Urgensi Syariat Islam (Maqashid Al-Syari'ah)

TIMESINDONESIA, MALANG – Menurut buku "Syariah dan Ibadah" ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan utama dari Syariat Islam, yaitu:
1. Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)
Menjaga atau memelihara dalam hal kemaslahatan agama, merupakan hal yang sangat penting dalam keberlangsungan tujuan dari syariat Islam itu sendiri, tanpa adanya pengetahuan dan pembekalan dari agama, memungkinkan banyak diantara manusia yang disorientasi, tentang tujuan hidup dan arti dari kehidupan, betapa banyak orang yang pintar dan kaya tapi tiadalah seseorang itu mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan karena hampa daripada unsur keagamaan.
Advertisement
Adapaun dalam pandangan Agam Islam sendiri telah mengatur dan memberikan arahan dan aturan mengenai konsep hidup, perintah dan ajaran-ajarannya, baik dari konsep ibadah, muamalah, munakahah dan lain sebagainya, tentunya sebagai orang Muslim untuk senantiasa mematuhi dan mengaktualisasikan dalam kehidupannya, pun Islam telah memberikan keleluasaan bagi manusia yang telah dianugerahi akal untuk memilihnya, karena segala perbuatan kelak akan dipertanggungjawabkan.
2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
Demi menjaga agar terlindungi jiwa raganya dari perihal pertumpahan darah, pembunuhan, dan karena agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Yang sebelumnya telah terjadi tindak kriminalitas, peperangan, perselisihan dari berbagai macam suku ataupun bangsa, Oleh sebab itu, dalam agama Islam maka diberlakukanlah hukum-hukum sebab akibat dari suatu perbuatan, yang merupakan suatu bentuk hukum balasan sebagai ganjaran terkait dengan apa yang telah diperbuat.
Dalam hal ini sebagaimana contoh dalam hal qishahs atau pembunuhan. Bagi seseorang yang telah membunuh atau menciderai orang lain akan dibunuh atau diciderai sesuai dengan hal yang telah diperbuat, apalagi zaman dahulu zaman masih penuh dengan kejahiliyahan, kurang dan minimnya pendidikan, sehingga agama mengajarkan agar siapapun yang menyakiti orang lain apalagi sampai membunuh, maka akan dikenakan dengan sanksi yang setimpal, dengan demikian seseorang akan takut dan tidak main hakim sendiri untuk melakukan dan berbuat kejahatan atau kriminalitas (Jarimah) (QS Al-Baqarah [2]: 178).
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan, atau daiat (ganti rugi) telah dibayarkan secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini: "Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara yang baik dan hendaklah (orang yang diberi maaf) membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)" (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulangi dan pembunuh atau pembuat kriminalitas dari beberapa oknum ini akan berpikir ulang untuk membunuh orang lain karena nyawanya sebagai taruhannya. Dengan begitu, jiwa orang yang beriman secara menyeluruh tanpa terkecuali akan terpelihara, dan tiada hukum rimba, yang kuat akan menjadi penguasa, sedangkan yang miskin akan menjadi target daripada kedzaliman, maka sungguh sangat mulia Agama Islam menganjurkan dan membuat aturan tentang itu.
3. Memelihara akal (Hifzh al-'aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah satu cara yang paling utama dalam memelihara akal adalah dengan menghindari dari perbuatan minum khamar (minuman keras) dan judi. Kelihatan secara sekilas, meminum khamar adalah merugikan diri sendiri dan tidak mengganggu orang lain.
Akan tetapi pada hakikatnya ketika seseorang sudah tidak sadar dan mabuk akibat apa yang dikerjakan, maka akal jernihnya akan hilang dari kesadarannya dan akan merusak dan berbuat diluar sadarnya, hal seperti ini akan sangat merusak akal fikiran dan kesehatan seseorang itu sendiri, karena mudhorratnya lebih dominan daripada manfaatnya (QS Al-Baqarah [2] 219).
4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
Dalam syariat Islam telah jelas ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi. Adanya aturan tentang hifdzu an-Nasl ini adalah memberikan kepastian hukum dan legalitas seorang anak atau keturunan kepada siapa dia bernasab, dan seandainya agama tidaklah mengatur akan hal ini tentunya di dunia ini akan terlahir anak-anak yang tak jelas dari mana asal dan keturunannya, dan itu akan merugikan dari pihak perempuan, dan pemerintah itu sendiri.
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran." (QS Al-Baqarah [2]: 221).
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman, karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki bagi siapa saja yang mengambil atau merampas sesuatu yang bukan menjadi hak miliknya (QS Al-Maidah [5]: 38).
Perintah ini merupakan sebuah perhatian bagi manusia, agar tidak mengambil dan merampas sesuatu yang bukan hak mliknya, Dengan demikian Syariat Islam akan memberikan solusi dalam menjaga suasana ketertiban dan keamanan masyarakat terhadap berbagai tindak pidana kriminalitas termasuk pencurian dan perampokan ini. ***
Sumber: Buku “Amaliyah ala Ahlussunah Waljamaah An-Nahdliyah” UNISMA
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |