Ada Asa Pedagang Mainan di Balik Uji Coba PTM Terbatas

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Uji coba Pembelajaran Tatap Muka terbatas (PTM terbatas) untuk SD-SMP mulai berlangsung sejak Senin (6/9/2021) kemarin di Surabaya. Tak hanya guru, wali murid, dan siswa saja yang merasakan kebahagiaan.
Pedagang mainan, sebagai entitas yang tak terpisahkan dari lingkungan sekolah, menaruh harapan lebih setelah hampir dua tahun ekonomi keluarga berada di ujung tanduk.
Advertisement
"Alhamdulillah pastinya senang banget bisa jualan lagi. Selama ini dagangan jadi parah dan hancur, keluarga tidak karuan. Sampai TV terjual, handphone terjual, sudah tidak karuan," ungkap Sarji pedagang mainan di depan gerbang SDN Banyu Urip 364.
Sejak 20 tahun lalu ia menekuni profesi ini, baru sekarang Sarji merasakan pukulan ekonomi yang luar biasa. Jika dalam situasi normal penghasilannya bisa mencapai Rp 100 ribu per hari, kini mendapat Rp 20 ribu sudah disebutnya beruntung.
"Buat makan keluarga di kampung sudah tidak bisa," ujarnya lirih.
Merantau dari Ngawi, Sarji di Surabaya tinggal seorang diri di sebuah indekos Jalan Simo Kramat Timur. Berpisah dengan istri dan dua orang anaknya yang menetap di kampung.
"Selama hampir dua tahun sekolah tutup, saya tetap dagang di sini karena pakai rombong, tidak bisa keliling. Tapi ya begitu tadi hasilnya," jelasnya.
Saat ditanya apakah pihak sekolah pernah memberi imbauan terkait pelaksanaan PTM terbatas, di mana anak-anak akan sangat dijaga ketat penerapan protokol kesehatannya (prokes).
"Tidak ada. Sekolah fair-fair saja. Dengan para guru akrab-akrab saja. Cuma kemarin dibilangi sama Linmas kan nggak boleh jualan. Terus saya bilang, 'anak istri saya makan apa?'," katanya.
"Soalnya saya di sini kan ada izin RT. Terus komunikasi juga dengan warga ada iuran sampah. Tidak apa-apa berjualan yang penting tidak mengganggu jalan dan menaati prokes," imbuhnya.
Berikutnya Sarji menyebut dirinya bersyukur meski bukan warga ber-KTP Surabaya, ia pernah mendapat sentuhan sembako beras satu kali.
"Saya menyadari karena KTP luar kota. Terus terang, kalau BLT saya nggak berani nerima, karena istri saya seorang pendamping PKH di kampung," ucap pedagang mainan berusia 55 tahun ini berharap pada pembukaan PTM terbatas.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |