Menilik Sejarah Wilayah Barat Kota Malang Sebagai Pusat Identitas Kota Pendidikan

TIMESINDONESIA, MALANG – Kota Malang yang kini berusia 108 tahun tepat pada 1 April 2022 memiliki banyak catatan sejarah. Sejak tahun 1914 silam, Kota Malang telah lepas dari Kabupaten Malang dan menjadi Kota Madya. Selama ratusan tahun, Kota Malang sangat kental dengan julukan Kota Pendidikan.
Julukan tersebut pun tak lepas dari banyaknya perguruan tinggi yang berdiri megah di Kota Malang. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang, mencatat di tahun 2020 lalu setidaknya ada 32 kampus yang tersebar di lima kecamatan Kota Malang.
Advertisement
Kebanyakan, kampus-kampus yang berdiri tersebut berada di wilayah Kecamatan Lowokwaru atau wilayah Barat Kota Malang. Mulai dari Universitas Brawijaya, Universitas UIN Malang, Universitas Negeri Malang hingga Institut Teknologi Negeri (ITN) Malang memiliki lokasi yang cukup berdekatan.
Lokasi perkampungan padat penduduk di sekitar kampus-kampus besar di sisi Barat Kota Malang. (FOTO: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Lalu, bagaimana perjalanan wilayah Barat Kota Malang sebagai identitas Kota Pendidikan ?
Pengurus Komunitas Sejarah Jelajah Jejak Malang, Devan Firmansyah menjelaskan, Kota Malang sejak zaman kolonial Belanda, sudah memiliki sejarah dengan banyak sekolah yang didirikan oleh Belanda kala itu.
"Belanda mendirikan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) setara SMP di Kota Malang. Terus ada ELS (Eurospeesch Lagere School) dan HCS (Hollandsch Chineesche School). Semuanya didirikan di Kota Malang," ujar Devan, Jumat (1/4/2022).
Kota Malang, kata Devan, dijadikan tempat pembangunan lembaga pendidikan, karena merupakan daerah baru sejak lepas dari Kabupaten Malang di tahun 1914 silam. Pembangunan itu pun dilakukan secara masif.
"Karena masif, Kota ini menjadi kota maju selain Surabaya. Mungkin pertimbangannya waktu itu bisa dikatakan Kota Malang ini Kota Baru. Jadi seperti saat ini IKN (Ibu Kota Negara Baru) kan ya banyak pembangunan. Mungkin salah satu pertimbangannya seperti itu," ungkapnya.
Bukti-bukti sekolah memang hadir sejak zaman kolonial Belanda, salah satunya sekolah Khatolik seperti Cor Je Su. "Itu bukti bahwa Belanda memang membangun Malang ini untuk pendidikan," imbuhnya.
Sejarah munculnya lembaga pendidikan ini tetap hadir setelah paska kolonial Belanda. Saat periode paska kemerdekaan, Kota Malang memiliki tiga tujuan pembangunan yang menjadi identitas kala itu. Tiga tujuan tersebut ialah, menjadikan Kota Malang sebagai Kota Pendidikan, Kota Industri dan Kota Pariwisata. Tiga tujuan itu termaktub dalam Tri Bina Cita Kota Malang.
Perguruan tinggi pertama yang hadir di Kota Malang, ialah Universitas Negeri Malang (UM) yang berada di Jalan Semarang, Kota Malang.
Kala itu, UM bernama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Malang dan kemudian bermunculanlah kampus-kampus baru menuju Tri Bina Cita Kota Malang.
"Kenapa langsung banyak muncul ? Karena dari Tri Bina Citra itu pimpinan daerah waktu memberikan kemudahan perizinan untuk pendirian kampus," tuturnya.
Kampus-Kampus yang Berdiri Megah Terkonsentrasi di Wilayah Barat Kota Malang
Wilayah Barat Kota Malang ini merupakan tanah subur waktu zaman Kolonial Belanda hingga paska kemerdekaan orde lama dan orde baru. Kebanyakan, warga daerah tersebut dulunya adalah seorang petani dan sawah pun cukup melimpah disana.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu saat ini kawasan tersebut telah menjadi perkampungan padat penduduk yang membuka usaha mulai dari Indekos bulanan, warung makan hingga percetakan dan fotokopi.
Devan mengkisahkan bahwa memang dengan terkosentrasinya daerah perkampusan di wilayah Barat Kota Malang, menjadikan perekonomian warga berubah 180 derajat, yang dulunya petani kini menjadi pengusaha warung makan, indekos hingga percetakan.
"Hadirnya kampus di Malang ini merubah tatanan di masyarakat yang tadinya agraris jadi pedagang. Tanahnya dijual jadi kos-kosan jadi perkantoran," imbuhnya.
Ia membeberkan, ada istilah 'Kampung Lingkar Kampus' di kalangan sejarahwan Kota Malang akibat berdirinya sejumlah kampus besar di kawasan tersebut. Istilah itu muncul, karena peradaban di wilayah Barat Kota Malang berubah dan berdampak cukup baik.
"Kampung lingkar kampus ini terdiri dari delapan kelurahan ya, mulai Merjosari, Tlogomas, Dinoyo, Sumbersari hingga Ketawanggede," bebernya.
Alasan tiga Kampus Besar yang mendudukan wilayah Barat Kota Malang, karena saat tahun 1945 atau pembangunan UM wilayah di sisi Barat tersebut cukup strategis.
"Jika dilihat kala itu, dulu belum ada jembatan Soekarno-Hatta (Suhat). Jadi wilayah perbatasan antara Kota Malang ke Kabupaten Malang itu ya daerah UM, UB dan UIN. Makanya strategis," ungkapnya.
Sementara itu, pembangunan kampus-kampus di daerah agraris Kota Malang memang tidak bisa dipungkiri. Sebenarnya, kata penulis buku berjudul 'Sejarah Daerah Malang Timur' ini, satu-satunya wilayah yang kosong dan lahannya bagus di Kota Malang cuma di wilayah Barat Kota Malang.
"Kalau kita tarik sebelum 1987 itu kan Kota Malang hanya ada tiga Kecamatan. Wilayah Kedungkandang di Wonokoyo atau Lesanpuro sebenarnya bukan wilayah tanah subur dan sebenarnya layak dibangun perkampusan. Tapi waktu itu di daerah itu wilayahnya Kabupaten Malang. Alhasil ya daerah Kota Malang barat saja yang dipilih meskipun tanahnya subur," katanya.
Dampak Hadirnya Kampus-Kampus yang Tersentra di Barat Kota Malang
Jika menengok ke jalan-jalan daerah kampus pastinya kemacetan kerap kali terjadi. Apalagi saat mahasiswa baru hadir atau wisuda dilaksanakan salah satu kampus besar. Sejumlah kendaraan roda empat dan dua pun pasti mengular.
Kemacetan seperti itu pun merupakan dampak tersentranya wilayah kampus-kampus di Barat Kota Malang.
"Pembangunan kampus ini sebenarnya bagus secara perekonomian. Tapi juga ada dampak tidak bagusnya. Pasti Kota Malang jadi macet," katanya.
Kemacetan ini pun dibuktikan dengan posisi Kota Malang sebagai kota keempat termacet se-Indonesia berdasarkan data dari Global Traffic Scorboard di tahun 2021 lalu.
"Kenapa macet ya karena munculnya kampus pastinya kan banyak mahasiswa. Dan mahasiswa ini kan ngekos dan bawa kendaraan. Jadi lalu lalang itu lah yang membuat macet. Dulu gak ada istilahnya macet. Coba mahasiswa pulang, Kota Malang kan jadi sepi kan. Itu buktinya," tegasnya.
Sementara itu, bencana alam seperti banjir pun menjadi dampak lainnya yang menghinggapi Kota Malang. Banyak pembangunan-pembangunan perkantoran atau kafe yang terjadi di wilayah kampus-kampus Kota Malang.
"Salah satunya ya Matos itu kenapa dibangun di sana, karena dekat dengan kampus. Mahasiswa pun mudah mengakses. Tapi ingat, dulu itu wilayah resapan air tapi dibangun mal. Jadi ya resapan air berkurang dan banjir pun melanda," ungkapnya.
Selain itu, dampak lainnya, di daerah wilayah kampus di Kota Malang ini ternyata juga menggerus peninggalan sejarah. Hal ini sangat disayangkan oleh Devan.
"Dulu di daerah wilayah Barat Kota Malang ini adalah kerajaan mataram Kuno, Kanjuruhan hingga Tumapel banyak peninggalan di sana. Tapi karena banyak kampus dan perkampungan baru akhirnya tergerus peninggalan sejarahnya," ujarnya.
Terpisah, Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang, Agung Buana membenarkan bahwa banyak peninggalan sejarah kerajaan masa lalu berada di wilayah Barat Kota Malang.
Namun, untungnya beberapa masih bisa diselamatkan. Ada empat tempat di wilayah Barat Kota Malang yang menjadi tempat penyimpanan peninggalan sejarah.
"Semua itu kami kumpulkan di Museum Mpu Purwa, Watu Gong Jalan Kanjuruhan, Watu Gong Ketawanggede dan Situs Karuman Tlogomas. Semua peninggalan kami simpan di sana, karena semakin padatnya permukiman dan juga perkantoran," bebernya.
Contoh dari peninggalannya sejarah yanh ditemukan disisi Barat Kota Malang adalah Prasasti Dinoyo Dua yang ditemukan di Kelurahan Merjosari dan sebuah Arca Singa ditemukan di Taman Merjosari.
"Semua itu kami simpan di Museum Mpu Purwa. Terakhir 2019 kita juga menyelamatkan tiga Yoni di SDN Dinoyo 1," katanya.
Meski begitu, ada peninggalan sejarah yang tidak berhasil diselamatkan di wilayah Barat Kota Malang. Contohnya ialah dugaan Pripih Candi yang ditemukan di perumahan Jalan Tata Surya dekat Universitas Islam Malang.
"Pripih Candi itu adalah penanda di situ ada candi. Tapi waktu kami ke lokasi sudah dipindahkan sama warga atau apa akhirnya hilang. Padahal seharusnya peninggalan sejarah ini penting sebagai pengingat identitas dan ingatan kolektif masyarakat akan budaya dan kejayaan masa lalu," pungkasnya.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |