Pemerintahan

Tjoetjoe Sandjaja: Konggres Advokat Indonesia Pemegang Sertifikat Kompetensi

Selasa, 18 Februari 2020 - 18:21 | 563.11k
Vice Presiden KAI, Adv. T. M. H Luthfi Yazid, SH.,LL.M. CLI., CIL ketika menyampaikan kuliah umum bertema Disrupsi Hukum Dan Tantangan Profesi Advokat Masa Depan. (FOTO: Fajar Rianto/TIMES Indonesia)
Vice Presiden KAI, Adv. T. M. H Luthfi Yazid, SH.,LL.M. CLI., CIL ketika menyampaikan kuliah umum bertema Disrupsi Hukum Dan Tantangan Profesi Advokat Masa Depan. (FOTO: Fajar Rianto/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Advokat H Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, SH MH CLA CIL CLI CRA mengatakan, KAI merupakan satu-satunya organisasi profesi advokat yang sudah memiliki sertifikat kompetensi. Sehingga, wajar bila KAI semakin diminati pejabat dan masyarakat.

“Apalagi saat ini lebih mudah jalan jadi Advokat. Sedangkan dulu ibarat naik angkutan pedesaan. Namun sekarang jaman semakin maju. Menekuni profesi Advokat ibaratnya sama dengan bidang kedokteran. Tinggal tergantung doa maka banyak berdoa biar klien atau pasiennya bisa banyak. Terkait hal tersebut,” papar Tjoetjoe dalam acara penandatanganan kerjasama antara KAI dengan Univeristas Janabadra, Selasa (18/2/2020).

Advertisement

Menurutnya, mahasiswa harus memiliki banyak keinginan bagaimana kelak langkah kedepannya. Karena itu, KAI mengajak para mahasiswa jadi praktisi hukum. Apalagi, terlebih kalau UU Hakim nanti disahkan.

Syarat untuk menjadi hakim harus pengalaman melalui atau melewati profesi hukum lain terlebih dahulu. Sedangkan profesi hukum selain hakim dibantaranya jaksa, dosen, LSM, wartawan hukum ataupun KPK.

Selain menempuh pendidikan akademik Tjojoe juga memaparkan perihal CIL CLI CLA CRA sebagai gelar profesi. Dengan sertifikat kompentensi yang dikekuarkan LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi). Sedangkan KAI sebagai lembaga yang memiliki sertifikat kompetensi akan mengeluarkan SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijasah).

Sementara itu, Vice Presiden KAI, Adv. T. M. H Luthfi Yazid, SH.,LL.M. CLI., CIL dalam kuliah umum bertema Disrupsi Hukum Dan Tantangan Profesi Advokat Masa Depan mengatakan, tidak setuju adanya teory, masa depan lawyer akan berakhir dengan adanya digitalisasi ini. Tapi dirinya melihat nantinya akan ada robot sebagai peng handle pekerjaan lawyer.

Contohnya, di luar ada yang telah menangani perkara dengan robot. Jadi yang akan mengurus kasus adalah robot. Dan saat ini di AS sudah ada yang seperti itu dalam perkara kepailitan. Nah, pertanyaannya jika ada kesalahan siapa yang tanggung jawab.

Maksud disrupsi adalah perubahan berbagai sektor akibat digitalisasi dan “Internet of Thing” (IoT) atau “Internet untuk Segala”.

Artinya sesuatu yang membuat kaget. Sama halnya kita saat ini hadapi sebuah jaman yang berbeda sama sekali. Jaman yang tidak ada awalnya dan mahasiswa adalah para perintisnya.

Generasi sekarang ketika melamar kerja akan tanya besaran gaji, tunjangan, asuransi dan lain-lain. Mereka cenderung tidak sabar.

Bagaimana sekarang langkah menjembatani? "Salah satunya harus ada pengembangan dalam kurikulum pembelajaran," ujarnya.

Tjoetjoe Sandjaja juga berpesan untuk menanamkan pada para mahasiswa tujuan sejak dari go. Mumpung di Yogyakarta, perbanyak belajar bahasa asing. Kalau perlu bahasa asing lainnya.

Sehingga kelak kalau jadi Advokat akan banyak yang memperhitungkan. Sekaligus mulai membangun jaringan. Mumpung masih muda. Usai lulus kuliah lanjut belajar magister sehingga paham mengenai pengantar ilmu hukum.

Memang kemajuan teknologi merambah berbagai sektor. Sehingga harus dikuti dengan merubah maindset pola pikir. Adanya distribusi harus diikuti langkah antisipasi. Sehingga tidak jadi advokat yang ketinggalan zaman. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki
Sumber : TIMES Yogyakarta

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES