Ada 6700 Anak Putus Sekolah di Bondowoso, Harus Ada Kolaborasi Mengatasinya

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Anak putus sekolah di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, masih terbilang tinggi dengan jumlah mencapai 6.731 anak. Jumlah tersebut setelah dilakukan verifikasi dan validasi. Kondisi ini menjadi PR bersama ke depan.
Anak putus sekolah tersebut meliputi anak yang drop out (DO), lulus tidak melanjutkan (LTM) dan belum pernah bersekolah (BPB).
Advertisement
Dari jumlah tersebut anak putus sekolah untuk jenjang SD mencapai 3.073. Terdiri dari siswa DO 1.069, lulus tidak melanjutkan 1.021 anak, dan belum pernah bersekolah sebanyak 983.
Sementara anak putus sekolah untuk jenjang SMP mencapai 3.658, dengan rincian DO 919, lulus tidak melanjutkan 1.746, dan belum pernah bersekolah 993 anak.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Bondowoso, Haeriyah Yuliati memaparkan, Komisi IV DPRD Bondowoso telah melakukan rapat untuk membandingkan data anak putus sekolah.
“Ternyata setelah dipadankan memang ada selisih, kami sudah melakukan validasi tapi kami akan melakukan validasi ulang dengan melibatkan kepala sekolah melalui Korwil dan juga MKKS,” kata dia.
Ketidaksamaan data itu disebabkan karena sumber yang diperoleh DPRD masih data lama. Padahal setelah dilakukan verval ternyata sudah ada penurunan anak tidak sekolah.
Namun demikian kata dia, berdasarkan formasi korwil, angka itu belum sepenuhnya benar. Karena menurut mereka angka anak tidak sekolah saat ini relatif lebih sedikit.
“Kita harus cek dulu di lapangan. Apakah memang betul atau seperti apa, karena sumber data itu banyak,” jelas dia.
Haeriyah juga memaparkan, sekolah sudah memberikan edukasi terhadap siswa agar mereka tidak putus sekolah. Apalagi sekolah memiliki kepentingan terhadap siswa, karena maju tidaknya sekolah tergantung pada jumlah siswa.
Oleh karena itu, dia juga menyampaikan kepada para guru dan pihak sekolah supaya melakukan upaya agar siswa tidak sampai putus sekolah atau DO.
“Karena sekolah memiliki kepentingan untuk itu. Karena kalau siswanya sedikit maka jam mengajar mereka berkurang, ini juga berdampak pada penghasilan mereka juga,” paparnya.
Namun demikian kata dia, hal ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh pihak sekolah saja. Perlu kerja sama semua lapisan dan stakeholder agar anak yang putus sekolah semakin turun.
Menurutnya, perlu keterlibatan tokoh masyarakat, tokoh agama, termasuk pemerintah desa. Semua harus berkolaborasi mengedukasi agar anak mau melanjutkan sekolah.
Dia menegaskan harus ada formulasi. Oleh karena itu pihaknya akan melakukan langkah-langkah konkrit. Salah satunya guru yang ada di lembaga agar mengajak anak yang putus sekolah kembali ke sekolah.
Namun hal itu juga harus dilakukan identifikasi permasalahan, atas dasar apa mereka putus sekolah. Setelah itu harus dicari solusinya yang dibutuhkan untuk bisa mengembalikan anak ke sekolah.
“Sebab masing-masing anak berbeda penanganannya. Ketika akar permasalahan berbeda maka solusinya berbeda. Identifikasi harus dilakukan agar upaya kita efektif untuk kita terapkan,” tegas dia. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |