
TIMESINDONESIA, NUSA TENGGARA BARAT – Stunting, momok yang menghantui masa depan bangsa, masih menjadi pekerjaan rumah serius di Nusa Tenggara Barat (NTB). Kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis ini bukan sekadar masalah tinggi badan, tapi ancaman nyata terhadap potensi kognitif dan kesehatan anak di masa depan.
Di tengah pesatnya pembangunan, Bumi Gora ditantang untuk memastikan setiap generasi penerus tumbuh optimal dan berdaya saing.
Advertisement
Data yang Bikin Prihatin
Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dirilis Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting nasional menunjukkan angka 21,5%.
Angka ini memang menurun, tapi masih jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 sebesar 14%.
Lantas, bagaimana dengan NTB? Ini yang perlu kita cermati bersama. Data Kemenkes RI menunjukkan bahwa prevalensi stunting di NTB pada tahun 2023 mencapai 25,6%.
Angka ini menempatkan NTB di atas rata-rata nasional, sebuah indikasi bahwa permasalahan stunting di provinsi ini masih signifikan dan menuntut intervensi yang lebih agresif.
Setiap kabupaten dan kota di NTB punya angka stunting yang bervariasi, dipengaruhi oleh kondisi geografis, akses layanan kesehatan, serta tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga tak henti menyuarakan keprihatinan. Anak-anak yang stunting punya risiko tinggi mengalami gangguan perkembangan kognitif, imun tubuh yang lemah, hingga risiko penyakit tidak menular di kemudian hari. Bayangkan dampaknya pada kualitas sumber daya manusia NTB jika masalah ini tak serius ditangani.
Soal Stunting di NTB
Pertama, Akses Pangan Belum Merata. Ketersediaan dan akses terhadap makanan bergizi seimbang, terutama bagi keluarga kurang mampu, masih jadi tantangan.
Kedua, Pola Asuh Kurang Tepat. Banyak orang tua, khususnya ibu, masih minim pengetahuan tentang ASI eksklusif, pemberian MPASI yang benar, dan diversifikasi makanan.
Ketiga, Sanitasi dan Air Bersih. Di beberapa wilayah, akses terhadap sanitasi layak dan air bersih masih terbatas, meningkatkan risiko penyakit infeksi yang memperburuk gizi anak.
Keempat, Kesenjangan Pelayanan Kesehatan. Keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan, tenaga medis, dan layanan antenatal yang komprehensif, terutama di pelosok.
Kelima, Edukasi yang Kurang Masif. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang gizi dan kesehatan anak masih perlu digenjot.
Sinergi dan Inovasi Penanggulangan Stunting
Pemerintah Provinsi NTB, bersama berbagai pihak, telah dan terus berupaya keras. Namun, ini butuh gerak cepat dan kolaborasi menyeluruh. Beberapa inisiatif penting yang harus terus digenjot antara lain:
Pertama, Fokus 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Ini adalah masa emas yang tak bisa diulang.
Intervensi gizi spesifik harus diutamakan: edukasi gizi bagi ibu hamil dan menyusui, suplementasi zat gizi mikro, ASI eksklusif, dan MPASI yang adekuat. Posyandu adalah garda terdepan, harus dioptimalkan.
Kedua, Perbaikan Lingkungan Hidup. Ini bagian dari intervensi gizi sensitif. Peningkatan akses air bersih, sanitasi layak, pengentasan kemiskinan, serta perbaikan kualitas layanan kesehatan ibu dan anak harus jadi prioritas.
Ketiga, Edukasi Tiada Henti. Penyuluhan komprehensif tentang gizi seimbang, pola asuh benar, dan bahaya stunting harus digencarkan lewat berbagai media dan komunitas. Libatkan keluarga secara aktif, bahkan dorong peran ayah.
Keempat, Kolaborasi Multi-Sektor. Dinas Kesehatan tak bisa sendiri. Libatkan Dinas Pertanian, Pendidikan, Sosial, hingga sektor swasta, akademisi, dan tokoh masyarakat. Sinergi ini kunci perluasan jangkauan program.
Kelima, Manfaatkan Teknologi. Sistem informasi kesehatan untuk pemantauan data stunting real-time dan pengembangan aplikasi edukasi gizi bisa mempercepat penanganan.
Keenam, Inovasi Lokal. Mengembangkan pangan lokal kaya gizi sebagai solusi MPASI, serta mendorong program desa bebas stunting dengan partisipasi aktif masyarakat desa.
Penanggulangan stunting adalah investasi besar untuk masa depan NTB. Dengan komitmen kuat dari pemerintah, dukungan penuh dari seluruh masyarakat, serta sinergi yang berkelanjutan, kita optimis dapat mewujudkan NTB yang gemilang dengan generasi anak-anak yang sehat, cerdas, dan bebas stunting.
Mari bersama bergandengan tangan, memastikan setiap tunas bangsa di Bumi Gora tumbuh optimal, menjadi generasi tangguh dan produktif.
***
*) Oleh : dr. Ariska Ayu Wirindri, Sp.A., Dokter Spesialis Anak dan Alumni Universitas Brawijaya.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
___________
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sholihin Nur |