Petani Milenial Kota Probolinggo Kembangkan Budidaya Tanaman Porang

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Budidaya porang (Amorphophallus oncophyllus prain), kini bisa menjadi pilihan bertani. Tanaman "emas" yang kini tengah naik daun itu, banyak dilirik petani milenial di Kota Probolinggo.
Salah satunya adalah Anas Fathullah, petani milenial yang mengklaim bahwa ia adalah petani porang pertama dan satu-satunya yang ada di daerahnya. Yaitu, Kelurahan Kedunggaleng, Wonoasih, Probolinggo.
Advertisement
Anas mengatakan bahwa dirinya menanam porang karena terinspirasi dari Paidi, petani porang asal Madiun, yang kini menjadi miliarder. Karena itu, dia berinisiatif memilih membudidaya tanaman “emas” porang tersebut untuk mendongkrak perekonomian yang sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19.
"Awalnya, saya terinspirasi dari Paidi, petani porang dari Madiun, kemudian mencoba menanam porang dengan melihat beberapa referensi tentang tanaman porang,” jelas Anas.
Menurut dia, di masa pandemi saat ini lapangan pekerjaan formal sangat sulit. Karena itu, kita dituntut kreatif mencari sumber mata pencaharaian baru.
“Maka dari itu saya memilih untuk bertani porang menjadi pekerjaan alternatif untuk mendongkrak perekonomian yang sempat terpuruk," kata dia.
Anas mengungkapkan, budidaya porang bisa terbilang mudah karena pada dasarnya porang di Indonesia tumbuh secara liar di kebun, pekarangan maupun di hutan. Potensi pengembangan porang sangat tinggi dan terbuka terutama untuk pasar ekspor.
Dengan nilai ekonomisnya yang cukup tinggi serta diminati pasar dunia, kata Anas, menjadikan bisnis porang sangat menjanjikan bagi petani milenial. Budidaya porang yang intensif serta pemeliharaan dan perawatan tanaman yang baik akan menghasilkan umbi porang yang optimal juga.
Harga porang di pasaran ekspor juga terus meningkat. Manfaat porang, terutama umbinya, digunakan untuk bahan baku pembuatan tepung konjak atau tepung glucomannan. Tepung tersebut yang kemudian dipakai sebagai bahan utama olahan shirataki, mi bening yang banyak dikonsumsi di Asia Pasifik.
Anas mengungkapkan, harga umbi porang basah mencapai sekitar 10.000 perkilogram (Kg) dan harga umbi porang yang sudah diolah serta siap di ekspor berkisar 55.000/Kg. 1 buah tanaman porang bisa menghasilkan rata-rata 2 sampai 3 Kg umbi porang.
“Badan Karantina Pertanian mencatat ekspor tepung porang tahun 2018 mencapai 254 ton dengan nilai Rp 11,31 miliar. Budidaya porang bisa menjadi pilihan bertani,” kata warga Kelurahan Kedunggaleng, Wonoasih, Probolinggo, ini.
Anas mengatakan, tanaman porang masih sekeluarga dengan tanaman iles iles dan suweg. Porang dikenal dengan beberapa nama lokal tergantung daerah dimana porang tumbuh seperti di Probolinggo sendiri disebut Lorkong.
Dia menambahkan, dilihat dari morfologinya porang memiliki batang tegak, lunak berwarna hijau dengan bercak putih bermotif bulat. Bagian yang akan dipanen adalah bagian umbinya.
“Ciri khas lainnya, dari porang dibanding suweg dan iles iles adalah memiliki bulbil atau umbi katak berwarna cokelat. Bulbil terletak di bagian ketiak daun yang berguna sebagai perkembangbiakan generative,” kata petani milenial asal Kelurahan Kedunggaleng, Wonoasih, Probolinggo, ini. (*)
Hubungi News Commerce Room TIMES Indonesia di 08-822-2850-8611 KLIK (WA Only)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |
Publisher | : M. Rofiul Achsan |