Staf Ahli Menkominfo Ajak Mahasiswa Lawan Berita Hoax

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Staf Ahli Menkominfo Bidang Hukum Prof. Dr. Henry Subiakto, SH, MA mengajak mahasiwa untuk melawan penyebaran hoax yang berupaya memecah kedaulatan NKRI.
Menurut data statistik Kemenkominfo tahun 2016, ada 132 juta pengguna internet aktif di Indonesia atau sekitar 52 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut terdapat, sekitar 129 juta memiliki akun media sosial, dengan penggunaan akses media mencapai 3,5 jam per hari.
Advertisement
Hasil itu ternyata tidak seiring dengan mendorong kemajuan bangsa dengan hal-hal positif. Namun, Henry justru menilai kehiatan yang terjadi belakangan menunjukkan fenomena berkebalikan, yakni mulai munculnya informasi negatif yang memicu keresahan.
"Informasi dari media abal-abal, akun anonim, buzzer, dan hoax ini sering kali memiliki kepetingan tertentu," kata Henry dalam kuliah tamu Dies Natalis ke 54 UB, di Aula Nuswantara, FISIP UB, Malang, Jawa Timur, Kamis (5/1/2016).
Henry mengatakan untuk memerangi ini, pemerintah telah merevisi UU ITE dari UU No 11 Tahun 2008 menjadi UU No 19 Tahun 2016. UU ITE ini menjadi hukum aktivitas di dunia maya. Ia juga menjelaskan UU ITE ini, merupakan upaya extensi norma dunia nyata ke dunia maya.
"Apa yang dilarang di dunia nyata, dilarang pula di dunia maya," terangnya singkat.
Henry menjelaskan upaya ini diharapkan mampu memberantas isu-isu yang ingin memecah belah bangsa disinformasi yang beredar di dunia maya, seperti disinformasi bahaya kuning, disinformasi PKI dan disinformasi ancaman asing.
Selain itu, guru besar Universitas Airlangga Surabaya ini, juga mengatakan pada pasal hukum UU ITE baru ini, tidak banyak mengalami perubahan pada aturan terkait penyebaran pornografi, perjudian, kabar bohong, dan kebencian.
"Untuk penyebaran kebencian dan permusuhan berdasar SARA tidak berubah, dan saya harap para mahasiswa tidak ikut dalam itu," tambahnya.
Sementara itu, untuk perubahan baru pada UU ITE, Henry menyebutkan ada beberapa pasal. Salah satunya, adanya hak Right to be Forgotten atau hak untuk dihapus dan ditambahnya poin kewenangan pemerintah untuk mencegah penyebarluasan informasi elektronik yang dilarang UU.
"Pasal 40 ayat 2 jelas menyatakan bahwa pemerintah wajib, melakukan pencegahan, pernyebarluasan dan penggunaan informasi elektronik yang bertentangan dengan UU," tandasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rochmat Shobirin |