Menelusuri Jejak Sejarah dan Kebudayaan Pecel (Bagian 1)

TIMESINDONESIA, BLITAR – Salah satu kuliner khas Indonesia yang sampai sekarang masih banyak peminatnya adalah pecel. Siapa yang belum mencoba makanan yang satu ini? Olahan sayur yang diguyur oleh bumbu kacang ini merupakan makanan tradisional yang hampir di seluruh daerah Jawa memiliki ciri khas masing-masing. Namun, tahukah Anda apa sebenarnya pecel itu?
Dikutip dalam berbagai sumber, dalam buku Babad Tanah Jawi kata pecel merujuk pada sayur (daun) yang direbus kemudian diperas hingga kering, atau meniriskan sayur-sayuran dan menghancurkan (mengiris) sayur-sayuran. Selain itu, menurut Henry A., seorang influencer dalam dunia kuliner, menyebutkan bahwa pemahaman pecel di Banyuwangi adalah sayur yang diucel-ucel (disuwir-suwir atau dipotong-potong kecil), juga di Jawa bagian Barat mengartikan pecel sebagau sambelan.
Advertisement
Pecel sendiri sudah muncul ratusan tahun yang lalu. “Menurut sejarah sih pecel katanya sudah ada sejak zaman Mataram Islam, persembahan dari Ki Ageng Pamanahan untuk Sunan Kalijaga yang (konon katanya) tidak bisa makan pedas. Hidangannya adalah nasi, sayur, urap-urap, dan sambal (dalam bentuk sambel kacang). Dari sana asal muasal pecel, dari pemahaman tentang mengolah sayur (pecel) dan diguyur sambel kacang,” ujar Henry kepada TIMES Indonesia, beberapa waktu lalu.
Naskah Babad Tanah Jawi
Sejalan dengan itu, dikutip dari kompas.com, Murdijati Gardjito menjelaskan bahwa dari buku Babad Tanah Jawi, pecel awalnya dihidangkan di daerah Yogyakarta. Pakar gastronomi dari Universitas Gadjah Mada tersebut juga menceritakan awal mula ditemukannya pecel melalui pertemuan antara Sunan Kalijaga dengan Ki Gede Peamanahan.
Dalam pertemuan tersebut, Ki Gede Peamanahan menghidangkan jamuan makan siang kepada Sunan Kalijaga dengan hidangan sepiring sayuran sambel pecel, nasi, dan lauk-pauk yang lain. Sunan Kalijaga pun bertanya terkait hidangan yang belum pernah ia lihat sebelumnya kepada Ki Gede, dan Ki Gede menjelaskan dalam bahasa Jawa “puniko ron ingkang dipun pecel,” yang berarti “ini adalah dedaunan yang direbus dan diperas airnya”.
Sumber lain (Kuliner Jawa dalam Serat Centhini, Wahjudi Pantja Sunjata, dkk ) mengatakan bahwa hidangan sayur yang diguyur dengan sambal kacang ini tercatat dalam Serat Centhini yang ditulis pada tahun 1800 M oleh Pakubawa V dari Keraton Surakarta. Dikutip dari kumparan.com, pada naskah kuno tersebut menyebutkan bahwa sajian pecel sering dijadikan sebagai menu jamuan bagi rombongan kerajaan dan dijadikan sebagai hidangan istimewa. Selain pecel, kuliner jawa lainnya juga dibahas dalam naskah tersebut. (bersambung)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Sholihin Nur |