Memaknai Ikon Persebaya 'Wong Mangap' dari Sang Kreator, Mister Muchtar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Bonek Mania, bila disebut nama itu bisa dipastikan hampir semua orang di Indonesia mengenalnya. Suporter militan Persebaya Surabaya itu selalu bisa menghadirkan sensasi yang menggetarkan bagi lawan tandingnya. Berbagai macam aksi koreografi dan nyanyiannya di tribun Gelora Bung Tomo, Surabaya berhasil menjadi daya tarik tersendiri bagi penikmat sepak bola Indonesia.
Dari sekian banyak koreografi, poster atau banner, ada satu ikon yang tak pernah absen betengger di tribun stadion atau di kaos para Bonek Mania. Ikon tersebut menggambarkan wajah seorang pemuda dengan rambut gondrong yang memakai ikat kepala bertuliskan Persebaya. Ikon itu kemudian dinamai 'Wong Mangap'.
Advertisement
Lalu siapakah figur di balik wajah Wong Mangap itu?
Ikon yang ternyata lahir hampir bebarengan dengan dikenalnya penyebutan Bonek - akronim Bondo Nekat bagi suporter Bajul Ijo, ternyata dibuat oleh seseorang bernama Mister Muchtar, seorang illustrator harian Jawa Pos.
Mister Muchtar, illustrator harian Jawa Pos.
Muchtar mengawali karirnya pada 1986, tepat saat digelarnya Piala Dunia di Mexico. Saat itu ia membuat sketsa gol untuk meyakinkan pimpinannya, Dahlan Iskan bahwa ia bisa berkontribusi untuk ilustrasi di Jawa Pos. "Jadi nonton live pertandingannya. Saat gol, langsung saya buatkan sketsanya," jelas Muchtar.
Setahun kemudian Jawa Pos terlibat dengan Persebaya. Pada era perserikatan itu, Persebaya bertemu PSIS Semarang di final. Sayang Persebaya harus puas keluar sebagai runner up. Tapi tahun berikutnya, pada 1988 Persebaya kembali berhasil tembus ke partai final. Lawan yang harus dihadapi adalah tuan rumah Persija Jakarta.
Pada saat itulah gema nama suporter Bonek semakin membesar. Kala itu Persebaya menjadi tim sepak bola pertama di Indonesia yang memberangkatkan pendukungnya dalam laga tandang. Ratusan bis disewa untuk berangkat ke Gelora Bung Karno, Jakarta. Fenomena ini kemudian dikenal dengan 'Tret Tet Tet'.
"Tak sampai di situ saja, agar lebih menarik, Pak Dahlan berinisiatif membuat kaos untuk para Bonek. Saat itu tagline yang sudah dikenal untuk Persebaya adalah Kami Haus Gol Kamu. Tapi rasanya kurang lengkap jika hanya tulisan saja. Tolong mister buat kan apa gitu supaya lebih ekspresif," ujar Muchtar menirukan ucapan Dahlan saat itu.
Mister Muchtar, yang merupakan lulusan Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) atau sekarang Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, mau tidak mau harus berpikir lebih keras malam itu. Sebab pihak sablon kaos sudah menunggu desainnya untuk segera dicetak.
Bahkan puluhan Bonek juga berkumpul di kantor Jawa Pos, Kembang Jepun yang kala itu sudah seperti base camp bagi Bonek Mania. "Saya masih ingat kebanyakan bonek yang ada di kantor saat itu adalah pegawai PLN. Mereka meneriaki saya, ayo Pak Muchtar, ayo," jelasnya menggambarkan situasi malam itu.
Lantas bagaimana bisa terpikir wajah Wong Mangap?
"Saya berpikir begini saat itu. Surabaya ini kan kota pahlawan. Sudah berapa ribu orang yang mati di sini. Wajah-wajah patung pahlawan di Surabaya ini kan kebanyakan gitu semua. Menggambarkan kobaran semangat, ekspresfif, walau mereka orang bawahan. Saya kira itu yang paling representatif untuk Surabaya," jelasnya penuh semangat.
Muchtar mengatakan gambar Wong Mangap awalnya hanyalah sebuah pelengkap untuk merchandise. "Saat itu belum ada lho yang tepikir untuk membuat merchandise secara profesional," tambahnya. Lagi-lagi Persebaya menjadi tim yang mengawali terbentuknya kultur suporter sepak bola modern di Indonesia.
Setelah Wong Mangap berhasil digambarnya hanya dalam waktu satu jam (19.00-20.00 WIB) dan Persebaya berhasil keluar sebagai juara, beberapa orang yang fanatik bahkan mengaitkan kemenangan Persebaya karena daya magis logo ini.
"Padahal engak juga, tagline Kami Haus Gol Kamu termasuk yang berpengaruh besar sekali untuk membangkitkan gairah sepak bola Surabaya pada saat itu. Jadi dua kombinasi tagline dan gambar tersebut semakin membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk bertanding," tegasnya.
Bagaimana dengan beberapa orang yang beranggapan itu meniru wajah pahlawan Lamongan atau Malang?
Pria yang pensiun dari Jawa Pos pada tahun 2007 itu menjelaskan, "Nah itu, memang banyak sekali tafsiran macam-macam. Ada malah yang menganggap itu wajah separuh malaikat separuh setan. Wah, macem-macem pokoknya.Padahal boro-boro niru, buat aja kepepet dalam waktu sesingkat-singkatnya."
Menurutnya berbagai interpretasi yang ada juga tidak bisa disalahkan, itu adalah hak mereka sebagai penikmat seni. “Karena toh itu juga akan berhenti hanya sebagai tafsiran saja, kan," terang seniman yang mengidolakan Basuki Abdullah ini.
Apabila diperkenankan meminjam pendekatan sastra maka terdapat sebuah esai Roland Barthes berjudul The Death of The Author yang mengajarkan bahwa tidak ada penafsiran tunggal dalam sebuah karya. Artinya pada kondisi karya telah dipublikasikan maka the author had died (sang pemilik karya dianggap telah 'mati').
Ia tidak berhak untuk menuntut semua orang berperspektif sama sesuai dengan pesan yang ingin ia sampaikan. Seni memang dipertontonkan untuk dapat dinikmati dengan cara masing-masing. "Menangnya, saya hanya menang duluan nggawe (duluan membuat)," ujarnya dengan penuh rendah hati.
Bagaimana dengan Persebaya yang sekarang dipegang Azrul Ananda anak dari mantan bosnya itu?
"Bagus, luar biasa. Azrul memang jagoan dalam manajemen," puji pria yang mengaku masih terus menggambar dan mengikuti perkembangan Persebaya ini. Ia merasa jika pemain tentu akan bermain lebih total apabila kebutuhannya sudah terpenuhi (dalam hal ini fasilitas dan jumlah pendapatan yang fantastis).
"Kita semua tahu Persebaya pemainnya tinggal di apartemen yang nyaman. Pembinaan pemainnya juga luar biasa. Selalu berhasil mengorbitkan pemain-pemain muda berkualitas," tambahnya mengapresiasi Persebaya hari ini.
Semoga dengan pemaknaan ikon Wong Mangap dari sang kreatornya langsung ini, membuat Bonek Mania semakin paham dengan sejarahnya sendiri. Bagaimana para pendahulunya sangat menghargai jasa-jasa pahlawan dan melekatkan nama Bonek dengan pahlawan Surabaya. Maju terus Persebaya Surabaya! Semoga bisa meraih gelar juara Liga Indonesia tahun ini. (*)
*Wawancara ini dipersembahkan untuk sahabatnya, Slamet Oerip Pribadi. Wartawan senior Jawa Pos tahun 1980-an. Pencetus istilah Bonek.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Rizal Dani |
Sumber | : TIMES Surabaya |