Olahraga

Final Euro 2024: Spanyol Berburu Tropi Keempat, Inggris Mencari Gelar Perdana

Minggu, 14 Juli 2024 - 12:03 | 23.93k
Final Euro 2024 mempertemukan Spanyol vs Inggris, Senin (15/7/2024) dini hari. (Foto: Antara)
Final Euro 2024 mempertemukan Spanyol vs Inggris, Senin (15/7/2024) dini hari. (Foto: Antara)

TIMESINDONESIA, JAKARTASpanyol berusaha mencetak sejarah sebagai tim pertama yang memenangkan Piala Eropa empat kali, sementara Inggris mengejar trofi Euro pertama mereka dalam final Euro 2024 di Stadion Olimpiade Berlin pada Senin (15/7/2024) dini hari pukul 02.00 WIB.

Spanyol lah mencapai final Euro empat kali sebelumnya pada edisi 1964, 1984, 2008, dan 2012, dengan hanya satu kekalahan pada final 1984.

Advertisement

Sebaliknya, ini adalah final Piala Eropa kedua bagi Inggris setelah Euro 2020. Tidak ada pelatih Inggris yang bisa menandingi Gareth Southgate dalam membawa Three Lions ke dua final turnamen utama.

Southgate menjadi pelatih kedua setelah Sir Alf Ramsey yang membawa Inggris ke final turnamen besar. Southgate gagal pada Euro 2020, sementara Ramsey berhasil memenangkan Piala Dunia 1966.

Jika Southgate berhasil membawa Inggris mengalahkan Spanyol, dia akan menyamai pencapaian Ramsey sebagai pelatih yang membawa Inggris memenangkan trofi utama sepak bola.

Kemenangan ini bisa mengakhiri penantian 58 tahun tanpa gelar Piala Dunia maupun Piala Eropa, yang berpotensi memberinya gelar "Sir" seperti yang diberikan kepada Alf Ramsey.

Ini juga bisa menjadi trofi pertama bagi Harry Kane, yang meskipun sangat produktif di Liga Premier dan Bundesliga, belum pernah mengangkat satu pun trofi.

Sementara itu, bagi Luis de la Fuente, kemenangan ini akan menyempurnakan perjalanan Spanyol di Piala Eropa dengan rekor sempurna selalu menang dalam enam laga sebelumnya, menjadikannya pelatih pertama yang menjuarai Piala Eropa dengan rekor sempurna.

Dia juga akan bergabung dengan jajaran pelatih elite Spanyol yang menjuarai turnamen utama, seperti Jose Villalonga, Vicente del Bosque, dan Luis Aragones.

De la Fuente akan diingat sebagai pelatih yang membawa tim dengan rata-rata pemain non-bintang, tapi berakhir sebagai juara. Tim Spanyol versi de la Fuente bahkan awalnya tidak difavoritkan untuk menjuarai Euro 2024.


Perjalanan Spanyol dan Inggris Menuju Final: Meyakinkan vs Terpuruk

Meskipun tanpa pemain-pemain bintang seperti Inggris, perjalanan tim de la Fuente sangat meyakinkan. Mereka memenangkan semua enam laga sebelum final, dengan lima di antaranya tanpa perpanjangan waktu. Tidak ada laga yang diakhiri dengan adu penalti.

Sebaliknya, Inggris hanya dua kali memenangkan laga dalam waktu normal 90 menit, bahkan harus melalui adu penalti melawan Swiss di perempat final.

Lawannya juga lebih ringan dibandingkan dengan tim-tim yang dihadapi Spanyol.

Belanda mungkin lawan terberat Inggris, sementara Spanyol mencapai final setelah mengalahkan Italia, Jerman, Prancis, dan Kroasia.

Hebatnya lagi, tujuh dari delapan gol Spanyol dalam laga melawan keempat tim itu berasal dari permainan terbuka.

Sebaliknya, Inggris harus berjuang keras. Mereka dipaksa seri oleh Denmark dan Slovenia, dan hampir kalah dari Slovakia kalau bukan karena dua gol pada menit-menit terakhir.

Three Lions juga mengandalkan penalti kontroversial untuk menyingkirkan Belanda di semifinal.

Inggris menciptakan tujuh gol dan kebobolan empat gol dari total 66 peluang, dengan 19 di antaranya tepat sasaran.

Sebaliknya, La Roja mencetak 13 gol dan kebobolan tiga gol dari 108 peluang, dengan 37 di antaranya tepat sasaran.

Keberhasilan Spanyol dibangun di atas filosofi sepak bola menekan yang membuat lawan kehilangan konsentrasi menyerang dan kehilangan bola. Namun, Spanyol akan kesulitan menekan Inggris.

Three Lions sangat fisikal dan agresif dalam memburu bola ke mana saja dan memiliki tekel-tekel sedikit lebih efektif ketimbang Spanyol.

Jelajah berlari Three Lions juga lebih jauh ketimbang La Roja, dengan perbandingan 737 km melawan 723 km. Umpan efektif pun lebih banyak, yakni 3.593 dibandingkan 3.202.

Inggris juga memiliki daya tahan yang harus diwaspadai Spanyol, yang seringkali menyelamatkan mereka dengan gol-gol pada menit-menit terakhir.


Kekuatan di Atas Kertas: Seimbang

Spanyol lebih nyaman menghadapi lawan yang ofensif seperti mereka, tetapi mereka kesulitan melawan Italia dan Jerman yang bermain menyerang. La Roja harus mengandalkan gol bunuh diri untuk mengalahkan Italia dan lebih tertekan saat melawan Jerman di perempat final.

Dalam beberapa hal, Inggris bermain seperti Italia dan Jerman, dan di bawah Southgate, mereka menampilkan sepak bola menyerang ala tiki-taka seperti yang dianut La Roja. Ini terbukti saat mereka mengalahkan Belanda di semifinal.

Tiki-taka adalah jiwa permainan Spanyol yang diadopsi dari gaya bermain Barcelona. Ironisnya, musim ini tiki-taka tidak menghasilkan apa-apa di Spanyol karena Real Madrid yang lebih menyerupai timnas Inggris sebelum era Southgate justru sukses di LaLiga dan Liga Champions.

Sebaliknya, tiki-taka berhasil di Inggris ketika Manchester City menjuarai Liga Inggris.

Kemungkinan besar, salah satu faktor penting dalam laga ini adalah bagaimana kedua tim memahami permainan lawan mereka.

Inggris memiliki pemain yang memahami permainan Spanyol, seperti Jude Bellingham yang menjadi andalan Real Madrid dan mantan pemain Atletico Madrid, Kieran Trippier. Mereka juga memiliki Kyle Walker dan Phil Foden yang paham cara bermain tiki-taka.

Sebaliknya, Spanyol kekurangan referensi untuk memahami permainan Inggris, kecuali Rodri yang menjadi andalan lini tengah Spanyol dan Manchester City. Rodri yang menjadi otak permainan La Roja akan bertarung dengan Declan Rice, seperti sering terjadi di Liga Inggris. Kedua gelandang ini instrumental baik bagi timnas Spanyol dan Inggris maupun bagi City dan Arsenal.

Duel sengit juga akan terjadi antara kedua sayap dengan sayap pertahanan mereka.

Satu lagi kelebihan Inggris adalah skuad mereka diisi oleh delapan pemain yang tampil dalam final Euro 2020. Hanya Jesus Navas yang memiliki kualifikasi seperti delapan pemain Inggris itu.

Pengalaman ini bisa menjadi faktor pembeda, apalagi pemain-pemain Inggris, termasuk Bukayo Saka, berhasil melawan kutukan adu penalti ketika menyingkirkan Swiss di perempat final. Jika laga ini berakhir dengan adu penalti, Inggris menjadi tim yang lebih siap untuk menang.

Seperti yang diakui Luis de la Fuente, tim yang bisa mengelola kekuatannya dengan baik dan seminimal mungkin melakukan kesalahan adalah yang akan memenangkan laga ini.

Pertanyaannya, apakah Lamine Yamal dan Nico Williams akan merusak pertahanan Inggris, atau Saka, Bellingham, dan Phil Foden yang akan mengacaukan lini belakang Spanyol yang salah satunya beranggotakan bek kanan Jesus Navas yang sudah berusia.

De la Fuente kemungkinan besar akan memasang pola 4-3-3, sementara Southgate mempertahankan formasi 3-4-2-1 yang sukses melawan Belanda.

Ini pertemuan keempat kedua tim dalam turnamen besar setelah Piala Dunia 1950, Piala Dunia 1982, dan Euro 1996. Mereka saling mengalahkan dan sekali seri dalam tiga pertemuan ini.

Sejak lama, kedua tim memiliki kekuatan seimbang yang mungkin membuat final Euro 2024 ini akan ditentukan oleh adu penalti, seperti final Euro tiga tahun lalu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES