai penelitian mendukung pandangan ini. Dalam salah satu studi klasik yang banyak dirujuk, Eagly dan Carli (2003) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan perempuan cenderung lebih kolaboratif, partisipatif, dan transformatif—karakteristik yang terbukti efektif dalam situasi kompleks dan penuh tantangan seperti birokrasi pemerintahan daerah. 

Sementara itu, riset mutakhir seperti yang dipublikasikan dalam Journal of Leadership and Organizational Studies (2020) juga menunjukkan bahwa pemimpin perempuan memiliki kecenderungan lebih tinggi dalam memprioritaskan pembangunan sosial dan keberlanjutan kebijakan publik jangka panjang, dibandingkan dengan orientasi politis jangka pendek.

Fenomena ini dapat dihayati melalui kiprah Wakil Bupati Tangerang, Intan Nurul Hikmah. Meski baru beberapa bulan menjabat, ia telah menunjukkan sinyal kuat bahwa kepemimpinan tidak selalu diukur dari lamanya waktu memerintah, tetapi dari arah dan keberanian mengambil langkah strategis yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. 

Dalam waktu singkat, Kabupaten Tangerang di bawah sinergi kepemimpinannya bersama Bupati berhasil memperoleh tiga penghargaan nasional dalam Digiwara Award 2025, khususnya dalam kategori digitalisasi pelayanan pajak dan penggunaan transaksi nontunai pemerintah daerah. Ini bukan sekadar keberhasilan administratif, melainkan indikator penting bahwa tata kelola publik mulai bertransformasi secara sistemik dan modern.

Namun yang lebih penting dari capaian tersebut adalah bagaimana pendekatan kepemimpinan Intan membentuk ekosistem birokrasi yang lebih responsif, humanis, dan terbuka terhadap inovasi. 

Melalui penguatan program pencegahan stunting berbasis komunitas, ia menempatkan kesehatan ibu dan anak bukan hanya sebagai agenda sektor kesehatan, tetapi sebagai investasi pembangunan jangka panjang. 

Di saat yang sama, ia membuka ruang bagi pemberdayaan pemuda dan olahraga sebagai instrumen pembangunan karakter. Ini mencerminkan pemahaman yang utuh terhadap pembangunan daerah—bukan semata membangun fisik, tetapi memperkuat fondasi sosialnya.

Dalam konteks akademik, kepemimpinan seperti ini bisa dipahami sebagai praktik dari teori “Distributed Leadership”, yakni ketika pemimpin mendistribusikan peran strategis kepada berbagai aktor di sekitarnya untuk menciptakan efek perubahan yang menyeluruh. 

Intan Nurul Hikmah tidak memposisikan diri sebagai satu-satunya penggerak, tetapi membuka jalur dialog dan partisipasi dari aktor-aktor akar rumput—baik melalui organisasi perempuan, pelaku UMKM, hingga anak-anak muda di forum-forum lokal. 

Pendekatan ini memperkuat posisi pemerintah daerah bukan hanya sebagai administrator, tetapi sebagai fasilitator tumbuhnya kepercayaan sosial.

Tentu saja masih terlalu dini untuk menilai seluruh dampak dari masa kepemimpinan Intan Nurul Hikmah. Namun, penting untuk mencatat bahwa keberhasilannya tidak datang dari keberuntungan ataupun retorika belaka. 

Ia dibentuk oleh pengalaman organisasi, jejaring sosial-politik yang terstruktur, serta kapasitas berpikir strategis yang tidak sekadar reaktif terhadap persoalan, tetapi mampu menyusun solusi dalam horizon jangka menengah dan panjang. Ini pula yang membedakan pemimpin yang hadir karena kuota, dengan pemimpin yang hadir karena kapasitas.

Belajar dari kasus ini, menjadi jelas bahwa investasi terhadap kepemimpinan perempuan bukan semata bentuk keadilan sosial, tetapi juga investasi pembangunan. Yang dibutuhkan kini bukan hanya ruang representasi, tetapi kepercayaan publik dan keberanian institusi untuk memberi mandat. 

Sosok seperti Intan bukan hanya simbol keberhasilan, tetapi laboratorium nyata bagi studi kepemimpinan lokal berbasis gender, yang harus terus dikaji, didukung, dan diperkaya.

***

*) Oleh : Raden Siska Marini, Aktivis Pengarustamaan Gender dan Pembangunan Pedesaan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES