Kopi TIMES

Kuliti Merebaknya Imperialisme Budaya Baru Akibat K-Pop

Jumat, 18 Juli 2025 - 19:41 | 13.54k
Nurudin, Mahasiswa Program Doktor Sosiologi  Universitas Muhammadiyah Malang.
Nurudin, Mahasiswa Program Doktor Sosiologi  Universitas Muhammadiyah Malang.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Korean Pop (K-Pop) tidak lagi sekadar genre musik populer dari Korea, tetapi telah menjadi budaya baru yang menyebar ke seluruh dunia. K-Pop telah menjadi pemicu munculnya budaya baru dalam dunia hiburan. Budaya itu  berkembang menjadi identitas sosial baru yang mampu mengubah cara berfikir, menilai, dan bertindak individu dalam kehidupan sehari-hari.

Hal demikian dikemukakan Nurudin dalam ujian terbuka promosi doktor di Aula lantai 9 Gedung Kuliah Bersama (GKB) 4  Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) (23/7/25). Ia mengambil judul “Pembentukan Identitas Sosial Generasi Muda  Pada Komunitas K-Popers  (Studi Netnografi Pada Nctzenmalang.idn)”.

Advertisement

Saat mempertahankan disertasinya, Nurudin mengemukakan bahwa K-Pop telah membentuk identitas sosial baru K-Popers (penggemar) yang diidentifikasi dari budaya Korea. Identitas sosial generasi muda terbentuk melalui proses identifikasi sosial mereka terhadap komunitas yang diikuti. Semakin kuat rasa keterikatan dan kesamaan terhadap kelompok, maka semakin kuat pula identitas sosial yang mereka bangun.

“Serba Korea yang dipengaruhi oleh K-Pop pada akhirnya akan membuat K-Popers serba meniru ide, atribut dan perilaku yang merepresentasikan budaya Korea. Budaya pada generasi muda K-Popers berubah dan mengikuti budaya Korea. Di sinilah akan muncul imperialisme budaya baru. Generasi muda secara halus akan terjajah oleh budaya Korea. Budaya Korea yang menjajah tersebut akhirnya membentuk sebuah identitas sosial baru, “kata Nurudin yang juga dosen Ilmu Komunikasi itu.

Menurut penelitiannya lebih lanjut, K-Popers tidak lagi hanya sekumpulan generasi muda yang mencari dan melampiaskan hiburan musik negeri ginseng. Komunitas K-Popers telah tumbuh menjadi kekuatan strategis yang ikut membawa perubahan di sekitarnya. K-Popers juga pernah terlibat dalam proses penggalangan dana kemanusiaan. 

Ia kemudian memberikan contoh keterlibatan penggemar pada kegiatan kemausiaan. “Tragedi Kanjuruhan yang  menewaskan 131 korban pada bulan Oktober 2022 dibantu komunitas K-Pop bernama Neo Culture Technology (NCT). Mereka bisa mengumpulkan dana  340 juta rupiah dalam waktu 24 jam melalui Kitabisa.com. Ini kan luar biasa?, “katanya lebih lanjut. 

Budaya populer memang punya dampak negatif dan positif. Terkait dampak itu, Oman Sukmana selaku Promotor dan dosen menyarankan sebaiknya institusi pendidikan, media, dan pemerintah melihat fenomena K-Popers bukan hanya sebagai budaya populer semata, tetapi juga sebagai wadah ekspresi identitas dan ruang interaksi sosial generasi muda yang potensial.

“Dampak negatif memang akan ada, termasuk imperialisme budaya Korea. Namun bagaimana sebaiknya hasil penelitian ini bisa dijadikan dasar kebijakan agar dampak yang tidak diinginkan tak terjadi. Karena fenomena K-Pop ini sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Kita hanya bisa mengantisipasinya, “kata guru besar UMM itu.

Penelitian disertasi yang digali datanya dari studi netnografi dan dilengkapi wawancara pada penggemar NCT itu telah memunculkan identitas sosial baru komunitas generasi muda. Tentu saja, identitas tersebut diharapkan bisa menjadi sebuah kekuatan strategis bagi perubahan ke arah kemajuan yang lebih baik. 

***

*) Oleh: Nurudin, Mahasiswa Program Doktor Sosiologi  Universitas Muhammadiyah Malang.

*) Tulisan ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES