
TIMESINDONESIA, SURABAYA – Perempuan dan anak merupakan kelompok masyarakat yang memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, dan penelantaran. Kerentanan ini disebabkan oleh berbagai faktor struktural, sosial, dan budaya. Perempuan menghadapi hambatan berlapis akibat ketimpangan gender, diskriminasi sosial, dan budaya patriarkis yang masih kuat. Sementara itu, anak-anak—khususnya anak Perempuan —lebih rentan terhadap kekerasan seksual, fisik, maupun psikis, serta berisiko mengalami perlakuan tidak adil dalam pendidikan dan pengasuhan.
Berdasarkan data SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindnugan Anak menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Timur menunjukkan tren yang fluktuatif. Pada tahun 2023, terdapat 972 kasus kekerasan terhadap Perempuan dan 1.531 kasus kekerasan terhadap anak. Pada tahun 2024, terdapat 771 kasus kekerasan terhadap Perempuan dan 1.103 kasus kekerasan terhadap anak.
Advertisement
Bentuk kekerasan yang dominan adalah kekerasan seksual, yang menunjukkan bahwa ruang aman bagi kelompok rentan ini masih sangat terbatas. Selain itu, Salah satu bentuk kekerasan terhadap anak di Jawa Timur adalah perkawinan anak. Hal ini dikarenakan dengan terjadinya perkawinan anak, maka hak-hak anak tidak akan terpenuhi.
Sesuai data dari Pengadilan Tinggi Agama bahwa Angka Dispensasi nikah di Jawa Timur Pada tahun 2019 sebanyak 5.799 kasus naik menjadi 17.214 di tahun 2020, saat UU Perkawinan anak di sahkan yang semula Minimal Usia Perkawinan adalah 16 tahun berubah menjadi 19 Tahun. Sedangkan pada tahun 2021 turun menjadi 17.151 kasus dan tiap tahunnya mengalami penurunan hingga 15.095 kasus di Tahun 2022, serta mengalami penurunan kembali menjadi 12.334 kasus di tahun 2023 dan turun kembali di tahun 2024 dengan 8.753 kasus.
Seiring perkembangan teknologi informasi, anak-anak di Indonesia semakin akrab dengan penggunaan perangkat digital dan aktivitas daring. Berdasarkan studi Disrupting Harm tahun 2022, tercatat bahwa tingkat kepemilikan ponsel pintar di kalangan usia 16–24 tahun mencapai 93,3%, sementara penggunaan media sosial berada pada angka 90,7 %. Ini menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja menjadi pengguna aktif teknologi digital, khususnya selama masa pandemi COVID-19 yang mendorong peralihan aktivitas ke ruang digital, termasuk pembelajaran daring maupun interaksi sosial lainnya.
Namun, pemanfaatan teknologi oleh anak-anak juga membawa potensi risiko yang signifikan. Studi tersebut juga mengungkap bahwa 41% anak dan remaja di Indonesia menyembunyikan usia asli mereka saat online, yang membuat mereka lebih rentan terhadap predator digital dan eksploitasi seksual. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa Indonesia termasuk dalam 10 negara teratas dengan angka kekerasan seksual anak secara daring tertinggi di dunia sejak 2005.
Survei U-Report pada tahun 2019 menemukan bahwa dari 2.777 responden anak muda usia 14–24 tahun, sebanyak 45% mengalami cyberbullying, dengan rincian 49% laki-laki dan 41% perempuan. Selain itu, tiga dari sepuluh anak juga dilaporkan mengalami eksploitasi atau pelecehan seksual online selama pandemi.
Dinamika ini mencerminkan urgensi pembentukan kebijakan daerah yang adaptif terhadap transformasi digital dan potensi ancaman siber terhadap anak. Perlindungan anak di ruang digital tidak hanya mencakup upaya preventif terhadap kejahatan daring, tetapi juga mencakup edukasi literasi digital, penguatan peran orang tua dan sekolah dalam pendampingan penggunaan media digital, serta penyediaan layanan pelaporan dan pemulihan psikososial yang terintegrasi.
Dengan latar tersebut, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur tentang Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak menjadi penting untuk merespons perkembangan risiko berbasis teknologi terhadap anak, sebagai bagian dari pelindungan hak-hak anak secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Regulasi yang saat ini berlaku, yaitu Perda Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan dan Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Sistem Penyelenggaraan Perlindungan Anak, sudah tidak sesuai dengan perkembangan peraturan perundang-undangan dankebutuhan masyarakat, sehingga perlu diganti dengan menggabungkan dalam 1 (satu) Perda tentang Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak. Penggabungan ini didasarkan pada beberapa alasan berikut:
1. Untuk menciptakan sistem perlindungan yang lebih komprehensif, efisien, dan efektif bagi anak-anak dan perempuan di Jawa Timur;
2. Perlindungan terhadap anak harus dilakukan secara berkesinambungan, mengingat siklus hidup anak-anak akan tumbuh menjadi dewasa. Dengan menggabungkan kedua Perda, perlindungan anak dapat diberikan secara berkelanjutan, mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa;
3. Perlindungan Perempuan dan anak tidak hanya fokus pada saat terjadi kekerasan, tetapi juga mencakup upaya pencegahan. Penggabungan kedua Perda memungkinkan pendekatan yang lebih holistik dalam mencegah kekerasan terhadap anak dan Perempuan;
4. Penggabungan 2 Perda akan mengurangi tumpang tindih peraturan dan prosedur, sehingga lebih efisien dalam pelaksanaannya;
5. Anak dan Perempuan korban kekerasan dapat mengakses layanan yang lebih terintegrasi dalam satu tempat, sehingga mempermudah proses penanganan kasus;
6. Memperkuat koordinasi antar lembaga yang terlibat dalam perlindungan Perempuan dan anak, baik pemerintah daerah, lembaga penegak hukum, lembaga layanan sosial, maupun masyarakat sipil. Selain itu, program-program perlindungan yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga dapat disinergikan dengan lebih baik, sehingga upaya perlindungan menjadi lebih efektif;
7. Kekerasan terhadap perempuan dan anak seringkali dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko yang saling terkait. Pendekatan yang lebih holistik akan mempertimbangkan semua faktor tersebut dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus. Selain itu, Korban kekerasan membutuhkan pemulihan secara fisik, psikologis, dan sosial. Dengan penggabungan Perda ini, memungkinkan penyediaan layanan pemulihan yang lebih komprehensif.
8. Bentuk kekerasan terhadap anak dan perempuan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Penggabungan Perda memungkinkan peraturan dan kebijakan perlindungan dapat lebih mudah disesuaikan dengan dinamika tersebut.
9. Dengan kerangka hukum yang lebih terintegrasi, penerapan teknologi informasi dalam sistem perlindungan Perempuan dan anak dapat dilakukan secara lebih efektif.
Di tengah dinamika global dan transformasi digital yang cepat, bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak hanya hadir dalam bentuk fisik, tetapi juga mencakup kekerasan psikologis, ekonomi, hingga kekerasan yang berbasis teknologi informasi.
Ancaman baru seperti cyberbullying, eksploitasi secara daring, dan penyebaran konten bermuatan kekerasan menguatkan urgensi hadirnya kebijakan yang adaptif dan komprehensif untuk menjawab tantangan zaman dan melindungi perempuan dan anak secara optimal di Provinsi Jawa Timur.
Inisiasi perda tentang perlindungan perempuan dan anak ini merupakan wujud dari keseriusan pemerintah dan segenap masyarakat Jawa Timur akan keberlangsungan perempuan dan anak di Jawa Timur.
Perempuan adalah "madrasah pertama" bagi anak-anak dan generasi penerus bangsa dari dalam rumah, dan anak-anak adalah tumpuan harapan akan kemajuan dan keberlangsungan bangsa dimasa yang akan datang. Anak-anak adalah pesan yang kita kirimkan kepada masa depan yang tidak akan kita pernah jumpai, oleh karenanya memberikan perlindungan terbaik bagi mereka dengan lahirnya Perda ini di Jawa Timur merupakan sumbangsih kongkrit akan keberlanjutan masa depan meraka.
Jawa Timur sebagai pemilik jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia menjadi penting untuk menyiapkan dan menjaga dengan baik generasi anak-anak kita, karena baik dan buruknya bangsa ditentutakan oleh kekuatan dan baik buruknya mereka.
***
*) Oleh : Dr. H. Puguh Wiji Pamungkas, MM, Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur FPKS.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |