Kisah Perjuangan Anak Buruh Tani Raih Gelar Magister Manajemen Pendidikan Islam

TIMESINDONESIA, JOMBANG – Kisah perjuangan Rohmadi (26) seorang pemuda asal Ngawi, Jawa Timur bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang dalam kegigihannya mencari ilmu. Dengan latar belakang sebagai seorang anak buruh tani dari pasangan Jamin dan Samiyem, Rohmadi berhasil menempuh pendidikan hingga tingkat S2 sambil bekerja.
“Alhamdulillah, berkat doa orang tua sebagian mimpi saya sudah tercapai. Saya juga tidak menyangka bisa sampai lulus S2. SMA saya sekolah ikut orang, S1 sambil kerja serabutan pernah ikut jadi tukang las, jaga pom mini, jualan mie ayam dan sebagainya yang penting bisa kuliah waktu itu,” kata Rohmadi, Minggu (24/9/2023).
Advertisement
Lebih lanjut, pria lulusan MA Syarifatul Ulum Katerban itu menjelaskan kisah perjalanannya dimulai dari desa kecil ujung kulon Kabupaten Ngawi yakni di Desa Pandean, Kecamatan Karanganyar tempat ia dibesarkan dalam keluarga sederhana.
Rohmadi bersama Samiyem ibunya usai wisuda Pascasarjana Unipdu Jombang di Gelora Abi As’ad, Minggu (24/9/2023). (FOTO: Bambang Cahyono/TIMES Indonesia)
Ayah dan ibunya merupakan buruh tani tebu di desa yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Namun, Rohmadi memiliki tekad kuat untuk meraih mimpi pendidikan tinggi dan berkarier sebagai Dosen.
“Waktu itu, hanya modal nekad saja. Dikasih uang saku ibu 500 ribu hasil jual tanah sewa. Saya menyadari bahwa ekonomi keluarga memang sulit yang mengharuskan saya harus kuliah sambil kerja,” terangnya.
Cita-citanya menjadi seorang akademisi atau Dosen membuatnya nekad harus menempuh pendidikan setinggi mungkin setelah lulus S1 Manajemen Pendidikan Islam di STIT Al-Urwatul Wutsqo Jombang. Dengan beasiswa yang ia peroleh dan kerja keras, ia berhasil masuk ke Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Jombang.
“Saya selalu yakin niat yang baik akan selalu ada jalan terang yang akan menghampiri saya. Dan yang tak kalah penting adalah restu dari Ibu, alhamdulillah selalu dipertemukan dengan orang-orang baik,” ujarnya.
Meskipun harus menghadapi berbagai kendala, seperti biaya hidup dan jadwal kuliah yang padat, Rohmadi tidak pernah menyerah. Setelah meraih gelar Sarjana, ia memutuskan untuk mengambil tantangan lebih besar. Ia mendaftar program pascasarjana dan berhasil diterima di Unipdu Jombang. Selama kuliah S2, Rohmadi juga mulai bekerja sebagai jurnalis di media nasional.
“Alhamdulillah, berkat menjadi seorang jurnalis saya dipertemukan dengan Gus Ufik dan diperkenankan untuk melanjutkan studi di Unipdu Jombang,” papar pemuda yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Syarifatul Ulum Katerban selama 3 tahun itu.
Ketika ditanya tentang keseimbangan antara kuliah dan pekerjaan, pria yang meraih predikat Cumlaude IPK 3,76 itu menerangkan jika hal tersebut memang berat untuk dijalani secara seimbang. Membutuhkan energi yang lebih untuk tetap konsisten dengan prinsip dan tujuan utama.
“Itu memang tidak mudah, tapi saya yakin bahwa pendidikan adalah kunci untuk perubahan yang lebih baik dalam hidup. Saya berusaha semaksimal mungkin untuk membagi waktu antara kuliah, pekerjaan, dan juga waktu bersama teman-teman diperantauan,” jelasnya.
Rohmadi juga berpesan, bagi pemuda yang ingin mengejar pendidikan tinggi, yakni jangan takut untuk bermimpi besar, dan jangan pernah menyerah. Kekuatan tekad dan kerja keras akan membawa ke tempat yang diimpikan, meskipun harus melewati berliku-liku perjalanan.
“Yakinlah tekad yang kuat dan usaha maksimal, siapa pun dapat mencapai impian mereka, terlepas dari latar belakang atau kendala yang mungkin mereka hadapi. Semangat dan terus berjuang,” pungkasnya.
Sementara itu, Samiyem ibunda Rohmadi merasa bangga dan tak bisa mengungkapkan rasa bahagianya. Terlihat tetesan air mata mengalir di pipinya. Rasa syukur terus ia panjatkan saat melihat anak nomor duanya bisa lulus sampai S2.
"Ketika Rohmadi masih kecil, saya selalu mendukung untuk belajar. Saya dan bapaknya tidak tamat SD. Saya memang buta huruf tapi jangan pada anak-anak ku," kata Samiyem dengan mata berbinar.
Menurutnya, Rohmadi merupakan anak yang nekad dalam hal mencari ilmu. Ia sempat menyuruh Rohmadi untuk tidak melanjutkan pendidikan hingga tinggat SMA karena keterbatasan ekonomi.
“Orangnya itu nekad, waktu SMA disekolahkan oleh Guru SMPnya, kuliah S1 sambil kerja serabutan. Saya cuma pesan 1 hal dimanapun berada jaga sopan santun dan berbuatlah baik kepada orang sudah itu saja. Alhamdulillah sekarang sudah lulus S2 dan ia masih punya rencana untuk lanjut S3,” pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |