Pendidikan

UII Kukuhkan Dua Guru Besar Baru, Siapa Mereka?

Selasa, 31 Mei 2022 - 14:18 | 42.00k
Suasana pengukuhan dua guru besar di kampus UII (FOTO: Humas UII for TIMES Indonesia)
Suasana pengukuhan dua guru besar di kampus UII (FOTO: Humas UII for TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Dua dosen Universitas Islam Indonesia (UII) dikukuhkan menjadi guru besar. Keduanya yaitu Prof Fathul Wahid ST MSc PhD sebagai guru besar Bidang Ilmu Sistem Informasi dan Prof Dr Budi Agus Riswandi, SH MHum. sebagai guru besar Bidang lmu Hukum.

Dalam pidato pengukuhan guru besar, Fathul demikian ia akrab disapa menyampaikan pidato berjudul Media Sosial: Penyubur atau Pengubur Demokrasi. Memututnya sebagai penyubur, salah satunya ia mencontohkan pemanfaatan aplikasi LAPOR! (lapor.go.id) sebagai portal Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat. Aplikasi ini telah menghadirkan dampak baik.

Advertisement

Pada Mei 2022, sebutnya LAPOR! sudah digunakan oleh 658 lembaga pemerintah, mulai kementerian, pemerintah provinsi, sampai dengan pemerintah kabupaten/kota. Beragam kemungkinan tindakan bisa difasilitasi oleh aplikasi ini. Termasuk di antaranya adalah minimalisasi laporan yang salah tujuan, integrasi beragam kanal, fasilitasi prioritasi masalah, transparansi kinerja institusional, dan percepatan inisiatif partisipasi.

“Kisah di atas memberikan harapan segar bahwa media sosial dapat menjadi penyubur demokrasi, ketika suara warga negara mendapatkan kanal atau digunakan sebagai basis pengambilan kebijakan, termasuk dalam memberikan layanan publik yang lebih bermartabat,” kata Fathul kepada TIMES Indonesia, Selasa (31/5/2022)

Rektor UII yang dikukuhkan Senin (30/5/2022) di Auditorium KH Abdulkahar Mudzakkir UII menjelaskan tren penggunaan media sosial untuk manipulasi opini publik terjadi di hampir seluruh negara. Kasus penggunaan media sosial untuk penggiringan opini juga terjadi di Indonesia. Contohnya, media sosial telah secara masif digunakan untuk kampanye politik di Indonesia guna mengamankan kekuasaan melalui pemilihan umum yang kompetitif.

“Pemantauan percakapan di media sosial menegaskan hal ini dan memberikan gambaran yang lebih detail. Kita juga bisa mengambil kasus yang lebih mutakhir ketika pasukan siber terlibat dalam pembentukan opini publik ketika proses revisi UU KPK atau UU Cipta Kerja dilakukan, untuk mendukung salah satu pihak,” ungkap Fathul yang juga Wakil Ketua Aptisi Pusat, periode 2021-2025

Lulusan Doktor bidang Ilmu Sistem Informasi University of Agder, Norway, 2010-2013 ini menegaskan, berbagai kisah suram tersebut menunjukkan bahwa media sosial dapat menampilkan sisi jahatnya sebagai pengubur demokrasi, ketika opini dimanipulasi untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok tertentu, dan mengabaikan kemaslahatan bersama.

Sementara, Prof Budi Agus Riswandi pada acara pengukuhan guru besar, ia menyampaikan pidato berjudul Teknologi Blockchain, Hak Cipta dan Islam. Bagi Riswandi kehadiran teknologi blokchain merupakan keniscayaan di era digital. Teknologi blockchain hasil kreasi manusia pada abad ini telah menyuguhkan dua sisi yang paradoks.

Namun demikian, apabila dilihat dari sisi positif kehadiran teknologi blockchain telah menawarakan cara kreatif dan inovatif untuk menjawab sejumlah tantangan kehidupan manusia yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi.

“Bagaimanapun pada kenyataannya perkembangan teknologi, khusus teknologi internet hari ini telah menciptakan serangkaian tantangan dalam kehidupan manusia tidak terkecuali dalam bidang hukum,” ucap Doktor Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada ini.

Riswandi memaparkan, isu hak cipta yang banyak muncul akibat perkembangan teknologi internet merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh bidang hukum. Isu-isu hak cipta yang dimaksudkan di antaranya mencakup pada isu pengakuan, perlindungan dan pengelolaan hak cipta itu sendiri.

Pada kenyataannya, jika isu-isu hak cipta ini direspons hanya sebatas kepada pemanfaatan instrumen hukum an sich, tampaknya akan sangat sulit untuk dijawab karena hukum memiliki banyak keterbatasan. “Tentunya dengan mengintegrasikan dan mengkolaborasikan cara hukum dan cara teknologi guna menyelesaikan isu hak cipta menjadi penting dan punya nilai kemanfaatan yang optimal,” jelasnya

Lebih jauh ia menjelaskan bahwa teknologi blockchain diyakini dalam konteks ini, memiliki relevansi guna menyelesaikan isu-isu hak cipta, yaitu isu pengakuan, perlindungan dan pengelolaan hak cipta. Bahkan, nampaknya ke depan teknologi blockchain akan mampu menyelesaikan secara efektif dua isu tersebut.

Selain itu, menurut dia dengan dimanfaatkannya teknologi blockchain untuk tujuan hak cipta, maka pada dasarnya ini juga akan menguatkan atas pengakuan, perlindungan dan pengelolaan hak cipta itu sendiri. Pengakuan, perlindungan dan pengelolaan hak cipta pada hakikatnya tentunya berlaku secara universal.

Nah, dalam konteks ke-Indonesiaan yang notabene-nya mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam, konsep mengenai pengakuan, perlindungan dan pengelolaan hak cipta ini ternyata masih relevan dengan nilai-nilai dan ajaran dalam Islam itu sendiri.

“Di samping itu juga, secara historis Islam sebenarnya sangat memperhatikan atas pentingnya pengakuan, perlindungan dan pengelolaan hak cipta. Untuk ikhitar ini dapatlah kiranya dioptimalkan melalui penggunaan teknologi blockchain,” papar Riswandi yang juga Ketua Program Studi Hukum Program Sarjana dalam pidato pengukuhan guru besar di kampus UII. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES