Pendidikan

Kaji Tradisi Keilmuan Fikih A. Hassan di Pesantren Persis Bangil, Supriyadi Raih Doktor

Selasa, 10 November 2020 - 00:24 | 134.27k
Supriyadi, Mahasiswa program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhamadiyah Malang
Supriyadi, Mahasiswa program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhamadiyah Malang
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Ahmad Hassan (1887-1958) diakui sebagai ulama besar, terutama dalam fikih keindonesiaan yang tanpa lelah terus menganjurkan gerakan tajdīd dan iṣlāh dengan berpegang teguh pada Alquran dan ḥadīṡ ṣaḥīḥ. Terutama dalam pendekatan istinbāṭ hukum yang menggambarkan kecenderungan keilmuan fikihnya. 

Tradisi keilmuan A. Hassan tersebut hingga sekarang nampak diteruskan oleh para santri-santrinya di pesantren Persis Bangil. Hal ini dapat dipahami, yaitu pertama bahwa prinsip-prinsip keilmuan fikih A. Hassan selama ini secara konsisten dipegang kuat oleh generasi penerus A. Hassan di pesantren Persis Bangil dalam pendekatan fikihnya yang tidak terikat dengan salah satu mazhab fikih dan dilakukan secara mandiri. 

Advertisement

Kedua, generasi penerus A. Hassan di Pesantren Persis Bangil yang selama ini mengembangkan prinsip-prinsip dasar istinbāṭ hukum A. Hassan telah berlangsung konstan (ajeg) dan menjadi adat kebiasaan sejak dari generasi pertama, Abd Qādir Ḥassan hingga generasi kedua, Luṭfī ‘Abdullah Isma’īl, santri Abd Qādir Ḥassan dan cucu A. Ḥassan, sehingga menjadi karakteristik dan nilai-nilai dasar keyakinan dalam memahami hukum Islam.

Berdasarkan konteks fenomena tersebut, Supriyadi, mahasiswa program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhamadiyah Malang ini melakukan penelitian dengan judul “Tradisi Keilmuan Fikih Ahmad Hassan Di Pesantren Persatuan Islam Bangil.” yang berfokus pada 3 (tiga) permasalahan berkaitan dengan tradisi keilmuan fikih A. Hassan di pesantren Persis Bangil, yaitu pertama tentang corak pemikiran fikih A. Hassan yang menjadi nilai-nilai dasar pesantren Persis Bangil.

Kedua tentang model tradisi keilmuan fikih A. Hassan di pesantren Persis Bangil, dan yang ketiga tentang bagaimana pola transmisi tradisi keilmuan fikih A. Hassan kepada para santri di pesantren Persis Bangil.

Beberapa kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis tradisi keilmuan fikih A. Hassan. Pertama, peneliti dalam memahami corak pemikiran fikih A. Hassan menggunakan kerangka teori al-Syātibi tentang 4 (empat) pola pemikiran fikih. Yakni, (1) pola pemikiran tekstualis; (2) pola pemikiran esoterik (baṭiniyyah); (3) pola pemikiran kontekstualis (ma’nawiyyah), dan (4) pola pemikiran tekstualis-kontekstualis.  

Selain teori al-Syātibi tersebut, Supriyadi menjelaskan bahwa dirinya juga mengadopsi teori Faruq Abu Zaid tentang pemetaan empat corak pemikiran fikih Imam mazhab fikih, dalam penelitian ini juga digunakan dalam menganalisis corak pemikiran A. Hassan, khususnya untuk melihat konteks sosial A. Hassan yang ikut mempengaruhi pemikiran fikihnya. 

Faruq Abu Zaid, memetakan empat kecenderungan corak pemikiran Imām empat mazhab fikih berdasarkan konteks sosialnya, yaitu: (1) corak pemikiran fikih rasionalis Imām Abu Ḥanīfah; (2) corak pemikiran fikih kulturalis Imām Mālik bin Anas al-Aṣbaḥi; (3) corak pemikiran fikih kontekstualis Imam Syāfi’i, dan (4) corak pemikiran fikih tekstualis Imām Aḥmad bin Ḥanbal al-Syaibāni.

Dalam disertasinya Supriyadi menggunakan kerangka teori Zahrah dan Khallaf tentang model istinbāṭ hukum dengan pendekatan kebahasaan (ṭuruq lafẓiyyah atau lugāwiyyah). Kerangka teori model istinbāṭ hukum dengan pendekatan kebahasaan menurut Zahrah dan Khallaf tersebut digunakan dalam penelitian ini untuk memahami model istinbāṭ hukum dengan pendekatan kebahasaan yang selama ini dipahami, dimaknai, dan dilakukan oleh pengasuh ushul fikih di pesantren Persis Bangil sebagai represenasi keilmuan fikih A. Hassan.

Lebih jauh lagi, rumusan-rumusan metode istinbāṭ hukum dengan pendekatan kebahasaan tersebut selama ini ditradisikan dan ditransmisikan dari generasi ke generasi penerus A. Hassan kepada para santri di pesantren Persis Bangil, sehingga menjadi nilai-nilai dasar pesantren Persis Bangil. 

Ketiga, teori transmisi keilmuan dalam menganalisis transmisi tradisi keilmuan fikih A. Hassan di pesantren Persis Bangil menggunakan kerangka teori isnād dan khabar ṣādiq, Muhammad Syam’un.
Selanjutnya, bangunan argumentasi keilmuan yang dibangun untuk memahami fenomena tradisi keilmuan fikih A. Hassan sebagai paradigma yang mendasari penelitian ini yang berimplikasi terhadap kerangka kerja konseptual, pengumpulan data, analisis data, hingga penarikan kesimpulan sebagai hasil penelitian, menggunakan paradigma interpretif (interpretive paradigm) dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan rancangan penelitian fenomenologi.

Dikonfirmai saat akan mengajukan ujian promosi doktornya yang akan dilaksanakan Selasa, 10 Desember 2020 Supriyadi mengatakan bahwa dari penelitian yang ia lakukan, ia mendapatkan tiga temuan.

Pertama, corak pemikiran fikih A. Hassan cenderung konsisten mengembangkan corak pemikiran fikih tektualis-kontekstualis dalam persoalan ibadah, akidah, dan muamalah. Peneliti dalam hal ini menamakan dengan meminjam istilah al-Qarḍāwī, yaitu corak pemikiran fikih integratif-inklusif. 

Temuan corak pemikiran fikih integratif-inklusif tersebut dikuatkan oleh pandangan A. Hassan dalam memahami naṣ yang cenderung berpegang teguh secara kuat berdasarkan lahirnya naṣ, sebagaimana pola pemikiran tekstualis. 

Hal ini dapat dipahami dari karya fenomenalnya, Tafsīr al-Furqān pada bagian pendahuluan yang mengingatkan kepada para pembacanya tentang sulitnya menemukan kata yang tepat bagi redaksi-redaksinya dalam Alquran. Pemahaman A. Hassan tersebut membuka ruang terbuka secara fleksibel melalui pendekatan lain, seperti ta’wīl, dan hermeneutik.

Namun demikian, A. Hassan berpegang teguh secara ketat terhadap ẓāhirnya naṣ sebagaimana dalam memahami naṣ Alquran dalam surah Ali ‘Imrān ayat 103, dan surah al-An’ām ayat 155 tentang Alquran sebagai pondasi dasar dan sumber utama hukum Islam. A. Hassan memahami lafal atau teks Alquran tersebut diberlakukan secara umum. 

Selanjutnya untuk memperkuat posisi al-ḥadīṡ sebagai sumber hukum Islam. A. Hassan meyakini bahwa al-ḥadīṡ sebagai penafsir bagi ayat-ayat Alquran untuk membimbing umat manusia dalam kehidupan material dan spiritual berdasarkan Alquran surah al-Nahl ayat 44.

A. Hassan dalam pemikiran fikihnya juga cenderung pada pola pemikiran kontekstualis dalam memahami naṣ berdasarkan kemaṣlahatan umum dengan mengaitkan berbagai persoalan global dan kontemporer, terutama dalam penggunakan. 

Temuan penelitian ini didasarkan pada pemahaman dan keyakinan generasi penerus A. Hassan di pesantren Persis Bangil dalam menyusun dan menetapkan dalil-dalil hukum yang menjadi pijakan istinbāṭ hukum selain naṣ, dalam prakteknya juga menggunakan al-ijmā’, al-qiyās, al-istiṣḥāb, al-maṣlaḥah al-mursalah, dan sadd al-żarī’ah sebagaimana pemikiran fikih tekstualis, mazhab Imam Hambāli.

Temuan kedua tentang model istinbāṭ dengan pendekatan kebahasaan sebagai pilar ushul fikih dalam memahami makna naṣ (teks) syariat nampak mengikuti teori kebahasaan dengan berpegang teguh pada penjelasan ḥadīṡ dan pemahaman makna lahirnya naṣ itu sendiri secara inklusif dan mandiri serta tidak mengikatkan diri dengan mazhab fikih. 

Model pendekatan kebahasaan dalam metode istinbāṭ hukum A. Hassan cenderung berpegang kuat pada petunjuk kebahasaan dan pemahaman bahasa Arab dari teks Alquran dan al-ḥadīṡ, serta petunjuk Nabi dalam memahami hukum-hukum Islam dan penjelasan al-ḥadīṡ atas hukum-hukum naṣ itu dilakukan secara tekstualis-kontekstualis, dan mandiri serta tidak mengikatkan diri dengan mazhab fikih tertentu. 

Temuan ketiga, pola transmisi tradisi keilmuan fikih A. Hassan kepada para santri pesantren Persis Bangil cenderung pada pola manhaji, yaitu upaya mengkontekstualkan tradisi keilmuan fikih A. Hassan dalam kondisi sosial yang berkembang saat ini, melalui transmisi tradisi: (1) sanad keilmuan fikih A. Hassan; (2) nalar kritis; (3) dialog (jidāl), dan (4) integrasi pendidikan berbasis pesantren dengan sistem pendidikan pemerintah. (*)

*) Penulis adalah Supriyadi, mahasiswa program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhamadiyah Malang

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES