Pemerintahan

Pusaka Negara Peringatkan DPR RI untuk Tidak Mendukung Calon Anggota BPK yang Bermasalah

Rabu, 01 September 2021 - 11:07 | 47.45k
Gedung Pusat Badan Pemeriksa Keuangan. (FOTO: BPK)
Gedung Pusat Badan Pemeriksa Keuangan. (FOTO: BPK)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pusat Kajian Keuangan Negara (Pusaka Negara) mengingatkan agar Komisi XI DPR RI memegang teguh peraturan perundang-undangan terkait status dua calon Anggota BPK yang dinilai tidak memenuhi persyaratan (TMS). 

Direktur Eksekutif Pusaka Negara, Prasetyo mengatakan, fatwa Mahkamah Agung (MA) yang notabenenya diminta Komisi XI DPR RI menyebutkan, bahwa Calon Anggota BPK harus memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 huruf j UU No.15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Advertisement

Seperti diketahui, terdapat dua nama yang dinilai tidak memenuhi syarat dalam pencalonan Anggota BPK, adalah Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana karena mereka belum 2 tahun meninggalkan jabatan sebagai pengelola keuangan negara.

"Warga negara harus tunduk pada konstitusi negara, termasuk pula Anggota DPR RI. Persyaratan formil yang tertuang dalam UU BPK tidak perlu ada persepsi dan interpretasi karena sudah final dan mengikat," ucap Direktur Eksekutif Pusaka Negara, Prasetyo kepada wartawan, Rabu (1/9/2021).

Hal ini sekaligus menanggapi pernyataan Ketua Fraksi PPP sekaligus Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara dalam menyikapi Fatwa MA. Uskara menyebut bahwa Fatwa MA terkait pencalonan Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z Soeratin merupakan wilayah hukum. 

"Sungguh aneh, yang meminta Fatwa MA itu kan Komisi XI DPR ya?. Dimaksudkan untuk jadi rujukan agar polemik perbedaan pandangan bisa selesai. Ini kok mbulet aja. Seharusnya kalau sudah keluar fatwa ya diikuti karena memang diminta," lanjut Prasetyo yang juga merupakan Tim Informasi Koalisi Save BPK itu.

Prasetyo mengatakan, UU BPK mestinya diikuti, tidak perlu diperdebatkan, apalagi ditafsir sendiri sesuai kepentingan. Karena itu, Pusat Kajian Keuangan Negara menyarankan agar segera diambil keputusan, sehingga pemilihan Anggota BPK berjalan sesuai ketentuan UU.

Sebelumnya, sejumlah pakar hukum tata negara bersepakat bahwa persyaratan calon Anggota BPK harus merujuk pada ketentuan UU. Apalagi, soal persyaratan ini telah ditegaskan oleh Mahkamah Agung. Margarito Kamis misalnya, menekankan bahwa tidak ada ilmu hukum manapun yang dapat dipakai untuk meloloskan calon tidak memenuhi syarat.

"Kita tidak boleh menoleransi kesalahan para pembentuk UU dengan menginjak UU yang mereka bikin sendiri. Jadi pilihan yang harus diambil adalah coret dua orang itu," tegas Margarito, Senin 30 Agustus kemarin.

Bahkan, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf menekankan bahwa pembangkangan terhadap hukum oleh lembaga negara adalah kejahatan serius. DPR RI adalah lembaga pembuat UU harus menjadi yang terdepan dalam kepatuhan terhadap UU yang diciptakan sendiri.

"Bila melanggar UU, seluruh anggota DPR RI yang terlibat dalam pelanggaran dan pembangkangan hukum bisa diproses secara hukum yang bisa berakibat pada pemecatan sebagai anggota DPR, salah satu klausul pemberhentian anggota DPR adalah jika secara nyata dan tetang benderang melakukan pelanggaran hukum," ucap Asep belum lama ini.

Untuk diketaui, awal September ini Komisis XI DPR RI akan menggelar fit and proper test dan pemilihan calon Anggota BPK. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada kepastian terkait jadwal uji kepatutan tersebut. 

Demikian pula belum ada keputusan mengenai status persyaratan Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana, apakah dianulir atau diteruskan. Namun, sejumlah kalangan mengingatkan Komisi XI DPR RI agar seleksi Anggota BPK ini megacu pada UU No.15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES