Kopi TIMES

Relasi Kuasa Dalam Interaksi Sisoal Majikan dan Pekerja Rumah Tangga yang Berbeda Etnik di Kota Bengkulu

Jumat, 18 Juli 2025 - 17:33 | 10.69k
Eni Khairani, Mahasiswa Program Doktor Sosiologi  Universitas Muhammadiyah Malang.
Eni Khairani, Mahasiswa Program Doktor Sosiologi  Universitas Muhammadiyah Malang.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Kenyataan obyektif di Kota Bengkulu menunjukkan, bahwa pekerja rumah tangga masih menggenggam status subordinasi. Pekerja rumah tangga terkadang mengalami perlakuan diskriminasi akibat perbedaan status, yaitu mereka sebagai seorang pekerja. Oleh sebab itu keberadaannya sebagai pekerja senantiasa harus tunduk. Berbagai fakta menunjukan bahwa kasus kekerasan yang dialami oleh pekerja rumah tangga oleh majikan di Kota Bengkulu terbilang relatif tinggi. Data yang terhimpun dari pemberdayaan perempuan provinsi Bengkulu tahun 2024, tercatat sepanjang tahun 2024 terdapat 63 kasus, dengan korban 21 orang (Provinsi Bengkulu, 2024).

Sebagai contoh, pada bulan juni 2024 terdapat pekerja rumah tangga yang disiksa oleh suami istri yang merupakan majikannya. Disiksa berkali-kali selama tiga bulan bekerja (BE, 2024). Masih dibulan yang sama, seorang perempuan pekerja rumah tangga berumur 19 tahun diperkosa oleh majikan hingga hamil. Setiap kali majikan melakukan kekerasan seksual, majikan selalu mengancam tidak akan diberi makan, jika menolak korban akan mendapatkan kekerasan fisik (RB, 2024). Demikian juga dengan kejadian yang dialami pekerja rumah tangga lainya di Kota Bengkulu, yang berkali-kali mendapat kekerasan dari majikan yang merupakan pengusaha apotik, dengan dipukuli pakai shower, kepalanya dibenturkan ke tembok, sampai dengan disiram air panas (Radar, 2024). 

Advertisement

Fenomena pekerja rumah tangga dan majikan di Kota Bengkulu sebagaimana dideskripsikan tersebut memberikan argumen kuat bahwa, interaksi yang terjadi dalam perspektif interaksi sosial antara mereka yang berbeda latar belakang sosial budaya berbeda seringkali diikuti dengan berbagai perilaku diskriminasi. Bagaimana sebenarnya bentuk relasi kuasa dalam interaksi sosial antara majikan dan pekerja rumah tangga yang berbeda etnik di Kota Bengkulu, bagaimana pola relasi kuasanya, dan bagaimana pengetahuan yang terbentuk dari relasi kuasa.

Beberapa pertanyaan ini yang akan diuraikan secara lebih terinci dengan menggunakan pisau analisis tori relasi kuasa Foucault. Menurut Foucault, bahwa kekuasaaan bukan hanya dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu saja tetapi juga merupakan sebuah jaringan relasi yang tersebar dalam praktik sosial. Dengan subyek penelitian pekerja rumah tangga dan majikan sebanyak 10 orang, pendekatan kualitatif menjadi setting penelitianya, pengumpulan datanya dengan wawancara mendalam, observasi dan dokumen. Data-data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan model interaktif Miles. 

Proses interaksi yang terjalin antara pekerja rumah tangga dengan majikan merupakan bentuk relasi kuasa yang terjadi karena ketidaksetaraan atau ketimpangan hubungan sosial. Secara rinci, pola interaksi antara pekerja rumah tangga dengan majikan dapat dikelompokan menjadi empat pola interaksi, yaitu: Pertama, pola interaksi transaksional. Interaksi yang terjalin antara pekerja rumah tangga dengan majikan terfokus kepada pekerjaan yang disepakati kedua belah pihak saat awal bekerjasama. Kedua, pola interaksi kekeluargaan. Pola interaksi ini, kedua belah pihak antara pekerja rumah tangga dengan majikan terjalin rasa kebersamaan dan kedekatan. Majikan menganggap pekerja rumah tangga menjadi bagian dari keluarga. Ketiga, pola subordinat.

Dalam pola interaksi subordinat ini, majikan cenderung memposisikan diatas pekerja rumah tangga, sebagai pihak yang mempekerjakan, dengan kontrol dan kuasa besar untuk mengatur dan menentukan jenis kewajiban kepada pekerja rumh tangga secara sepihak. Pekerja rumah tangga tidak diberi ruang untuk menolak, untuk berdiskusi dan bernegosiasi terkait dengan kewajiban pekerjaan yang harus dilakukan. Keempat, pola kepercayaan dan kesepakatan. Dalam pola kepercayaan dan kesepakatan ini, interaksi yang diangun didasarkan atas kesepakatan dan kepercayaan kedua belah pihak. Pekerja rumah tangga memiliki kebebasan dalam bekerja, jenis pekerjaanya juga tidak ditentukan.

Kebebasan melakukan pekerjaan ini tidak didasarkan atas perjanjian, tetapi didasarkan atas kepercayaan majikan terhadap pekerja rumah tangga. Hak dari pekerja rumah tangga juga didasarkan atas penghargaan majikan terhadap kinerjanya. Secara sederhana, pekerja rumah tangga bekerja setiap hari, kemudian dibayar berdasarkan berat ringanya pekerjaan yang dilakukan. Pola ini tidak menjadi persoalan diantara keduanya, karena sejak awal bekerja sudah disepakati pola ini dengan konsekuensi masing-masing. 

