Kenalkan Budaya Sejak Dini Melalui Pakaian Adat Madura

TIMESINDONESIA, BANGKALAN – 24 Oktober merupakan tanggal hari jadi Kabupaten Bangkalan. Untuk tetap melestarikan adat budaya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bangkalan menginstruksikan seluruh siswa untuk mengenakan pakaian adat Madura, Sakera dan Marlena tiap bulan di tanggal 24.
Menurut sejarah Sakera merupakan tokoh asal Madura yang merantau jauh dari daerah asalnya. Diceritakan juga Sakera memiliki sifat berani membela kebenaran. Sedangkan Marlena merupakan istri dari Sakera yang ditemuinya di daerah perantauannya.
Advertisement
Sakera untuk siswa laki-laki dan Marlena untuk siswa perempuan. Tokoh sakera disimbolkan dengan kaos bergaris merah-putih, celana hitam komprang dan udheng (ikat kepala dari kain batik khas Madura). Sedangkan Marlena disimbolkan dengan kebaya warna merah, kerudung merah dan sampur batik khas madura.
Siswa SDN Gili 2 Timur melakukan kegiatan upacara bendera dengan mengenakan pakaian adat Madura (Foto: Dok. SDN Gili 2 Timur)
Awalnya pakian khas adat madura hanya dikenakan saat hari-hari besar saja. Seperti saat karnaval Hari Kartini, namun Kadisdik Kabupaten Bangkalan menyayangkan jika baju adat hanya dipakai setahun sekali.
“Tanggal 24 Oktober merupakan hari jadi Kabupaten Malang. Agar anak-anak ingat hari jadi Bangkalan juga agar budaya adat madura tidak hilang jadi kita buat setiap bulan tanggal 24 siswa wajib mengenakan pakaian adat kita (pakaian adat madura),” jelas Bambang Budi Mustika, Kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bangkalan, Kamis (20/10/2022).
Bambang menambahkan bahwa sebenarnya instruksi untuk mengenakan pakaian adat khas Madura ini sudah lama dianjurkan oleh Bupati bangkalan. Namun karena terkendala pandemi dan siswa belum bisa melakukan kegiatan belajar di sekolah, barulah ketika PTM (Pembelajaran Tatap Muka) ini kami giatkan kembali.
Siswa SDN Banuajuh 5 mengenakan pakaian Marlena, baju adat khas Madura (Foto: Dok. SDN Banuajuh 5)
Selain mengenakan baju adat, siswa juga diwajibkan menggunakan tutur bahasa madura yang halus. Atau warga Madura menyebutnya dengan 'Engghi-Bhunten Alos'. Tingkatan bahasa ini merupakan tingkatan bahasa madura paling halus. Biasanya digunakan anak yang berdialog dengan orangtuanya.
Tidak hanya siswa, para guru juga mengenakan pakaian adat Sakera dan Marlena. Beberapa sekolah juga mengadakan upacara pada tanggal 24 tersebut. Tujuannya untuk memeriahkan dan mengingatkan kembali pada peserta didik akan budaya Madura. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |