Pendidikan

Membedah Peran Psikologi Forensik dalam Keadilan di Workshop UIN Maliki Malang

Sabtu, 04 November 2023 - 15:28 | 41.48k
Psikolog forensik dan wakil ketua Apsifor, Zera Mendoza, di UIN Maliki Malang. (Foto: TI PHOTO NETWORK)
Psikolog forensik dan wakil ketua Apsifor, Zera Mendoza, di UIN Maliki Malang. (Foto: TI PHOTO NETWORK)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Dalam menghadapi gelombang kasus kejahatan yang semakin kompleks, peran psikologi forensik menjadi sangat vital. Hal ini disadari penuh Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang.

Kampus di Jl Gajayana Malang ini mengambil inisiatif mengadakan workshop bertema "Pemeriksaan Psikologi Forensik Pelaku Kekerasan Seksual". Workshop yang menjadi bagian dari Temu Ilmiah Nasional XII oleh Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) ini, menjadi forum penting bagi para praktisi dan akademisi  mengasah pemahaman serta keterampilan untuk penanganan kasus-kasus forensik dengan pendekatan psikologi.

Advertisement

Pentingnya Rapport dalam Pemeriksaan Psikologis

Di antara materi penting yang disampaikan, konsep rapport mendapat sorotan khusus. Psikolog forensik dan wakil ketua Apsifor, Zera Mendoza. Ia menyampaikan bahwa membangun rapport adalah langkah awal yang menentukan keberhasilan pemeriksaan forensik.

"Rapport bukan hanya sekedar pembentukan ikatan emosional yang baik antara psikolog dan klien, tapi juga merupakan fondasi bagi terciptanya suasana yang kondusif untuk mendapatkan informasi yang akurat dan dapat diandalkan," katanya.

Menurut Mendoza, ada tiga komponen utama yang harus diperhatikan dalam membangun rapport. Yakni, Rasa Aman. "Subyek harus merasa aman dari segala bentuk penghakiman dan intimidasi," ucapnya.

Kedua, kekerabatan dan Keterbukaan. Membangun hubungan yang erat dan penuh empati, sehingga subyek merasa nyaman untuk berbagi.

Ketiga, suasana Bebas Intimidasi. Menciptakan lingkungan yang mendukung subyek untuk mengungkapkan pengalaman mereka tanpa rasa takut.

Membedakan Psikolog Forensik dengan Psikolog Klinis

Perbedaan mendasar antara psikolog forensik dan psikolog klinis juga menjadi topik diskusi. Seorang psikolog forensik harus bisa melepaskan diri dari bias pribadi untuk menghasilkan rekomendasi yang objektif.

"Klien kita adalah keadilan itu sendiri," ujar Mendoza.

Ia menegaskan bahwa tanggung jawab mereka adalah kepada kebenaran dan keadilan, bukan kepada individu yang sedang diperiksa.

Kesinambungan Edukasi untuk Profesional Psikologi Forensik

Selain workshop ini, UIN Malang bersama Apsifor menyelenggarakan lima workshop lain dengan topik yang berbeda, semuanya diisi oleh pakar psikologi forensik. Kegiatan ini membuktikan komitmen Fakultas Psikologi UIN Malang untuk meningkatkan kompetensi para profesional di bidangnya. Para peserta yang terdiri dari anggota Apsifor dan juga non-anggota, menunjukkan antusiasme tinggi, yang mencerminkan kesadaran akan pentingnya pengembangan keilmuan dan praktik psikologi forensik di Indonesia.

Acara ini tidak hanya berhasil mempertemukan praktisi dan akademisi psikologi forensik, tetapi juga menghasilkan wawasan baru dan strategi praktis dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual.

Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat muncul praktisi-praktisi baru yang tidak hanya terampil dalam aspek teknis pemeriksaan forensik, tapi juga memiliki kepekaan terhadap aspek kemanusiaan yang menjadi sangat penting dalam setiap proses pemeriksaan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rifky Rezfany

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES