Pendidikan

Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Dinilai Kacaukan Pemahaman Makna Pancasila

Kamis, 24 Januari 2019 - 20:07 | 202.30k
Hastangka, S. Fil., M.Phil., ketika memaparkan hasil penelitian disertasinya pada ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Filsafata UGM, Kamis (24/1/2019). (FOTO: Humas UGM/TIMES Indonesia)
Hastangka, S. Fil., M.Phil., ketika memaparkan hasil penelitian disertasinya pada ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Filsafata UGM, Kamis (24/1/2019). (FOTO: Humas UGM/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Istilah empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yang didengungkan MPR RI dinilai mengacaukan struktur dan logika bahasa. Alasannya, secara struktur dan logika bahasa bahwa Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika memiliki kedudukan dan fungsi yang berbeda.

Sehingga, ke-4 tersebut tidak dapat disejajarkan. Selain bermasalah secara semantik, penggunaan istilah empat pilar sebagai bahasa politik  untuk nama program kegiatan sosialiasasi ini ditengarai juga menimbulkan perdebatan di masyarakat.

Advertisement

“Empat pilar tersebut mengaburkan makna yang sesungguhnya akan bahasa dan simbol pengertian dan hakikat dari Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika yang sebenarnya,” kata mahasiswa doktoral Fakultas Filsafat UGM Hastangka, S. Fil., M.Phil., dalam pemaparan hasil penelitian disertasinya pada ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Filsafata UGM, Kamis (24/1/2019).

Hastangka memberi judul disertasinya yaitu Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara ditinjau dari Perspektif Filsafat Bahasa dan Implikasi Teoritis Terhadap Pemahaman Pancasila.

Menurut Hastangka, dasar argumen MPR RI menggunakan istilah empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkenalkan kembali Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinekka Tunggal Ika yang dianggap luntur sejak pasca reformasi. Namun tata hubungan yang dibangun MPR  RI menurut Hastangka tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam konteks relasi historis, yuridis dan filosofis.

“Istilah empat pilar telah mengacaukan dan mendelegitimasi tata hubungan hakikat dan makna istilah Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” paparnya.

Ia menambahkan, penggunakan istilah empat pilar dari aspek struktur dan logika bahasa memiliki kesalahan kategoris dan kesalahan logika sehingga menimbulkan kerancuan dan sesat pikir berupa pergantian makna dan penyimpangan makna. “Istilah tersebut berimplikasi secara teoritis mengubah pemahaman tentang Pancasila menjadi membingungkan,” jelas Hastangka.

Menurutnya, politisasi terhadap bahasa oleh penguasa dalam hal ini MPRI RI dalam memahami penggunaan bahasa, simbol, pemaksaan pemaknaan suatu istilah dalam bahasa tidak sesuai dengan kebahasaan yang benar berisiko berdampak pada pemahaman yang keliru dalam memahami pengertian dan karakteritik bahasa itu sendiri.

“Politisasi atas bahasa telah menyebabkan persoalan legitimasi makna atas bahasa yang berpotensi menyesatkan,” ujarnya.

Kegagalan elit politik merumuskan bahasa dalam proses penciptaan realitas, makna dan simbol bahkan akan berdampak pada kegagalan dalam proses pemaknaan dan pemahaman tentang makna atau hakikat bahasa itu sendiri.

Saat ini, problem elit politik atau penguasa yang memiliki kecenderungan berubah-ubah dalam menggunakan dan menginterpretasikan bahasa yang tidak berdasarkan pada filosofi dan dasar filsafat bahasa yang benar untuk menalar negara. Termasuk dalam hal ini adalah soal empat pilar yang didengungkan MPR RI. “Sehingga, berpotensi menyesatkan pemahaman masyarakat tentang makna dan filosofi negaranya,” jelasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani
Sumber : TIMES Yogyakarta

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES