Aksi Beda Satpol PP Pemkab Blitar, Libatkan Ibu-Ibu PKK dalam Pemberantasan Rokok Ilegal

TIMESINDONESIA, BLITAR – Aksi pemberantasan peredaran rokok ilegal di Kabupaten Blitar tahun ini tampil beda. Satpol PP selaku penerima anggaran DBHCHT untuk penegakkan hukum, akan melibatkan ibu-ibu PKK sebagai pengawas di lingkungan terkecilnya.
Anggaran penegakkan hukum yang bersumber dari DBHCHT tahun ini naik sekitar Rp 100 juta dibandingkan tahun 2024 lalu. Tahun 2025 ini, Satpol PP Pemkab Blitar menerima anggaran sebanyak Rp 1, 82 miliar. Keterangan dari Repelita Nugroho,selalu Kabid Gakkumda Satpol PP dan Damkar Kabupaten Blitar, anggaran tersebut dipergunakan untuk Bidang Penegakan Hukum diantaranya untuk Sosialisasi tatap muka Rp 200 juta.
Advertisement
Kemudian untuk pengumpulan informasi peredaran barang kena cukai ilegal Rp 621.953.900,003. Operasi pemberantasan barang kena cukai ilegal Rp 804.500.000,004. Serta penyediaan Sapras pendukung kegiatan pemberantasan barang kena cukai ilegal Rp 93.546.100, 000.
Namun berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, numenklatur yang tertuang dalam PMK nomer 72 tahun 2024 tentang Penggunaan DBHCHT untuk tahun 2025 ini ada beberapa perubahan. Diantaranya, untuk sosialisasi pemberantasan peredaran rokok ilegal hanya bisa dilaksanakan maksimal enam kali tatap muka. Dan jumlah peserta minimal 25 orang, maksimal 50 orang.
"Tahun ini sosialisasinya kami sesuaikan dengan PMK nomer 72 tahun 2024. Kalau tahun sebelumnya mulai pedagang, petani dan hampir semua elemen masyarakat kami libatkan di pengawasan peredaran rokok ilegal, nah tahun ini prioritas kami ke ibu-ibu PKK," jelas Eta, panggilan akrab Repelita Nugroho kepada Times Indonesia, Rabu (23/4/2025).
Menurut Eta, target audience sosialisasi ini ke ibu-ibu PKK karena mereka sering melakukan aktifitas belanja ke pasar, sering hadir di pertemuan seperti pengajian atau arisan. Dan tak sedikit dari mereka yang suaminya perokok aktif. Dengan melibatkan ibu-ibu PKK dalam pengawasan peredaran rokok ilegal ini, dinilai lebih efektif dan efisien dalam fungsi pengawasan yang melibatkan langsung masyarakat.
"Ibu-ibu ini lebih peduli kalau suaminya merokok gak ada cukainya bisa memperingatkan langsung. Terus ketika mereka belanja ke pasar tahu ada yang jualan rokok ilegal. Kemudian mereka juga sering hadir di pertemuan-pertemuan, nah materi sosialisasi ini kami harapkan di getok-tularkan atau disampaikan kepada teman-teman di pertemuan yang mereka hadiri itu ," ulasnya.
Ibu-ibu PKK, lanjut Eta, juga dinilai lebih berani menyampaikan informasi terkait peredaran rokok ilegal kepada petugas penegakkan perda seperti Satpol PP atau ke petugas penegak hukum lainnya. Selain itu, ibu-ibu PKK juga lebih realistis ketika diajak berhitung soal untung rugi jika mengetahui di sekitarnya ada aktifitas perdagangan rokok ilegal.
"Endingnya kami sampaikan, untungnya tidak sebanding dengan resikonya. Pertama, resiko denda sangat besar, bisa dua kali nilai cukai atau maksimal 10 kali nilai cukai. Belum lagi konsekuensi melanggar hukum lainnya," beber Eta.
Setelah mendapat sosialisasi tentang pemberantasan peredaran rokok ilegal, Eta berharap, ibu-ibu PKK dan masyarakat yang sudah mendapat informasi tentang hal ini, tidak takut atau segan melaporkannya ke aparat penegak perda atau aparat penegak hukum terdekat.
"Jadi posisi Satpol PP ini kan penegak perda. Sifatnya membantu penegak hukum untuk melakukan tindakan. Kami selalu berkoordinasi dengan Bea Cukai selalu penyidik dan Kejaksaan sebagai penuntut dalam operasi pemberantasan peredaran rokok dan cukai ilegal. Jangan takut lapor, identitas pelapor kami jamin rahasianya," tegasnya. (ADV)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |