Puluhan Pelajar Thailand 'Nyantri' di Pesantren Matholiul Anwar Lamongan

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pondok Pesantren (PP) Matholiul Anwar, Simo Sungelebak, Kecamatan Karanggeneng, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, menunjukkan eksistensinya di kawasan Asia Tenggara.
Ini ditunjukkan dengan adanya puluhan pelajar dan mahasiswa asal Thailand yang menempatkan PP Matholiul Anwar sebagai tujuan untuk memperdalam ilmu agama. “Ada 30-an yang di pondok. Tadi malam datang 9 orang,” kata satu di antara santriwati asal Thailand, Nurul Yani, Rabu (6/9/2017).
Advertisement
Menurutnya, kebanyakan pelajar asal Thailand ini berasal dari tiga provinsi yang penduduknya mayoritas muslim. “Yang ada di sini bagian selatan semua, dari Provinsi Patani, Provinsi Yala dan Narathiwat,” ujar Nuni panggilan karib Nurul Yani.
Ia mengaku, memiliki beberapa alasan dengan memilih untuk “nyantri” di PP Matholiul Anwar. “Awalnya ditawari beasiswa di sekolah-sekolah di Thailand Selatan. Lokasinya juga dekat, dan biaya hidupnya tidak mahal. Biasanya kami ke Indonesia sama Mesir,” ucap Nuni.
Di PP Matholiul Anwar, sambungnya, mereka telah banyak belajar tentang ilmu agama. “Kita bisa belajar Manakib, Istiqosah, kalau di sana jarang-jarang. Ngajinya khusus yang dari Thailand jadi satu,” ujar Nuni yang sudah “nyantri” di PP Matholiul Anwar selama empat tahun ini.
Selama proses “nyantri”, disebutkan Nuni, tak banyak perbedaan yang mencolok antara di Indonesia dengan di Thailand. “Kitabnya sama di sana tapi Arab pegonnya beda, kalau sini pegon jawa kalau di sana pegon jawi (arab melayu),” katanya didampingi dua rekannya Nur Aini dan Nadia.
Di sisi lain, sahut Nur Aini, mereka “nyantri” ini melanjutkan studi baik itu dijenjang Sarjana atau pun Pasca Sarjana di Universitas Islam Darul Ulum Lamongan (Unisda), dengan memilih berbagai jurusan.
“Yang 9 mereka mahasiswa baru. Yang lama ada yang jurusan PAI, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, sama Matematika. Kuliah ada yang S1 dan S2,” tutur mahasiswi semester akhir Jurusan Bahasa Inggris ini.
Ia menjelaskan, selain menjadi santri di Pondok Pesantren yang didirikan pada 18 Januari 1914 ini, juga ada tiga siswa yang menempuh pendidikan di jenjang Madrasah Aliyah (MA) sebanyak tiga orang. “Tiga orang laki-laki semua,” ucapnya.
Lebih jauh, Ia mahasiswa Thailand ini, tak hanya mengisi belajar ilmu agama dan di bangku perkuliahan saja selama di Lamongan. Namun, juga berorganisasi.
“Kami tergabung di organisasi namanya Hikmat (himpunan keluarga mahasiswa Al-Hikmah Thailand). Kita semua yang di Lamongan berorganisasi selalu ada kegiatan, diskusi dan olahraga bersama,” ujarnya.
Para mahasiswi ini pun, membagi pengalamannya - tentang culture shock. Berupa suka dan duka yang yang dialami oleh pelajar Thailand saat “nyantri” dan menempuh pendidikan di Indonesia.
Ia mengatakan, bahasa menjadi kendala utama dalam proses adaptasi selama berada di Indonesia. “Yang susah bahasanya, disini kan banyak pakai bahasa jawa, kita biasanya pakai bahasa melayu. Satu tahun belajar bahasa, sekarang udah bisa sedikit-sedikit,” tutur Aini.
Aini melanjutkan, persoalan makanan, menjadi kendala yang kedua, karena perbedaan cara memasak dan lauk pauk yang tersedia. “Kita di sini masak sendiri, karena tidak suka tahu - tempe. Tapi kita suka makan soto, sate, pecel, kalau rujak suka sekali,” katanya.
Nah, perkara bergaul dengan rekan-rekannya, Ia dan pelajar asal Thailand mengaku tak memiliki masalah. “Kita pernah main ke rumah teman yang di Tuban, Gresik,” tuturnya menambahkan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Rochmat Shobirin |
Sumber | : TIMES Lamongan |