Keempat pola interaksi pekerja rumah tangga dengan majikan tersebut pada akhirnya melahirkan pola relasi kuasa diantara keduanya. Apalagi pola interaksi antara pekerja rumah tangga dengan majikan yang berbeda etnik, menjadi pola interaksi yang melahirkan pola relasi kuasa berbeda ketika interaksinya dilakukan oleh pekerja rumah tangga dengan majikan berbeda etnik, yaitu pola relasi asosiatif dan pola relasi disositif. Pola relasi kuasa sebagai akibat interaksi sosial majikan dengan pekerja rumah tangga yang berbeda etnik menyebabkan terbentuknya dua pola relasi kuasa, yaitu pola relasi kuasa asosiatif dan pola relasi kuasa disosiatif.

Pola relasi kuasa asosiatif artinya, hubungan yang terjalin antara pekerja rumah tangga dengan majikan berlangsung positif. Interaksinya cenderung baik-baik saja. Kalaulah terjadi perselisihan, kedua belah pihak menyelesaikan dengan baik tanpa adanya tindakan kekerasan. Pola relasi kuasa asosiatifnya terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: pertama, kerjasama. yang dimaksud adalah kedua belah pihak, pekerja rumah tangga dengan majikan memiliki kesadaran akan hak dan kewajibanya.

Kedua, Akomodasi, yang dimaksudkan kedua belah pihak menunjukan kesimbangan dalam melaksanakan hak dan kewajibanya. Ketiga, Asimilasi. Interaksi pekerja rumah tangga dengan majikan yang berbeda etnik berpotensi menimbulkan konfik dan kesalahpahaman. Maka untuk mengurangi kesalahpahaman ini, ada proses yang dinamakan asimilasi, yaitu menyatu dalam sebuah kesepakatan kerjasama harus menjadi kesadaran dalam dirinya masing-masing, mengenal satu sama lain, memahami perbedaan, dan tidak memaksakan kehendak sesuai dengan keinginan maupun budayanya. Pola relasi kuasa asosiatif ini dapat dilihat dalam interaksi, (1) pekerja rumah tangga yang beretnik jawa dengan majikan yang beretnik minang, (2) pekerja rumah tangga etnik melayu dengan majikan etnik jawa, dan (3) pekerja rumah tangga etnik jawa dengan majikan etnik rejang. Pola relasi kuasa disosiatif, yaitu pola relasi yang cenderung menciptakan perpecahan,

konflik dan perselisihan antara pekerja rumah tangga dengan majikan. Meski pola relasi kuasanya disosiatif, tetapi akibat yang timbul tidak muncul secara terbuka. Hal ini terjadi karena masing-masing memendam dan menyimpan dalam hati. Satu sisi, bagi pekerja rumah tangga target utamanya adalah bekerja mendapatkan gaji, bonus dan lainya. Disisi yang lain, bagi majikan yang penting pekerjaan domistik rumahnya terselesaikan. Pola relasi kuasa yang disosiatif menyebabkan ketidakseimbangan interaksi majikan dengan pekerja rumah tangga.

Beragam bentuk relasi sebagai akibat relasi kuasa disosiatif memiliki beragam dampak bagi kehidupan pekerja rumah tangga dan majikan. Secara rinci pola relasi kuasa disosiatif yang terjadi antara majikan dan pekerja rumah tangga dapat memiliki konsekuensi signifikan bagi kedua belah pihak, serta lingkungan kerja secara keseluruhan. Konseksuensi pola relasi kuasa disosiatif yang dimaksud adalah: Pertama, pekerja rumah tangga mengalami gangguan kesejahteraan mental dan emosional. Kedua, perlakuan majikan yang tidak adil terhadap  pekerja rumah tangga. Ketiga, terjalinnya komunikasi yang tidak efektif antara majikan dengan pekerja rumah tangga. Keempat, pekerja rumah tangga kehilangan motivasi dan kinerjanya menurun. Kelima, resiko eksploitasi pekerja rumah tangga. Keenam, ketegangan
sosial dan stigma terhadap pekerja rumah tangga.  

Pengetahuan merupakan salah satu bentuk dari relasi kuasa karena interaksi social majikan dengan pekerja rumah tangga. Pengetahuan yang dimaksud adalah lahirnya nilai dan aturan yang disepakati kedua belah pihak, untuk dilaksanakan dan ditaati bersama.

Pengetahuan yang dimaksud terkait dengan kebiasaan dan aturan baru yang disepakati bersama majikan dengan pekerja rumah tangga, diantaranya: pertama, budaya pekerja rumah tangga. Perbedaan latar belakang budaya antar majikan dengan pekerja rumah tangga menjadikan awal terjadinya interaksi akan dijumpai kecanggungan dan ketidaktahuan makna kebiasaan dari masing-masing. Namun demikian, seiring dengan berjalannya waktu, perbedaan yang ada dapat dipahami masing-masing, dengan cara penyesuaian.

Penyesuaian pola perilaku dalam interaksinya pada akhirnya dipahami sebagai sebuah kesepakatan antara majikan dengan pekerja rumah tangganya untuk saling menghargai dan menyepakati. Kedua, kebiasaan yang berkaitan dengan pekerjaan, adalah sebuah aturan baru yang disepakati keduanya karena adanya hubungan kerja majikan dengan pekerja rumah tangga, seperti besaran gaji, tugas pokok pekerjaan, jam kerja dan waktu istirahat, penggunaan peralatan rumah tangga, kebiasaan yang berkaitan dengan kehidupan pekerja rumah tangga. Kebiasaankebiasaan ini merupakan sebuah hal baru berupa pengetahuan yang lahir atas kesepakatan bersama untuk ditaati.

***

*) Oleh: Eni Khairani, Mahasiswa Program Doktor Sosiologi  Universitas Muhammadiyah Malang

*) Tulisan ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES