LTI Pilkada 2024

Warung Kopi Pilgub Jatim (1): Kekuatan Khofifah-Emil Muncul dari Kesungguhan Melayani

Minggu, 01 September 2024 - 08:00 | 33.74k
Ilustrasi. Warung Kopi Pilgub Jatim. (Foto: TIMES Indonesia)
Ilustrasi. Warung Kopi Pilgub Jatim. (Foto: TIMES Indonesia)
FOKUS

Pilkada 2024

Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Bagi para pembaca "alam", politik itu selalu seru untuk dinikmati. Apalagi politik itu juga telanjang. Siapapun bisa melihat dan menikmatinya dari luar. 

Ada yang tahu sampai dalamnya. Prosesnya, atau cuma tipis-tipis saja. 

Advertisement

Saking telanjangnya, siapapun bisa bicara. Mulai yang sering muncul di layar LED, hingga mereka yang santai di warung kopi. Semua membaca. Semua bisa rasan-rasan. 

Nah bacaan mereka ini beragam. Kandidat yang sering dibaca dan dirasani (dijadikan bahan perbincangan) dalam riset opini publik dikenal dengan popularitas. Lalu yang sering "dirasani apik" (dibicarakan kebaikannya), dinamakan tingkat kesukaan (likely). Kemudian yang "dibela" dikenal dengan istilah elektabilitas. 

Pun begitu di Pilgub Jatim 27 November nanti. Ada tiga pasang calon tampil. Masing-masing pun membawa cita dan harap. 

Ada Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak (Khofifah-Emil). Pasangan petahana. Mereka datang bukan sekadar menagih mandat, tapi melanjutkan ikhtiar yang telah mereka mulai. 

Mereka diapit oleh koalisi jumbo. Ada Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PPP, PSI, PKS, Perindo, Nasdem, Partai Buruh, Partai Gelora, PBB, PKN, Partai Garuda. Tampak sekali mereka lebih dari siap. Bukan cuma sekadar siap bertarung saja, tapi siap bekerja.

Di bagian lain, ada Tri Rismaharini dan Zahrul Azhar Asumta (Risma-Gus Hans). Diusung PDIP dan Hanura, mereka menawarkan warna yang berbeda. Sementara, Luluk Nur Hamidah dan Lukmanul Hakim (Luluk-Lukman), yang diusung PKB, hadir sebagai penantang baru. 

Ketiga paslon ini siap berlomba. Obrolan warung kopi bilang bukan sekadar perlombaan politik. Tapi sebuah ajang untuk mengukur kedalaman niat dan ketulusan pengabdian. 

Bukan Retorika Kosong 

Mari kita baca. Catatannya ini dulu; kedigdayaan pemimpin tak muncul dari kilau popularitas. Kedigdayaan lahir dari hati yang ikhlas. Dari kesungguhan untuk melayani. 

Paslon Khofifah-Emil, dengan segala prestasi yang mereka torehkan, menunjukkan bahwa kedalaman niat mereka bukanlah retorika kosong. Mereka tidak hanya bertarung untuk kekuasaan, tetapi untuk memajukan Jawa Timur dengan sepenuh hati. Teknokratik dan berdedikasi, mereka membawa provinsi ini ke posisi yang lebih baik dibanding daerah lain.

Namun, di dunia politik, godaan popularitas selalu menggoda. Ada yang lebih sibuk membangun citra diri, berharap karir politiknya melesat ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka lupa, kepemimpinan bukan soal kemasan, tapi esensi. 

Mereka lupa, bahwa tugas utama seorang pemimpin adalah melayani, bukan meniti tangga politik. Di sinilah letak kelebihan Khofifah-Emil. Mereka seperti melupakan ambisi pribadi dan lebih memilih fokus pada pembangunan daerah.

Keikhlasan dan keseriusan terlihat jelas dalam setiap kebijakan yang mereka ambil. Tidak ada keputusan yang diambil asal-asalan. Semua melalui perhitungan matang. 

Visi jangka panjang, bukan sekadar pencapaian sesaat. Mereka paham, bahwa kepemimpinan adalah amanah, bukan kesempatan untuk meraih popularitas.

Dalam politik, strategi seringkali menjadi senjata utama. Namun, bagi Khofifah-Emil, strategi itu dilapisi dengan ketulusan. Mereka tidak hanya membangun Jawa Timur untuk saat ini, tetapi merancang masa depan yang berkelanjutan. Mereka tidak tergesa-gesa dalam mengejar pencapaian, karena tahu bahwa hasil dari kerja keras dan keikhlasan akan memberikan hasil yang lebih abadi.

Pembangunan yang mereka lakukan bukan sekadar pembangunan fisik. Mereka membangun manusia, membangun masyarakat yang berdaya. Ini bukan hanya soal angka-angka di laporan, tapi perubahan nyata yang dirasakan oleh rakyat. Dan ini adalah bukti, bahwa keikhlasan dan keseriusan mereka membawa dampak yang nyata.

Ketika yang lain sibuk mencari popularitas, Khofifah-Emil tetap fokus pada tugas mereka. Tidak tergoda untuk bermain di permukaan. Mereka lebih memilih untuk bekerja di kedalaman. Memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil adalah untuk kepentingan rakyat.

Makna Kedigdayaan

Kedigdayaan dalam kepemimpinan tidak datang dengan sendirinya. Ia adalah buah dari kerja keras yang tulus, dari keikhlasan yang konsisten. 

Dan ini yang membuat Khofifah-Emil berbeda. Mereka tidak hanya memimpin, tetapi mengabdi. Mereka tidak hanya bekerja, tetapi berbakti. 

Dalam dunia yang semakin terpolarisasi, keikhlasan dan keseriusan menjadi nilai yang langka. Namun, Khofifah-Emil menunjukkan bahwa dengan dua hal tersebut, sebuah kepemimpinan yang kuat dan berkelanjutan bisa terwujud. 

Mereka adalah bukti bahwa kedigdayaan bukan soal siapa yang paling dikenal, tapi siapa yang paling tulus dalam melayani. Di sinilah, kedigdayaan mereka sebagai pemimpin sejati bersinar terang. (bersambung)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES