Bubur Madura Jadi Kuliner Favorit Warga Tionghoa Surabaya

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Lorong Pasar Atom Surabaya nampak meriah. Berlatar banner besar berwarna merah bertuliskan Bubur Madura.
Sekitar sepuluh pedagang menjajakan kuliner serupa. Mulai bubur, lontong pecel, lontong mie, lontong lodeh dan aneka jajajan pasar.
Advertisement
Mereka bertahan di antara gerai-gerai panganan modern franchise. Merebut pasar dan melestarikan tradisi kuliner Tretan.
Lifa saat melayani pembeli Bubur Madura Pasar Atom Ibu Maryamah, Rabu (11/1/2023). (FOTO: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Salah satunya adalah Lifa. Penjaga stand Bubur Madura Ibu Maryamah. Ia adalah generasi kedua yang tetap gigih mencari nafkah meneruskan usaha keluarga. Meskipun hanya stand lesehan ukuran dua meter, tak pernah sepi pembeli. Pelanggannya kebanyakan peranakan Tionghoa.
Dalam sehari omzet Bubur Madura Pasar Atom Ibu Maryamah mampu menembus angka Rp2 juta hingga Rp3 juta. Mulai dari bubur, pecel dan jajanan pasar seperti lemet, lepet, dan koci-koci. Juga ada cenil dan lopis serta ketan hitam bertabur gula merah.
Bicara soal Bubur Madura memang memiliki ciri khas berbeda berupa santan kental gurih. Biasanya Chinese paling menyukai Bubur Madura dan jajan pasar tersebut. Harga bubur mulai dari Rp10.000.
Pecel Madura lezat dilengkapi lontong dan sayur alur laut sebagai ciri khas utama, Rabu (11/1/2023). (FOTO: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Demikian pula dengan Pecel Madura. Kelezatannya tiada tara. Ciri khas paling kental adalah sayur alur laut yang kerap ditemukan di kawasan pantai.
"Kalau di sini pasti pakai alur, lainnya belum tentu," ujar Lifa.
Alur sendiri terasa gurih. Campuran sambal pecel pedas manis menambah kenikmatan cita rasanya. Belum lagi olahan lontong bungkus daun legit seolah lumer dalam mulut dan selalu meninggalkan kesan after taste bagi para pecinta kuliner. Ditambah kerupuk renyah sebagai pelengkap.
Harganya ramah di kantong. Lontong pecel mulai dari Rp12.000. Sedangkan lontong lodeh serta lontong mie mulai dari harga Rp15.000. Lifa memasak semua menu itu sejak pukul lima pagi dan mulai berjualan mengikuti jam buka mall yaitu pukul 10.00 pagi dan tutup pukul 17.00 WIB.
Guna menjaga kualitas rasa dan legenda, Bubur Madura Ibu Maryamah sengaja tak membuka cabang. Pendapatan harian selama ini cukup untuk membiayai belanja sehari-hari. Harga sewa stand per bulan per meter Rp450.000. Jika tembus omzet, harga sewa itu terbilang ringan bagi pedagang.
Oleh karena itu, Lifa selalu menargetkan dagangan habis dalam sehari. Karena bubur maupun sayuran pecel tak bisa bertahan hingga hari berikutnya.
Market Online Dongkrak Penjualan
Lifa bercerita, keluarga bibinya membuka usaha ini sekitar tahun 1990-an. Kini ia tinggal meneruskan saja. Namun Lifa tak mau ketinggalan zaman untuk melek teknologi.
Sebagai milenial, ia getol menawarkan dagangan secara online lewat TikTok maupun Instagram. Ia juga bersyukur dapat beradaptasi dengan teknologi. Sehingga saat pandemi kemarin, meskipun sepi masih ada pemasukan. Persentase pendapatan dari penjualan online bisa mencapai 50 persen.
"Separuh omzet hampir dari jualan online," tandasnya.
Lifa berharap tahun ini jualan semakin laris dan banyak pesanan. Ia juga memiliki impian besar tetap melestarikan kuliner Madura di tengah kemajuan zaman.
"Kita perkenalkan lewat sosial media," ujarnya.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |