Pendidikan

Mengenal KH Ali Manshur, Pencipta Shalawat Badar yang Kini Jadi Mars NU

Sabtu, 14 Oktober 2023 - 13:22 | 261.22k
Gus Muadz saat mengunjungi makam syuhada Badar di Madinah, yang menginspirasi terciptanya Shalawat Badar oleh KH Ali Manshur. (FOTO: Gus Muadz for TIMES Indonesia)
Gus Muadz saat mengunjungi makam syuhada Badar di Madinah, yang menginspirasi terciptanya Shalawat Badar oleh KH Ali Manshur. (FOTO: Gus Muadz for TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTAShalawat Badar, yang telah menjadi bagian penting dalam tradisi muslim di Indonesia, memiliki sejarah dan makna yang mendalam. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa Shalawat Badar ini diciptakan oleh seorang ulama asal Jawa Timur, KH Ali Manshur

Apa Itu Shalawat? 

Sholawat adalah bentuk pujian dan cara umat Islam bersilaturrahim kepada Nabi Muhammad SAW. Ini adalah ungkapan cinta, rindu, dan kepedulian sosial kepada Nabi, serta seruan Allah SWT.

Advertisement

Apa Itu Shalawat Badar?

Shalawat Badar adalah pujian khusus yang dilantunkan, termasuk dalam album "Akhlaqul Karimah" oleh Haddad Alwi. Dalam bacaan Arab, Latin, dan terjemahannya, Sholawat Badar memuliakan Nabi Muhammad SAW dan meminta perlindungan bagi umat.

Menurut situs resmi Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban (IAINU Tuban), Shalawat Badar aslinya terdiri dari 24 bait dengan dua baris di setiap baitnya dan kini telah menjadi Mars NU.

Shalawat Badar Diciptakan KH Ali Manshur

Sebelum tahun 1989, Shalawat Badar sudah populer, tetapi masih anonim. Baru pada Muktamar NU ke-28 di Krapyak Yogyakarta tahun 1989, Gus Dur menyampaikan bahwa Shalawat Badar diciptakan oleh KH Ali Manshur. Sejak saat itu, KH Ali Manshur dikenal sebagai pencipta Sholawat Badar.

KH Ali Manshur menciptakan Shalawat Badar pada tahun 1960 saat menjabat sebagai ketua Tanfidhiyah NU dan Kepala Departemen Agama Banyuwangi, sehingga Shalawat Badar sering disebut sebagai warisan budaya Banyuwangi.

Mengenal KH Ali Manshur

KH Ali Manshur, pencipta Shalawat Badar, memiliki garis keturunan dari ulama besar. Ia belajar di berbagai pesantren, seperti Pesantren Tremas Pacitan, Pesantren Lasem, Pesantren Lirboyo Kediri, hingga Pesantren Tebuireng Jombang. Selain belajar ilmu agama, Kiai Ali juga mendalami ilmu syair.

Pada tahun 1955, Kiai Ali terpilih sebagai anggota konstituante mewakili Partai NU Cabang Bali. Tujuh tahun kemudian, ia memutuskan pindah ke Banyuwangi dan menjadi Ketua Cabang NU Banyuwangi.

Sebelum menciptakan Shalawat Badar, Kiai Ali bermimpi didatangi oleh sosok yang diduga para ahli perang Badar. Ia meninggal pada tahun 1971, meninggalkan sebuah kitab akhlak dan syair-syair indah. Makam Kiai Ali Manshur terletak di Desa Maibit, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban, dengan Monumen Shalawat di sekitarnya.

Upaya Menjaga Kelestarian Sanad Shalawat Badar

Sementara, menurut Gus Muadz Harits Dimyathi, bahwa pencipta Shalawat Badar, KH. Ali Manshur tercatat menjadi santri di Perguruan Islam Pondok Trems Pacitan, tepatnya era 1950-an silam. 

"Saya pernah mengunjungi makam KH Ali Mansyur, di Rengel Tuban juga bertemu dengan putra kedua KH Ali Mansyur, K Syakir Ali, untuk meminta izin dan ridho serta ijazah sanad. Semua ini adalah upaya untuk menjaga keaslian sanad Shalawat Badar," katanya, Sabtu (14/10/2023). 

Perjalanan Gus Muadz Harits tidak berhenti di situ. Pada 22 Desember 2022 lalu, pukul 17.30, ia tiba di tempat di mana 14 sahabat Rasulullah SAW yang termasuk dalam syuhada Badar dikuburkan. 

makam-syuhada-Badar-di-Madinah-b.jpg

"Kami membacakan Shalawat Badar di depan gerbang maqbaroh, meski gerbangnya tidak terbuka," ujarnya. 

Selanjutnya, Gus Muadz Harits juga mengunjungi gunung yang menjadi saksi perang Badar yang hebat. Gunung ini juga menjadi tempat berkumpulnya para malaikat yang dipimpin oleh malaikat Jibril alaihissalam, yang mendukung pasukan Badar. Gunung ini dikenal dengan sebutan Jabal Malaikat.

Selama perjalanan suci tersebut, Gus Muadz Harits juga mampir untuk meminum air dari bi'ru raukha', sumur yang dulunya digunakan oleh Nabi Muhammad SAW ketika berangkat dan pulang dari perang Badar.

"Semua perjalanan ini adalah manifestasi dari rasa syukur dan kekaguman saya terhadap sejarah dan keberkahan Shalawat Badar," ungkapnya. 

Shalawat Badar, yang diinspirasi oleh sosok ulama besar KH Ali Manshur, terus menjadi bagian berharga dari tradisi keagamaan dan budaya Indonesia, serta kini menjadi salah satu Mars NU yang penuh makna. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES