Pendidikan

Simposium 2 BWCF: Menelusuri Siwa-Buddha di Jawa Timur dan Bali

Minggu, 26 November 2023 - 02:18 | 37.76k
Acara Simposium 2 BWCF 2023, Sabtu (25/11/2023). (Foto: Diva Finasty/TIMES Indonesia)
Acara Simposium 2 BWCF 2023, Sabtu (25/11/2023). (Foto: Diva Finasty/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Sabtu (25/11/2023) Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2023 menghadirkan Simposium 2, "Siwa-Buddha di Jawa Timur dan Bali". Simposium 2 ini merupakan rangakaian acara di hari ketiga BWCF yang diadakan di Universitas Negeri Malang.

Pada Simposium 2 akan membahas Siwa-Buddha dari artefaknya, tanda-tanda Siwa Buddha pada bangunan candi, kemudian memahami filsafat Siwa Buddha Tantrayana, studi kasus tentang praktek ritual Siwa Buddha.

Advertisement

Tema tersebut akan dibawakan oleh 4 pembicara. Dan yang menjadi moderator adalah DrNiken Wirasanti, M.Si., arkeolog dari Universitas Gadjah Mada.

Materi pertama dipaparkan oleh Prof. Ito Naoko, Ph. D, pengajar di di School of Letter dan Graduate School of Humanity and Social Sciences, Hiroshima University. Materi yang dibawakan olehnya adalah “Shiva Buddha in Indonesian Ritual Utensils, Vajra dan Ghanta”.

Ia menjelaskan tentang Vajra dan Ghanta pada ritual keagamaan (Tantric Buddhism) di Indonesia. Dijelaskan juga jumlah temuan Vajra dan Ghanta yang ada di Indonesia,  juga bentuk-bentuknya. Ia menemukan ada 18 Vajra dan 573 Ghanta di Indonesia.

Di dalam Sutra dijelaskan bahwa Vajra dan Ghanta dipergunakan dalam upacara pada Tantric Buddhism. Hal tersebut menjadi bukti adanya Siwa Buddha di Indonesia.

Dilanjutkan Dr. Deni Yudho Wahyudi, dosen jurusan sejarah, FIS UM. Ia memaparkan materi, “Siwa Buddha dalam Ekspresi Candi-Candi Singosari Majapahit”. Ia membahas  beberapa percandian di masa Singasari-Majapahit.

Ada enam percandian di Jawa Timur yang dibahas, yaitu Candi Singosari Candi Jawi, Candi Jago, Percandian Penataran, Candi Jabung dan Candi Surawana. Enam candi tersebut memiliki unsur Siwa buddha lebih banyak.

Dr. Deni Yudho Wahyudi menulusuri unsur Siwa Budhha yang terdapat pada candi-candi tersebut.

“Pada beberapa percandian bisa kita lihat ada unsur Siwa dan ada unsur Buddhisnya. Tetapi tidak terjadi penyatuan. Kemungkinan besar para penganutnya akan melakukan ibadah sesuai dengan agamanya pada bangunan ini tetapi dia menggunakan secara bersama-sama antara Hindu dan Buddhis,” kata Dr Deni Yudho.

Dari sini dapat dilihat bahwa penanda Siwa Buddha sangat banyak terpahat di candi Jawa Timur. Hal tersebut dapat ditelusuri melalui arsitektur, arca, relief, maupun naskah. Meskipun unsur-unsur Siwa Buddha diwujudkan terpisah, hal itu membuktikan perpaduan kehadiran Siwa buddha pada masyarakat.

Kemudian Prof. Ida Bagus Putu Suamba , M.A. Ph. D, dosen administrasi bisnis Politeknik Negerin Bali menjadi pembicara ketiga. Materi yang dipaparkan ialah, “Siwa Buddha dan Tantrayana di Bali serta peran pendeta Siwa Buddha di Bali.

Adapun beberapa pembahasannya, yaitu persebaran kebudayaan India di Asia Tenggara, Siwa Buddha di Bali, Tantrayana, peran Pendeta Siwa dan Buddha.

Prof. Ida Bagus Putu Suamba , M.A. Ph. D menyebutkan Siwa-Budha adalah penunggalan. Meskipun menurutnya istilah tersebut belum pas.

Ia berusaha untuk menjelaskan bahwa Siwa Buddha itu penunggangalan melalui ungkapan-ungkapan yang ada di dalam naskah-naskah di dalam prasasti. Seperti ungkapan seperti “Siwa Ya Buddha Ya”,  “Siwa Lawan Buddha Tunggal”, Om Namah Siwa-Buddhaya”.

Walaupun demikian penyatuan Siwa Buddha itu tidak menghilangkan keberadaan masing-masing sebagai sebuah sistem yang utuh.

Pembicara terakhir yaitu Dr. I Gede Suwantana, dosen Universitas Hindu Negeri IGB Sugriwa Denpansar. Dengan materinya yang berjudul, “Dwi Tunggal Siwa Buddha dalam Komunitas Bahung Tringan Bali”.

Kepercayaan Siwa-Buddha di Nusantara mengalami evolusi yang awalnya dari India. Selama perkembangannya, terjadi proses koalisi dan sinkretis, yang berarti adanya penggabungan dan penyatuan unsur-unsur dari kedua kepercayaan tersebut.

Menurut Jelantik Oka, ritual Siwa Buddha sampai masa terakhir Majapahit masih dalam tataran teologis-praktis dan belum mengalami fusi yang lebih dalam sampai pada tataran teo-metafis (sebagai satu kesatuan dalam melihat kebenaran, bukan sebagai dua entitas terpisah).

Bahung Tringan memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu yang bersifat materi itu adalah Siwa. Siwa ini berfungsi sebagai wadah. Sementara isinya sendiri adalah Buddha. Dalam Siwa-Buddha keduanya bersatu tetapi tetap berbeda di dalam volumenya masing-masing.

Topik Siwa-Buddha adalah suatu bidang penelitian yang terus menarik minat dan sering kali menjadi sumber perdebatan, namun tetap menarik untuk diteliti lebih lanjut. Banyaknya artefak dan bukti-bukti arkeologis yang menggambarkan keberadaan Siwa-Buddha juga tercermin dalam bangunan candi. Selain itu, semakin mudah kita memahami dari gambaran pelaksanaan ritual di Bali khususnya peran pendeta Siwa dan pendeta Budha, dan ritual-ritual bagaimana konteks agama sinkretis ke ranah metode spiritual yang dilakukan oleh komunitas di Karangasem, Bali. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES