Pendidikan

Lewat Program Doktor Mengabdi, UB Angkat Produk Lokal Mendunia

Rabu, 02 September 2020 - 11:53 | 122.47k
Program Doktor Mengabdi Universitas Brawijaya. (Foto: PDM for TIMES Indonesia)
Program Doktor Mengabdi Universitas Brawijaya. (Foto: PDM for TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANGProgram Doktor Mengabdi UB (Universitas Brawijaya) Malang bergerak bersama masyarakat. Soal pemberdayaan, program ini mengangkat kekayaan produk lokal agar mendunia, dengan cara salah satunya ekspor.

Program Doktor Mengabdi UB ini dijalankan di Giligenting Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Masyarakat lokal digandeng bergerak bersama dengan cara-cara inovatif.

Advertisement

Doktor-Mengabdi-2.jpg

Ketua Tim, Anif Fatma Chawa, Ph,D  mengatakan dirinya merasa bersyukur karena program ini berhasil dijalankan berkat semua pihak.

Anif tak sendirian. Dalam tim tersebut, ia dibantu Rahmi Nurndiani, Ph.D, Dr. Ahmad Imron Rozuli, M.Si, dan Dano Purbo sebagai asisten pelaksana kegiatan.

Program Penguatan Ekonomi Tetap Ingat Wilayah Induk (PERTIWI) sebagai salah satu program terealisasi, mendapatkan apresiasi dari masyarakat.

Program ini dinilai bermanfaat bagi masyarakat Pulau Giligenting Sumenep karena berbasis entrepreneur.

"Alasan pemilihan lokasi di pulau tersebut karena ingin memproduktifkan pemuda-pemuda lokal yang menganggur dengan cara mengangkat produksi lokal berupa kue baffel, gula jawa, dan abon," tutur Anif.

Pemilihan tiga produk lokal tersebut dipilih karena sebagai identitas khas masyarakat pulau, karena berdasarkan cerita warga sekitar tahun 1940 an warga memanfaatkan pohon siwalan berupa air legen sebagai bahan mentah untuk diproses menjadi gula Jawa dan gula baffel.

Hasil pengolahannya sama-sama dijadikan alat barter ke wilayah Jawa, seperti Situbondo, Probolinggo, dan Bondowoso.

Sulitnya akses pemasaran dan jaringan pasar skala lokal ataupun luar lokal menyebabkan tingkat penjual kue tidak begitu laris.

Para pelaku usaha baffel dan gula Jawa hanya mampu mencapai laba bersih sekitar  Rp40 ribu sampai dengan Rp60 ribu per hari.

Bahkan jika sepi pembeli hanya memperoleh Rp10 ribu per hari. Kondisi tersebut cukup menyusahkan pelaku usaha dan pemerintah desa.

"Beragam cara inovasi berupa design packaging, PIRT, dan bantuan telah dilakukan namun belum menjawab permasalahan," tutur Anif Fatma Chawa.

Program PERTIWI mengalami penetrasi. Menggandeng kelompok pemuda desa, mereka bekerjasama juga dengan perangkat desa menyoal permasalahan tersebut.

Doktor-Mengabdi-3.jpg

Hingga akhir, pemerintah desa mendukung gerakan tersebut dengan dibuatkan Surat Keputusan (SK) mendukung Kerjasama dengan BUMDes.

"Kelompok pemuda tersebut berperan sebagai agen inovasi rasa dan pemasaran, sedangkan BUMDes sebagai penyedia bahan mentah beserta penaung kelembagaan ekonomi lokal tingkat desa," bebernya.

Alhasil, pemuda lokal berhasil berinovasi. Baffel yang semua tak bervariasi, dibikin varian rasa dan warga. Mulai rasa keju, cokelat, oreo, susu, dan original.

Mereka secara mandiri melakukan pemasaran ofline di beberapa instansi pendidikan, kesehatan, dan keamanan serta pemasaran dalam kegiatan yasinan dan sholawatan.

"Harapannya dengan memasarkan tingkat lokal bisa menumbuhkan pelanggan tetap dan menghidupkan kebiasaan mengkonsumsi kuliner khas lokal," tutur Anif.

Semangat baru kemudian muncul. Program ini digagas berkelanjutan. Potensi lokal tersebut disiapkan untuk mengangkat derajat perekonomian masyarakat agar mendapatkan penghasilan lebih.

Program Doktor Mengabdi UB ini ujungnya membuat kesadaran gerakan ekonomi bersama dengan cara-cara yang inovatif dan kreatif. Pemberdayaan masyarakat model ini lah yang dianggap efektif karena berkelanjutan dan memberikan dampak konkret bagi masyarakat itu sendiri. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES