Pecel Rawon, Jejak Akulturasi Budaya dan Perjalanan Kuliner Legendaris Bumi Blambangan
TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Selain tersohor dengan segudang destinasi pariwisata yang memikat, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, juga memiliki ragam kuliner lokal yang unik dan penuh cita rasa. Dari berbagai macam sajian khas, Pecel Rawon merupakan salah satu kuliner legendaris yang paling sering dicari wisatawan.
Pecel Rawon merupakan perpaduan berbagai macam rasa dan budaya. Makanan ini merupakan hasil akulturasi budaya lokal yang mampu menyatukan keanekaragaman budaya dalam satu mangkuk. Sejatinya, akulturasi yang terjadi dalam penciptaan pecel rawon merupakan cerminan dari kemajemukan masyarakat Banyuwangi itu sendiri. Pada satu sisi, ada Pecel, makanan tradisional Jawa yang terbuat dari aneka sayuran rebus yang disiram dengan bumbu kacang pedas. Sementara di sisi lain, ada Rawon, sajian berkuah khas dari Jawa Timur yang dikenal dengan kuahnya yang hitam dan kaya rasa.
Advertisement
Dalam satu mangkuk Pecel Rawon, keunikan dan kekayaan budaya Jawa Timur disatukan, menawarkan cita rasa yang tak bisa ditemui di tempat lain. Dengan demikian, Pecel Rawon tidak hanya menjadi simbol akulturasi budaya lokal Banyuwangi, tetapi juga menjadi menu legendaris yang mencerminkan identitas budaya dan kuliner masyarakat setempat.
Rasa gurih dan pedas dari Pecel, yang berpadu nikmat dengan rasa kuah rawon yang lezat, menciptakan harmoni rasa yang khas dan mengesankan. Lebih dari itu, Pecel Rawon juga memberikan gambaran tentang bagaimana masyarakat Banyuwangi, khususnya suku Osing, mampu menggali dan memadukan kekayaan budaya mereka dalam sebuah hidangan kuliner.
Sebagai kuliner legendaris, Pecel Rawon juga menjadi saksi sejarah perkembangan kuliner Banyuwangi, menunjukkan bagaimana budaya lokal dapat berkembang dan beradaptasi seiring dengan perubahan zaman. Dengan demikian, Pecel Rawon bukan sekadar makanan, tetapi juga menjadi bagian integral dari identitas dan kehidupan masyarakat Bumi Blambangan.
Budayawan sekaligus Ketua Dewan Kesenian Blambangan, Hasan Basri. (Foto: Anggara Cahya/TIMES Indonesia)
Namun baru-baru ini, Pecel Rawon yang seakan menjadi ikon dan merepresentasikan identitas kuliner Banyuwangi, menjadi perbincangan hangat netizen di media sosial. Hal tersebut dipicu oleh perubahan nama Pecel Rawon khas Banyuwangi menjadi Rawon Pecel, dengan diklaim sebagai makanan khas Jember.
Hasan Basri, seorang budayawan Banyuwangi, memberikan penjelasan bahwa Pecel Rawon telah dikenal dan menjadi ciri khas kuliner Banyuwangi sejak tahun 1970-an. Namun demikian, belum ada catatan yang menjelaskan secara tepat tentang asal-usul pencetus kuliner tersebut, yang kini telah menjadi sajian utama di berbagai warung hingga restoran mewah di Kota Gandrung.
"Kuliner ini memang menjadi khazanah lokal dari masyarakat Banyuwangi. Pecel Rawon ini muncul dari kawasan Banyuwangi Kota," jelas Hasan, Sabtu (26/8/2023).
Hasan juga menceritakan bagaimana akulturasi dan asimilasi budaya menjadi karakteristik masyarakat asli Banyuwangi. Hal ini tidak hanya nampak dalam variasi kulinernya, tetapi juga mencakup berbagai kesenian yang melebur dan mencampur budaya.
"Banyuwangi, sebagai daerah pesisir dan lalu lintas laut dunia, menghasilkan berbagai budaya campuran. Contohnya, dari etnis suku Osing, Bali, Mandar, Madura, Jawa hingga etnis Arab dan Cina," jelasnya.
Hasan menambahkan bahwa masyarakat Osing yang bermental terbuka dan mudah menerima hal baru menjadi faktor penting di balik keberagaman kuliner Banyuwangi.
“Hal ini terbukti dari beragam kuliner lokal yang dapat ditemukan di Banyuwangi, sayangnya, keberagaman ini sering dilupakan oleh banyak orang", tutur Hasan.
Lebih lanjut, Hasan menggambarkan bagaimana berbagai jenis makanan seperti Pecel Rawon, Rujak Soto, dan Rujak Bakso hadir sebagai representasi kekayaan kuliner Banyuwangi di kancah nasional.
"Pecel Rawon merupakan contoh konkrit bagaimana sebuah daerah mampu menciptakan variasi makanan yang unik dan memadukan berbagai elemen dari kuliner tradisional nusantara. Ini adalah bukti bahwa Banyuwangi memiliki kekayaan kuliner yang luar biasa," kata Hasan.
Pria yang juga sekaligus menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Blambangan itu menekankan bahwa setiap daerah memiliki ciri khas rasa kuliner yang berbeda. Banyuwangi, misalnya, lebih cenderung menyukai masakan yang pedas – dan hal ini terlihat dalam rasa pecel yang mereka buat.
“Akulturasi adalah hal yang biasa dalam sebuah budaya. Mungkin Jember juga memiliki budaya dan variasi kuliner yang sama,” kata Hasan saat memberikan penjelasan tentang Pecel Rawon. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |