Pemerintahan

Kisah 3 Calon Jemaah Haji Probolinggo 2025, dari Sepeda Ontel Menuju Tanah Suci

Senin, 21 April 2025 - 20:59 | 28.21k
Dari kiri, Akhmad Sofyan, Sukarso, dan Subaweh, Calon Jemaah Haji 2025 Probolinggo. (Foto: Fafa Harowy/TIMES Indonesia)
Dari kiri, Akhmad Sofyan, Sukarso, dan Subaweh, Calon Jemaah Haji 2025 Probolinggo. (Foto: Fafa Harowy/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Siapa sangka, roda sepeda ontel yang dulu mengantar kerupuk dari warung ke warung, kini berganti arah menuju Baitullah. Namanya Pak Akhmad Sofyan. Usianya 61 tahun. Lahir dan besar di Desa Muneng, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, Jatim. 

Ia bukan konglomerat, bukan pula pengusaha besar. Ia hanyalah pedagang kecil yang pernah berkeliling menjajakan kerupuk dengan sepeda tua. Namun, tahun ini namanya tercatat sebagai salah satu jemaah haji 2025.

Advertisement

“Kalau dilihat dari manusia, rasanya tidak mungkin,” ucapnya lirih. Tapi Sofyan percaya, Tuhan itu Maha Pemurah.

Ia memulai semuanya dari nol. Saat anak pertamanya lahir, ia masih menjual kerupuk. Bertahun-tahun kemudian, perlahan ia beralih berdagang sembako. Lalu mencoba peruntungan sebagai calo pedagang sapi. Dari calo, jadi jagal. Kini, ia menjual daging sendiri, bertani di sawah milik sendiri.

“Sejak dagang kerupuk itu, saya sudah niat ingin haji,” katanya. “Walaupun tidak punya uang, saya nekat. Yang penting hidup ikut aturan Tuhan dan syukuri yang ada.”

Sofyan bukan satu-satunya. Ada juga Pak Sukarso, 47 tahun, masih dari Desa Muneng. Dahulu buruh tani. Sekarang punya usaha snack sendiri, produksi dan kulakan. Modal awalnya? Niat.

“Saya daftar haji tahun 2012, pakai program talangan. Awalnya gak mampu, tapi setelah daftar, rezeki datang terus. Dalam enam bulan, lunas,” ujarnya.

Niat kuat, doa tekun, kerja keras tak henti. Itulah bahan bakar perjalanannya. Kini ia punya sawah sendiri, usaha berkembang pesat. Dulu sempat ragu, kini justru takjub, “Kayaknya gak masuk akal, tapi benar terjadi,” ucapnya meyakinkan.

Cerita serupa juga datang dari Pak Subaweh, 58 tahun. Buruh tani yang kini menjadi pedagang sate. Usaha itu warisan dari mertuanya, dilanjutkan bersama sang istri. Ketika keinginan naik haji muncul, ia hanya punya Rp8 juta. Tapi keberanian dan keyakinannya membuatnya ikut program talangan haji.

“Hanya bermodal delapan juta, dapat dua kursi untuk saya dan istri. Sisanya saya cicil,” katanya. Kini, ia bersyukur tak henti. “Bangga sekali, bisa berangkat bersama istri. Kami sama-sama kerja keras.”

Ketiganya tak berasal dari keluarga berada. Tapi tekad dan kerja keras mengantar mereka ke Tanah Suci. Ketiganya berangkat bersama istri masing-masing, karena sejak awal, mereka memang bahu-membahu, jatuh bangun bersama.

Harapan mereka sederhana namun mulia. Menjadi haji yang mabrur. Rezeki yang halal dan berkah. Kesehatan yang terjaga. Dan semoga perjalanan ini menjadi teladan bagi anak cucu mereka.

Di balik ihram dan air mata haru, tersimpan kisah tentang keberanian menantang batas. Tentang percaya sebelum punya. Tentang orang-orang biasa, yang mimpinya sampai ke tempat paling suci.

Karena ternyata, sepeda ontel pun bisa menuntun langkah menuju Makkah.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Muhammad Iqbal
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES