Angkat Transmisi PAI dalam Bingkai Budaya Lokal di Pulau Misool Raja Ampat, Indria Nur Maju ke Ujian Terbuka Doktor di UMM

TIMESINDONESIA, MALANG – Berbekal penelitian tentang bagaimana transmisi pendidikan Agama Islam (PAI) dari sudut pandang budaya lokal yang ada di Pulau Misoo, Raja Ampat, Papua Barat, Indria Nur melaju untuk meraih gelar doktor. Gelar ini bakal disabetnya dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada Kamis, 18 Juni 2019. Berikut ulasan disertasi mahasiswa prodi S3 Pendidikan Agama Islam ini.
*
Advertisement
Indria memandang bahwa transmisi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan keberlangsungan sebuah pendidikan dan kebudayaan. Tidak hanya bentuk budaya, melainkan juga nilai-nilai moral yang terkandung didalamnya. Pulau Misool yang merupakan salah satu dari empat kepulauan besar di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, warganya mayoritas Muslim. Jumlahnya mencapai kurang lebih dari 9000 jiwa orang.
Kehidupan beragama masyarakat Misool masih sangat kental dengan corak tradisional. Pun demikian dengan pemahaman leluhur yang bernuansa tarekat dan mistis. Beberapa fenomena yang ada di kampung-kampung di pulau Misol tentang bagaimana kepengurusan masjid dan kegiatan keislaman lainnya yang masih selaras dengan kearifan lokal.
Tak hanya itu, pendidikan di Misool juga tak lepas peranannya dari tradisi budaya lokal dan Islam yang terdapat di Misool. Melalui pendidikan juga transmisi berbagai macam budaya dan nilai-nilai terjadi, yaitu nilai-nilai luhur dan nilai-nilai budaya Islam yang tetap berpegang teguh pada Al-Qur‘an dan Sunnah Rasul serta kearifan lokal.
Fenomena inilah yang membuat Indria Nur, mahasiswa Program Doktor Pendidikan Agama Islam untuk mengangkatnya dalam sebuah buku pengembangan disertasinya yang berjudul “Islam Misool Raja Ampat Pendidikan Agama Islam dalam Bingkai Budaya Lokal”.
Peneliti yang juga seorang dosen Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong ini memfokuskan penelitiannya untuk mendeskripsikan dan memahami bentuk budaya lokal sebagai media transmisi ajaran Islam. Juga memahami proses transmisi ajaran Islam melalui budaya lokal di pulau Misool Raja Ampat dengan berdasarkan pada data penelitian kualitiatif etnografi, yang didasari atas beberapa alasan, makna dari suatu tindakan. Juga strategi yang dilakukan dalam kehidupan sosial agar dapat memahami bagaimana transmisi pendidikan Agama Islam yang ada disana.
Tradisi dsn Budaya Lokal Misool
Indria menemukan bahwa ada beberapa tradisi Islam di kampong Fafanlap Pulau Misool berupa berupa bentuk Nilai- Nilai Atnelevo (Persaudaraan) dan Fatanon (Kekeluargaan). Di kampung ini juga ada penggunaan simbol kain putih yang selalu ditemukan pada setiap proses ritual. Baik saat Pernikahan, Aqiqah, Zikir Maulud, Baca doa Ari dan Hadiyat serta bentuk-bentuk ritualnya yang secara turun-temurun mereka laksanakan dengan alasan itu sudah menjadi ajaran dari orang tua mereka.
Selain itu ada beberapa cara yang masyarakat lakukan agar tetap mempertahankan tradisinya. Juga mewariskan nilai-nilai Islam melalui budaya lokal seperti menghormati leluhur atau nenek moyang. Ini merupakan sikap dari masyarakat Misool dalam mempertahankan tradisi atau kearifan lokal yang masih ada sampai sekarang.
Karena dengan menghormati leluhur atau nenek moyang, masyarakat Misool percaya bahwa hal tersebut dapat membuat masyarakatnya tetap melestarikan tradisi atau kearifan lokal yang dulu diajarkan oleh nenek moyangnya.
Hal ini nampak dengan begitu kuatnya mereka mempertahankan ajaran yang telah diwariskan dari turun temurun yaitu tradisi khutbah ṣalat Jumat dan khutbah hari raya dengan menggunakan teks Bahasa Arab. Ketika Hakim Syara’ di kampung-kampung lain sudah mulai melakukan perubahan. Dengan memberlakukan khutbah menggunakan Bahasa Melayu, namun tidak demikian adanya di Kampung Fafanlap
Ditinjau dari deskriptif-analitis yang dituliskan dalam disertasinya, Indria menuliskan temuan bahwasanya proses transmisi ajaran Islam pada budaya lokal melalui garis vertical orang tua dan garis oblique yaitu masyarakat dan keluarga lain. Di mana keluarga berfungsi sebagai tempat terjadinya sosialisasi nilai-nilai budaya yang terdapat dalam komunitas masyarakat serta sentral seluruh kehidupan sosial seorang anak, tempat dia dibesarkan, diasuh dan dididik tentang kebudayaannya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Temuan lainnya di mana proses transmisi ajaran Islam pada budaya lokal terjadi melalui proses enkulturasi, sosialisasi dan internalisasi dimana orang tua dan keluarga merupakan lingkungan pertama yang mengenkulturasi, membudayakan dan mengenalkan nilai-nilai kebudayaan. Juga nilai ajaran Islam berupa nilai aqidah, ibadah dan akhlak yang tersirat dan tersurat dalam proses dan pelaksanaan ritual dan nilai nilai budaya lokal sebagai bentuk proses pendidikan Islam.
Budaya itu yang menghantarkan kearifan lokal dan menjadi identitas masyarakat yang mewujudkan keharmonisan antara masyarakat dengan lingkungan hidup di sekitarnya. Akhirnya membentuk pribadi yang khas pada masyarakat kampong Fafanlap di pulau Misool.
Di sisi lain transmisi ajaran Islam melalui aktivitas ritual budaya lokal dan ritual keagamaan masyarakat melalui ritual-ritual budaya dan nilai kearifan lokal. yaitu melalui bentuk ritual Kati Sasi, Kisi Kaleo, Top Kaleo dan Sop Kabom, Hadiyat makam Keramat, Ai Kauto, serta budaya yang identik dengan hari Islam diantaranya ritual Zikir Maulud, Tafu Kautun, Sop Ṣafar, Ritual Qurban dan Dabus serta nilai-nilai Fatanaon dan atnelevo.
Oleh karena itu ritual budaya dan keagamaan yang ada pada masyarakat Misool menunjukkan harapan masyarakat untuk menjaga identitas kebudayaan mereka sebagai masyarakat yang religius.
Implikasi Secara Teoritik
Berdasarkan temuan dalam penelitiannya, menurut pengamatan Indria, teori tentang proses sistem transmisi memperkuat teori yang ada pada penelitian-penelitian terdahulu. Yakni, bahwa posisi keluarga (vertical transmission) dan masyarakat (oblique transmission) menjadi pondasi utama terjadinya transmisi jika dilihat dari faktor eksternal, dan posisi jalur horizontal teman sebaya khususnya kakak atau family lain menjadi faktor pelengkap.
Sejalan dengan penelitian Wartono yang dilakukan pada tahun 2013 bahwa orang tua bertindak sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, yang sangat menentukan warna kepribadian seorang anak. Keluarga perlu mewariskan dan membudayakan suasana edukatif yang islami sehingga anak-anaknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang ideal menurut Islam. Itu karena peran orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga pada prosese transmisi moral spiritual sangatlah penting.
Demikian pula peran masyarakat sangat besar dalam membentuk fikiran, tingkah laku dan perasaan generasinya. Hal ini sejalan dengan penelitian Thoufuri di tahun 2016. Bahwa peran fungsi masyarakat dalam mewariskan pendidikan keagamaan sangat dibutuhkan.
Ketika aspek tersebut berpola kepada tarbiyah al-islamiyah, maka akan membentuk masyarakat yang menjaga persatuan, dan persaudaraan, saling mencintai antara yang satu dengan yang lainnya. Seperti yang terjadi pada lingkungan masyarakat pulau Misool.
Fenomena pada masyarakat Misool ditemukan bahwa masyarakat dikatakan faham dan ahli agama ketika mereka dapat memahami hakekat rukun 13 yang tidak didapatkan di bangku sekolah melalui lembaga pendidikan formal, dari guru Pendidikan Agama Islam mereka.
Akan tetapi diperoleh melalui proses pembelajaran agama secara mendalam yang didapatkan dari guru ilmu tarekat dengan istilah belajar ilmu di atas tikar. Di mana ilmu agama tersebut dapat diperoleh, ketika adanya dorongan (motivasi) yang besar dari individu untuk mencari dan memperolehnya.
"Ketika tidak ada dorongan atau motivasi untuk mencari ilmu agama tersebut, maka mereka tidak akan mendapatkan pewarisan ajaran agama. Sehingga teori sistem transmisi Berry membutuhkan penguatan teori dengan memperhatikan motivasi individu," papar Indria dalam disertasinya.
Selanjutnya, dari data penelitian di lapangan menunjukkan bahwa budaya lokal dan Islam terjadi akulturatif sesuai dengan prosesnya masing-masing, sehingga antara Islam dan budaya lokal bukanlah sesuatu yang antonym tetapi kompatibel. Ada proses mengambil dan menerima, sehingga terjadilah Islam tersebut sebagai agama yang bercorak khas Islam Misool.
Hal ini merupakan Islam lokal, yaitu Islam yang di dalam praktiknya bersifat akulturatif dengan budaya lokal. Justru Islamlah intinya ketika berada di tengah budaya lokal yang bersentuhan dengannya. Kajian Islam dalam konteks budaya lokal tersebut sampai pada asumsi teoritik bahwa Islam di Misool hakikatnya adalah Islam sebagaimana di tempat lain, yaitu Islam dalam bingkai budaya lokal.
Jika merujuk kepada konsepsi teori Redfield, maka budaya yang terdapat pada masyarakat pulau Misool merupakan little tradition yang secara perkembangan berganti istilah tradisi lokal (local tradition) atau “local genius” atau “local wisdom”, sehingga dialektika antara budaya dan Islam menunjukkan akulturatif.
"Ketika mempergunakan konsep tradisi yang lebih luas, maka masyarakat pulau Misool membentuk tradisinya sendiri, tradisi Islam yang khas," tandas Indria Nur, mahasiswa Prodi S3 Pendidikan Islam UMM*. (*)
Hubungi News Commerce Room TIMES Indonesia di 08-822-2850-8611 KLIK (WA Only)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |